BAB 29

584 25 4
                                    


3 tahun lalu...

"Jadi, kamu anaknya Danu?" tanya pria tua yang menggunakan setelan jas rapi.

Bukannya menjawab, Alin yang masih SMP berdiri ketakutan di pojok ruangan semakin memeluk dirinya sendiri berusaha melindungi diri. Dia tidak bisa mengingat kejadian yang begitu cepat sehingga ia bisa terjebak di dalam ruangan gelap dan sempit ini.

"JAWAB!!!" bentak pria tua itu lagi dengan keras membuat Alin sontak terduduk saking takutnya.

Pria tua itu menyuruh dua penjaganya yang berbadan besar menghampiri Alin dan menyeretnya ke hadapannya. Alin dengan pasrah mengikutinya. Dalam hati ia berusaha mencari keberanian dan memikirkan caranya untuk kabur.

"Hei, nona manis. Apakah kamu sudah kehilangan suaramu?" Pria tua itu mengangkat dagu Alin pelan dan menatap matanya. "Om tidak akan menyakitimu jika kamu mengikuti permainan om."

Alin meneguk ludahnya sulit. Ia merasa jijik disentuh orang yang tidak dikenal selain keluarganya.

Plaakkk!!!

Alin jatuh tersungkur karena tamparan yang cukup keras. Ia bahkan merasakan rasa asin di sekitar bibirnya. Sial, pria itu bahkan bermain fisik dengannya tanpa berbelas kasih.

"Jaga dia, jangan sampai kabur. Walau aku yakin gadis kecil itu tak bisa berbuat apapun."

Setelah itu Alin diseret dan dikurung sendirian di dalam ruang gelap dan sempit itu.

***

Semenjak kejadian malam itu, Alin berubah menjadi pendiam. Naufal sama sekali tidak berani walau sekedar menunjukkan batang hidungnya. Namun, hari ini ia terpaksa bertemu Alin karena hari ini sekolah sudah dimulai.

Gadis itu hanya diam sambil menatap luar jendela. Terkadang ia melamun dan menerawang jauh. Hingga ia selesai mengajar, Alin sama sekali tidak melihat ke arahnya membuat perasaan bersalah dalam dirinya semakin besar. Ia tahu yang harus ia lakukan sekarang adalah memperbaiki.

"Alinda Natasha. Ke ruangan saya sekarang!" perintah Naufal.

Alin yang sedang melamun langsung kembali menapaki bumi dan memperhatikan depan. Sebenarnya ia bisa saja menolak atau tidak datang ke ruang guru. Tapi, ia tahu permasalahan ini harus segera diselesaikan. Jadi, ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Naufal ke ruang guru.

***

"Kamu tahu apa kesalahanmu sehingga saya memanggilmu kesini?"

Kepala Alin masih menunduk enggan menatap Naufal. Dalam hati ia malas sekaligus malu menyadari apa kesalahannya. Melamun di kelas, tidak memperhatikan guru, dan tidak mengerjakan soal latihan yang diberikan gurunya. Sama sekali tidak professional karena tidak bisa mengesampingkan masalah pribadi dengan sekolah.

"Ma-maafkan saya, pak!" lirihnya.

Naufal mengehembuskan napas kasar sambil mengusap wajahnya.

"Alin, lihat kakak."

Kali ini Naufal berperan menjadi kakaknya, bukan guru matematika. Alin masih menundukkan kepalanya enggan mendongak. Masih ada perasaan takut dalam dirinya. Apalagi mengingat kejadian mengerikan yang pernah menimpa dirinya beberapa tahun silam. Hingga mimpi itu kembali muncul di setiap tidurnya.

"Alin," panggilnya lembut sambil menyentuh pundak Alin. Tapi gadis itu refleks mundur ketika dirasa ada yang menyentuhnya. Badannya menegang dan jantungnya berdetak kencang saat ia merasakan sentuhan itu. Dan Naufal menyadari itu. Ini semua salahnya yang sudah membangkitkan trauma pada diri Alin.

"Please, look at me!" lirih Naufal frustasi, nyaris putus asa. Ia sudah kehilangan cara untuk mengembalikan Alin seperti sebelumnya, sebelum malam itu terjadi. Mendengar nada frustasi kakaknya, akhirnya ia mencoba untuk menatapnya. Disana, ia bisa melihat rasa penyesalan dan bersalah yang begitu mendalam.

"Maafin, kakak. Kakak janji tidak akan melakukan hal itu lagi. Kakak mohon, kembalilah menjadi Alinda yang dulu. Jangan seperti ini."

Tidak bisa dipercaya, Naufal meneteskan air mata di depan Alin. Ia menangis dengan segala rasa yang dideritanya. Tanpa sadar, Alin pun ikut menangis. Ia sedih melihat kakaknya yang menderita.

"Jangan nangis, kak! Maafin Alin." Ia pun melangkah dan memeluk Naufal. Naufal terkejut dengan perlakuan Alin, tapi rasa bahagia membuatnya melupakan segalanya. Ia balas memeluk Alin. Dalam hati ia berjanji akan selalu menjaga Alin dan tidak akan pernah menyakitinya lagi.

***

*Maaf baru update... Kemarin2 sibuk pake bgt dan baru2 ini agak senggang. Tapi masih byk bgt tugas yg belum aku kerjainnn >.<

Ini juga nyempetin buat update. Maaf pendek, ga ad ide buat nambahin. Ini ceritanya udh ku buat pas bln juli dan belum ada niat buat bikin lagi.

But, anyway... Thank you so much for the reader(s) yang udah mau baca cerita gaje aku.

(Lebih makasih lagi kalo di vote+comment. Hehehehe)

Buat next part ga tau kapan. Tapi diusahakan buat secepatnya.

Oya, mampir juga ya ke cerita seriesku yg The Other Side dan Cold Love (Boy vers.) dan di vomment juga. Sekalian kasih kritik gmn ceritanya sama saran kira2 update yg mana yg duluan. Hehehe...

Makasih sebelumnya :*

Salam sayang, Liliefors :*

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang