BAB 33

265 20 6
                                    


Hai... Ada yang kangen RR?

Maaf lama. Silakan dibaca :)

***

Ibarat aku adalah hujan yang turun membasahi bumi, dan dia pelangi yang datang setelah aku pergi. Kau memilih dia karena telah mewarnai harimu dibanding aku yang selalu membuatmu kelabu.

***

Ali yang berada di ruang tunggu mengecek ponselnya sambil menunggu Vita yang sedang di periksa oleh dokter dan menemukan belasan panggilan tak terjawab. Ia merasa heran melihat nama Alan tertera di daftar panggilan. Baru saja ia ingin menghubungi Alan, lelaki itu sudah lebih dulu menghubunginya.

"Hal—"

"Alin bareng lo, kan?"

Pertanyaan Alan bernada panik dan serius membuatnya mengernyit bingung sekaligus khawatir. Sedetik kemudian ia melupakan hal penting tentang gadis itu.

"Oh, shit! Terakhir dia bilang di gudang sekolah. Mungkin sekarang—"

Belum sempat Ali menyelesaikan kalimatnya, panggilan itu sudah terputus. Mendadak perasaan Ali menjadi tidak enak mendengar nada khawatir Alan. Tanpa mengulur waktu lagi, ia pun berlari ke parkiran menuju sekolah melupakan Vita dan tujuannya ke rumah sakit.

Sedangkan gadis itu baru keluar dari ruang dokter. Ia tidak menemukan Ali dimanapun. Bahkan, saat ia menghubungi lelaki itu panggilannya sama sekali tidak digubris. Kemana lelaki itu? Apa ia ini ada kaitannya dengan gadis yang pernah ia temui di London waktu itu?

***

Begitu sampai di sekolah, laki-laki itu berlari menuju gudang sekolah. Perasaannya sudah tidak enak sejak tadi. Ditambah lagi mendengar suara gadis itu yang gemetaran ketakutan dan teriakan yang membuat panggilan mereka terputus. Segala pikiran negatif menyerang dirinya membuatnya berlari sekencang mungkin. Tak peduli peluh yang sudah membanjiri tubuhnya. Yang terpenting baginya adalah keselamatan Alin.

Ketika ia sudah di depan gudang, teriakan Alin yang menyambutnya membuat kekhawatirannya berada di level tertinggi. Apa yang terjadi di dalam sana?

Tanpa membuang banyak waktu lagi, ia membuka pintu gudang itu yang sialnya terkunci. Sekuat tenaga ia mendobrak pintu itu dengan tubuhnya. Bersyukurlah karena pintu gudang itu terbuat dari kayu dan agak lapuk sehingga tak butuh waktu lama baginya untuk membuat pintu itu rusak.

Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alin yang sedang berlinang air mata dan tubuh gemetaran sedang melempar liar entah ke arah mana. Gadis itu pun menyadari kehadirannya terlihat lega, hingga beberapa detik kemudian ia jatuh pingsan. Dengan sigap Alan berlari menghampirinya dan menangkap tubuh lemah Alin sebelum gadis itu jatuh ke lantai. Ia pun menggendong Alin dan membawanya keluar dari gudang itu.

Sedang di depan pintu gudang, Ali yang baru saja datang terdiam melihat kejadian di depan matanya. Ia tidak tahu apa yang sudah terjadi, tapi ia bisa menebak kalo Alin dijebak. Sial, ini semua salahnya. Seandainya saja ia melarang Alin pergi, tidak. Harusnya tadi ia menemani Alin dan memastikan gadis itu aman. Ia akan membuat perhitungan ke siapapun yang berani mencelakakan Alin.

***

Alin tampak ketakutan. Badannya terus gemetaran dengan wajah pucat seputih kapas. Tak sekalipun ia melepaskan pelukannya dari Alan. Seolah sedikit saja ia melepasnya, maka dunia akan runtuh dan ia tak punya kesempatan lagi untuk hidup.

Bahkan ia melupakan phobia tidak bisa disentuh karena trauma kemarin. Trauma kali ini mengalahkan trauma segalanya. Ia takut ular, dan juga benci di dalam ruang sempit dan gelap. Dan tadi ia terjebak dalam dua rasa takut dan benci sekaligus. Beruntunglah tadi Alan bisa cepat menemukannya.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang