BAB 25

398 20 0
                                    


Pagi-pagi Alin sudah dandan cantik dan rapi dengan balutan gaun selutut berwarna biru langit dan legging hitam. Ia menggunakan jaket panjang berwarna hitam dan rambutnya ia kucir kuda supaya tidak terbang kemana-mana oleh angin.

Hari ini ia ingin melanjutkan jalan-jalannya keliling London. Ia juga sudah menyiapkan segala perlengkapannya, termasuk sarung tangan. Ia tidak ingin melupakan barang satu itu, takut kejadian kemarin terulang lagi. Yah, walaupun di sudut hatinya yang paling kelam menginginkannya.

"Loh, pagi-pagi anak gadis papa udah cantik aja. Mau kemana?"

"Pergi."

Alin yang baru saja berjalan menuruni tangga langsung berlari menghampiri papanya yang sudah duduk rapi di ruang makan sambil memegang tab-nya.

"Morning, daddy," sapa Alin sambil mengecup pipi papanya dan mengambil tempat duduk di sebelah Bagas yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Huuhh... Kak Bagas mah malah sibuk sama kerjaannya dibanding adiknya yang manis ini. Masa kakak ga kangen sama aku yang udah jarang ketemu?" gerutu Alin sambil mengerucutkan bibirnya.

Bagas meletakkan ponselnya di sebelah gelasnya dan menoleh ke arah Alin. "Lo ga nyapa gue."

"Bagas, jangan pakai lo-gue," ingat mamanya yang baru saja bergabung di meja makan. Bagas mencebikkan bibirnya.

"Morning, my bro."

Bagas mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Alin yang hanya menepuk pundaknya, sibuk mengoles roti hanya diam bergeming.

"Lo ga ngerasa kurang sesuatu gitu?"

"Bagas!"

"Yes, mom!"

"Apa?" tanya Alin tidak paham.

Bagas menunjuk pipinya dengan jari telunjuk. "Morning kiss?"

Alin berdecih. "Ga mau. Wee..." Gadis itu menjulurkan lidahnya.

"Ishhh... Papa aja dapat. Masa gue engga?"

"BAGAASS."

"Potong aja uang jajannya ma. Eh, maksudnya gajinya ma."

"Kan yang gaji Bagas papa."

"Papa potong gaji kamu setengah."

Mendengar hal itu, muka Bagas langsung memelas dan memohon ampunan dari mamanya. Di sebelahnya, Alin terkikik melihat kakaknya yang sedang memelas memohon ampunan. Kalo ketemu dia memang sering ribut dan berantem, beda dengan Naufal yang selalu membelanya dan selalu ada buatnya. Tapi kedua kakaknya itu adalah orang yang paling sayang.

"Udah selesai ketawanya, heh?" Bagas mencubit kedua pipi Alin lembut membuat wajah Alin terlihat jelek.

"Sakit," lirih Alin sambil mengelus pipinya yang habis dicubit Bagas.

"Eh? Mana yang sakit? Sini kakak cium..."

"Morning, sweetheart."

Cup.

Naufal sudah lebih dulu mencium pipi Alin sebelum Bagas melakukannya, lalu mengambil tempat di sebelah kanan Alin. Bagas menatap Naufal tidak percaya sekaligus curiga melihat sikapnya yang dinilainya terlampau manis sebagai seorang kakak. Sedang Alin hanya tersenyum singkat membalas sapaan kakaknya.

"Kenapa?" tanya Naufal pada Bagas. Bagas hanya mengedikkan bahunya.

"Kamu mau kemana?" Pandangan Naufal kini beralih ke Alin yang sibuk melahap rotinya.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang