Ali menghempaskan dirinya di sofa. Ia baru saja selesai mandi dan ingin menonton tv. Ia mengambil remote tv dan menyalakannya. Tidak ada acara yang menarik perhatiannya. Tiba-tiba saja ia merasa kesepian walaupun ia sudah biasa hidup sendiri. Di rumahnya sangat sepi tidak ada siapa-siapa. Pembantunya hanya datang saat pagi dan pulang sore. Kalaupun ada orang itu hanyalah satpam yang ada di pos satpam rumahnya. Keluarganya?
'Ting tong'
Bel rumahnya berbunyi. Ali langsung berdecak sebal. Bisa ia tebak siapa yang datang.
"Hai Ali, sayaangg. Kamu sendirian aja?" tanya wanita itu sambil mengambil tempat duduk disamping Ali. Ia masuk begitu saja tanpa menunggu tuan rumahnya membukakan pintu untuknya.
"Biasanya juga emang sendiri kali, kak!" jawab Ali sewot. Ya, itu Anindia, kakaknya. Ia sengaja menyempatkan diri berkunjung menemui adiknya saat perjalanan pulang ke rumahnya.
"Kamu, sih! Sok-sokan pake pindah rumah segala. Jadinya kesepian kan di sini," celetuk Anin. Anin dan Ali memang tidak tinggal di satu rumah. Anin tinggal bersama orangtuanya, sedangkan Ali tinggal sendirian di sini. Alasan dia pindah? Itu masih rahasia. Hehehe...
"Udahlah, kak. Kalo kakak kesini buat nyuruh aku pindah rumah sama papa-mama, mending kakak pulang aja. Aku mau tidur," usir Ali. Ia beranjak dari sofa dan melengos ke kamarnya.
"Hmm... Padahal kakak kesini bawain soto banjar yang ada di depan rumah." Anin mengambil plastik berisi soto yang tadi ia letakkan di meja depan tv. Ia pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk dan sendok.
Ali berhenti sebentar untuk melihat Anin, kemudian melanjutkan langkahnya ke kamar. Sebelum ia melangkah semakin jauh, Anin berteriak lagi. "Yakin ga mau?"
'Kruyyuukkk'
Damn! Perutnya berbunyi disaat seperti ini. Ia tahu kalau Anin kesini pasti ada maksud lain. Ia melirik kakaknya yang kini sudah kembali duduk manis di sofa tadi. Ali akhirnya memilih kembali ke sofa tadi. Oke, dia belum makan dari tadi sore. Jadi, kali ini ia terpaksa masuk kedalam jebakan yang sudah disiapkan kakaknya.
"Pokoknya semua soto buat aku," kata Ali. Anin langsung memberikan mangkuk yang berisi soto itu pada Ali.
"Jadi, hubungan kamu sama Alin gimana? Ceritain dong dari awal ketemu sampe sekarang."
Tuh, kan! Kakaknya ga mungkin datang kerumahnya tanpa alasan, apalagi pake embel-embel bawain soto banjar kesukaannya. That's impossible!
"Ntar, aku makan dulu baru cerita."
Anin mengangguk. Ia tidak sabar mendengar cerita tentang Alin dari Ali.
***
"Hari ini pulang bareng gue."
Alin menghempaskan pulpennya dengan sebal. Pasalnya, ini sudah kesekian kalinya Ali mengingatkan Alin untuk pulang bersamanya. Dan kepalanya sudah capek mengangguk-angguk dari tadi mengiyakan ajakan Ali.
"Sekali lagi lo ngomong gitu ke gue, gue ga bakal pernah pulang sama lo lagi," ancam Alin.
Ali hanya menyengir mendengar ancaman Alin. "Siap, tuan putri!" katanya sambil hormat pada Alin. Ia melanjutkan acara catat-mencatatnya dibuku tulisnya.
'Tett... Tett... Tetttt'
Bel pulang sudah berbunyi. Mereka semua langsung membereskan buku-buku dan alat tulis mereka kedalam tas. Setelah berdoa dan memberi salam pada guru, Ali langsung menyeret Alin ke lapangan parkir. Alin sendiri pasrah aja diseret-seret gitu sama Ali.
Ali mendadak berhenti. Begitu juga dengan Alin. Ia seperti melupakan sesuatu.
"Oya, gue mesti ambil buku catatan gue di ruang guru. Tadi juga Bu Erma nitip sesuatu ke gue. Lo duluan aja ya lin ke tempat parkirnya," kata Ali dengan perasaan bersalah. Ia merasa ga enak dengan Alin.
"Isshhh... ya udah! Gue tunggu. Jangan kelamaan!" ketus Alin. Ia terlalu sebal dengan Ali hari ini.
