Atmosfer yang ada di dalam ruang kelas terlalu dingin. Bahkan, ketika Pak Alfa menaikkan suhu AC menjadi 220c , ruangan itu masih saja terasa dingin. Mungkin efek keseriusan anak kelas XI IPA 1 dalam mengerjakan post-test fisika dari Pak Alfa. Diluar hujan masih setia membasahi bumi. Mungkin ini bisa menjadi salah satu faktor mengapa hari ini begitu dingin.
"Kalau sudah selesai, silahkan dikumpul di depan meja dan boleh langsung pulang," perintah Pak Alfa.
Sesaat setelah Pak Alfa mengatakan itu, beberapa murid mulai mengumpulkan kertas jawaban mereka ke depan meja guru. Alin mulai dilanda kepanikan. Pasalnya, ia memang kesulitan dalam pelajaran Fisika. Berbagai macam hukum-hukum Fisika tidak banyak yang bisa ia pahami. Ia sudah belajar keras semalam, namun nyatanya ia otaknya membeku seketika. Dari lima soal, ia hanya bisa menjawab dua dengan benar dan dua abal-abal. Satu lagi sedang berusaha mengarang bagian gerak planet dan satelit. Semalam ketiduran dan baru membaca bagian ini tadi pagi.
"Dua puluh menit lagi dikumpulkan," teriak Pak Alfa yang sekarang sedang berdiri di sebelah meja Ali. Alin refleks mengangkat kepalanya dan melihat hanya tinggal segelintir orang yang masih di kelas. Ia mencoba menghitung siapa yang masih ada di kelas. Dirinya, Ali, Vidya, Kesya, Rommy, Aan, dan enam orang lagi yang ia lupa namanya masih di kelas. Baru saja ia selesai menghitung, Kesya dan Aan bangkit dari tempat duduknya dan mengumpulkan kertas jawaban mereka.
"Gue duluan ya," pamit Kesya pada Vidya dan Alin.
Alin semakin panik karena orang-orang mulai bangkit dan mengumpulkan kertas jawaban. Ia merasakan ada yang menyenggol tangannya. Tanpa menoleh pun Alin tau kalau orang itu Ali. Ia bangkit dari tempat duduknya sambil membawa tas dan mengumpulkan kertas jawabannya dengan santai. Alin melirik meja disebelahnya dan menemukan gumpalan kertas kecil. Diam-diam ia mengambil kertas itu dan membukanya di balik kertas soal.
"Huuhh... Kirain isinya jawaban," seru Alin kecewa. Ia meletakkan kertas itu di jendela dan lebih memilih menyelesaikan jawabannya yang bisa dianggap asal-asalan.
"Ya, waktu sudah habis. Kamu yang duduk di pojok belakang." Pak Alfa menunjuk Alin yang baru saja menyelesaikan jawabannya sambil menghadap ke arah beliau. "Tolong bawa kertasnya ke ruangan saya, ya."
Alin mengangguk dan segera membereskan mejanya. Sebelum bangkit dari tempat duduknya, ia melirik ke arah jendela. Hujan sudah berhenti. Tapi ia bukan melihat keluar jendela, melainkan membaca ulang isi kertas yang tadi ia taruh disana sebentar, kemudian berlari kedepan mengambil kertas jawaban dan menyusul Pak Alfa yang sudah dari tadi menghilang dari ruang kelas.
Gue mau latihan basket bentar. Lo tungguin gue ya! Kita pulang bareng. Semangat buat tesnya. Gue yakin lo bisa. JJJ - ALIANDO
***
Jam pulang sekolah sudah berbunyi 30 menit yang lalu. Harusnya sekolah sudah sepi. Tapi tidak untuk hari ini. Banyak sekali orang-orang berkumpul di pinggir lapangan basket hanya untuk melihat Ali dan teman-temannya yang lain latihan basket. Hari ini SMA Loyal Star-SMA Alin sekolah sekarang- sedang mengadakan sparing basket dengan SMA Garuda.
"Aliinnn," panggil Vidya dari jauh sambil melam-lambaikan tangan mengajaknya untuk mendekat ke pinggir lapangan.
