*Yang dimulmed foto Pak guru baru alias Naufal yaa :D
"Alin, Ali, kalian mau kemana?" tanya Bu Erma ketika Ali ikut berhenti dan berdiri di samping Alin. Alin mengabaikan pertanyaan Bu Erma. Ia hanya fokus pada guru baru yang ada di sebelah beliau.
"Kak Naufal," gumam Alin pelan.
Ali langsung berdiri di samping Alin sambil memberi salam pada kedua gurunya. "Selamat pagi, Bu. Kita izin mau ke ruang OSIS ada urusan mendadak yang harus diselesaikan. Hanya sebentar, nanti langsung balik lagi ke kelas bu," ujar Ali sopan. Alin masih diam sama sekali tidak mengerti maksud Ali.
"Baiklah, kalau begitu silahkan pergi."
Setelah memberi salam pada Bu Erma dan guru baru itu, Ali menyeret Alin dengan paksa. Entah mengapa Alin terlihat pasrah saat Ali menyeretnya ke ruang OSIS. Di dalam pikirannya hanya ada Naufal. Bagaimana bisa Naufal menjadi guru baru disini?
***
"Lepaass," bentak Alin kesal saat mereka tiba di ruang OSIS. Ternyata Ali tidak berbohong saat mengatakan ingin ke ruang OSIS. Tapi, apa urusan sebenarnya? "Ngapain lo ngajak gue kesini?" Alin mengusap pergelangan tangannya yang merah. Tadi Ali memegang tangannya terlalu kuat.
"Ah, itu..." Ali melihat tangan Alin tidak tega. Ia ingin menyentuh tangan Alin, namun segera di tepis Alin. "Maaf," gumamnya pelan dengan penuh penyesalan.
Alin berdecak. Ia merasa seperti orang jahat saat melihat wajah Ali, padahal dia korban di sini. "Kalo lo ga seret gue paksa kesini, ini ga bakal terjadi."
"Lo sendiri yang melarikan diri dari gue," sahut Ali tak mau kalah.
Alin memilih untuk mengabaikannya. Ia berjalan ke arah sofa dan menghempaskan tubuhnya kesana. Lari-lari tadi pagi membuatnya capek. Ia melirik ruangan tersebut dan menyadari kalo ruangan OSIS ini cukup besar. Didalamnya terdapat dua buah sofa besar dan 4 sofa kecil dengan dua buah meja persegi. Di dalam ruangan ada ruangan lagi, seperti ruang kerja.
"Terus?" Ia ingin langsung mendengar inti permasalahannya.
"Okay, pertama gue pengen jelasin soal kemarin." Ali duduk di depan Alin yang langsung memejamkan kedua matanya mendengar tentang kemarin. "Gue ga ada hubungan apapun dengan Lita. Dan gue sama sekali ga ada perasaan sedikitpun dengan dia," jelasnya.
"Hmm..." Hanya itu respon yang diberikan Alin membuat Ali gregetan.
"Lin, lo harus percaya gue. Cewek itu yang kegenitan sama—"
"Gue ga peduli. Lo bukan siapa-siapa gue. Jadi lo bebas pelukan atau bahkan ciuman sama siapapun," potong Alin cepat masih dengan posisi berbaring sambil menutup matanya. Ia merasa sangat lelah. Keringat dingin mulai mengucur di sekitar dahinya.
"Tapi..."
"Gue capek." Alin memotongnya lagi tanpa mau dibantah.
Ali mengerutkan dahinya tidak suka. Ia merasa tidak puas. Ia berusaha menimbang-nimbang, lalu mendesah pelan,"Yang kedua, lo resmi diangkat jadi sekretaris OSIS hari ini."
"Hmm..." Alin menggumam pelan. Ia terlalu lelah menanggapi Ali, walau sebenarnya ia tidak terlalu mendengar apa yang dikatakannya terakhir.
Ali menghampirinya, dilihatnya ternyata Alin sudah terlelap ke alam mimpi. Ia menyentuh wajah Alin pelan. Dingin. Ia baru menyadari wajah Alin begitu pucat. Mengapa ia tidak menyadarinya dari tadi? Batinnya kesal.
Ia melepas kacamatanya dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Ia mengangkat tubuh Alin pelan dan membawanya keruang unit kesehatan. Begitu ia tiba di sana, dokter dan perawat yang ada di UKS langsung mengecek keadaan Alin. Ternyata Alin demam dan masuk angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Rain(bow)
Teen Fiction[Revisi cerita setelah selesai] Hujan bisa menciptakan kenangan untuk semua orang Manis, pahit, tangis, tawa Hujan bisa membuat kita teringat Akan semua kenangan yang pernah terjadi Seolah-olah mengulang kembali momen-momen dikala itu Rind...