Ali nyengir sebentar,"Ok, tuan putri! Jangan galak-galak, dong. Gue bentar doang, kok." Ujar Ali berusaha merayu Alin. Tapi, Alin sama sekali tidak terpengaruh.
"Buruan atau gue tinggal?"
Ali langsung berbalik ke arah ruang guru sambil berlari. Hari ini ia sudah merencanakan sesuatu untuk Alin dan tidak boleh gagal. Karena hidup dan matinya bergantung pada Alin.
***
Ali berjalan melewati koridor kelas yang sudah sepi. Ia baru saja selesai mengambil bukunya dan titipan Bu Erma. Ternyata beliau menitipkan daftar nama yang akan ikut seminar kepemimpinan minggu depan. Tidak banyak, hanya ada 4 orang. Ia melihat daftar nama tersebut, ada Vidya, Rommy, dirinya dan Alin. Hmm... sepertinya ia mencium bau-bau pengurus baru. Pasalnya yang ikut seminar biasanya dari OSIS. Dan dipengurus OSIS, jabatan sekretaris sampai sekarang masih kosong karena sekretasis OSIS yang lama tiba-tiba pindah ke luar negeri.
Untuk beberapa saat ia kembali mengingat masa lalunya. Padahal, untuk beberapa minggu terakhir ia bahkan lupa pada sang 'MANTAN' sekretaris OSIS itu.
"Ali," panggil seseorang yang berhasil membuatnya membeku. "Ada apa denganmu? Mengapa kamu berubah seperti ini?" perempuan itu terisak.
Ali masih berdiri memunggunginya. Sama sekali tidak berniat untuk melihat perempuan yang ada dibelakangnya.
"Ali, lihat aku!" pintanya.
Bukannya menoleh, Ali malah pergi meninggalkannya. Namun, tiba-tiba perempuan itu berlari menghampirinya dan memeluknya dari belakang.
"Jangan pergi," katanya lirih.
***
Alin mondar-mandir di depan mobil Ali. Iya sudah menunggu hampir setengah jam, tapi Ali belum juga muncul. Snack yang ia beli sudah habis. Ia sudah bosan menunggu.
"Dia ngapain aja sih?" tanya Alin sebal. Padahal tadi Ali berjanji tidak akan lama. Apakah ia disuruh Bu Erma untuk mengerjakan soal Biologi untuk tes minggu depan?
Alin sudah kehabisan kesabaran. Ia mengeluarkan buku cetak yang paling tebal dari dalam tasnya dan menyusul Ali ke kantor guru. Jika ia melihat Ali, ia terlebih dulu memukulnya dengan buku yang ada ditangannya.
'Brukk' Alin tidak sengaja menabrak seseorang. Ia buru-buru jadinya tidak sempat melihat kesana-kemari.
"Maaf," kata Alin tanpa melihat orang yang ia tabrak. Ia menunduk mengambil bukunya yang jatuh dan buru-buru pergi.
Lelaki didepannya mengambil tas jinjingnya yang terjatuh. Ia melihat perempuan yang ada didepannya, meneliti penampilannya dari bawah sampai keatas.
"Alin," panggil lelaki itu saat ia mengenali Alin.
Alin menoleh dan melihat lelaki didepannya. Matanya membulat dan mulutnya menganga, "Kak Naufal?"
***
Ali langsung melepaskan tangan yang melingkar dipinggangnya dengan kasar. Perempuan itu langsung terhuyung ke belakang.
"Mau lo apa sih, Lit? Belum puas lo ngehancurin hubungan gue sama Vita, hah?" teriak Ali kesal. Ia benar-benar sudah berada di puncak kesabaran, dan sekarang ia ingin menumpahkan segala kekesalannya pada Lita.
Lita mundur satu langkah. Bahaya kalau ia terlalu dekat dengan Ali.
"Aku ga pernah merusak hubungan kalian. Ini... Ini semua kemauan Vita. Dia sendiri yang memilih pergi ninggalin kamu," jelas Lita.
Wajah Ali memerah menahan amarah. "Gue ga peduli," kata Ali dingin. Ia berbalik, tapi Lita kembali memeluknya dari belakang.
"Kenapa harus Alin? Kenapa harus cewek culun itu?" tanya Lita disela-sela isakannya. Ali berusaha melepaskan tangan Lita lagi, namun perempuan itu malah memeluknya semakin erat.
"Aku cinta sama kamu, Li."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Rain(bow)
Novela Juvenil[Revisi cerita setelah selesai] Hujan bisa menciptakan kenangan untuk semua orang Manis, pahit, tangis, tawa Hujan bisa membuat kita teringat Akan semua kenangan yang pernah terjadi Seolah-olah mengulang kembali momen-momen dikala itu Rind...