Alin melangkah dengan malas. Itu artinya ia setuju menunggu Ali dan pulang bersamanya. Padahal tadi niatnya ia mau langsung pulang saja.
"Kenapa?" tanya Alin malas saat dia sudah berdiri di pinggir lapangan. Ia berada di area khusus pemain dan orang yang diizinkan dekat dengan area itu karena bisa dilihat pinggir lapangan yang sedang ia tempati ini tidak ada fans-fans Ali, Aan, dan yang lainnya. Hanya ada Vidya-selaku manajer basket-, Rommy, dan pemain cadangan baik dari SMA Loyal Star maupun SMA Garuda. Dari jauh ia bisa melihat pandangan iri orang-orang karena dirinya bisa masuk ke area khusus ini.
"Loh, bukannya lo mau ikutan nontonin Ali main?" tanya Vidya dengan dahi berkerut. Ia bingung kenapa Alin sangat cuek sejak Ali mengumumkan kalo dirinya adalah pacar Ali.
"Males dah! Kan lo tau sendiri gue ga pernah bilang IYA buat jadi pacarnya," jelas Alin sambil menekankan kata 'IYA'. "Dan..." Ia membenarkan letak kacamatanya yang agak melorot. "...gue males jadi pusat perhatian. Disini terlalu sepi. Coba deh lo liat mereka-mereka yang ada diseberang sana ngeliat gue iri kek gitu," cerocosnya sebal.
Vidya tertawa melihat ekspresi Alin. Alin menatap Vidya bingung. Ia sama sekali tidak sedang bercanda. "Lo lucu banget," kata Vidya gemas. Ia menarik tangan Alin dan menyuruhnya duduk. "Mending lo nungguin Ali disini sekalian. Kalian mau pulang bareng, kan?"
Alin menatap Vidya curiga. Bagaimana dia bisa tahu?
"Jangan cemburu." Goda Vidya membuat Alin cemberut. "Tadi Ali bilang sendiri kalo dia mau pulang bareng lo. Soalnya tadi ada cewek rese yang maksa minta dianterin pulang sama Ali," jelasnya.
Alin hanya mengangguk tanpa memperdulikan penjelasan Vidya. Toh, ga ada pengaruh buatnya. Ia lebih memilih menonton basket. Mumpung sudah disini, kenapa ia tidak sekalian mencari cowok ganteng dari SMA Garuda.
Ali tampak sibuk merebut bola dari lawan. Sore ini ia terlihat begitu keren dengan balutan seragam basket timnya yang berwarna oranye-putih. Wajahnya yang begitu santai membuat lawan sedikit terganggu konsentrasinya, apalagi saat dia tersenyum. Dan benar, mental lawan langsung down begitu melihat senyuman Ali. Hmm... lawannya yang cowok aja langsung luluh dengan senyuman Ali, apalagi dirinya yang cewek. (eh?)
Bola kini berada ditangan Ali. Ia mendrible bolanya menuju ring lawan, namun ia dibayang-bayangi oleh grup lawan dari jauh. Di depan sana, pertahanan cukup kuat. Temannya yang lain sendiri sudah dijaga oleh lawan sehingga sulit baginya untuk mengoper bola. Ali harus memutuskan untuk melempar bola tersebut dari luar garis three point atau ia akan kehabisan waktu dan kena pelanggaran. Dengan mengambil segala resiko, ia memutuskan untuk melempar bola dari luar garis.
Dan... Brukk...
Bola meluncur mulus masuk kedalam ring, kemudian disusul suara pluit panjang tanda permainan sudah berakhir. Timnya Ali langsung berhigh-five ria sambil menyalami tim lawan. Sepertinya tim Ali menang. Alin masih memandangi Ali dengan terkesima. Baginya Ali terlihat sangat keren saat ia melakukan three point tadi. Ia sendiri refleks melakukan stand applause saat Ali berhasil memasukkan bola tersebut.
Ali berlari menghampiri Alin yang ada di pinggir lapangan. "Jadi, sekarang lo udah mulai tertarik sama gue?" tanya Ali saat ia melihat Alin masih menatapnya dengan kagum. Alin yang menyadari itu langsung membuang mukanya. Ia terlalu malu karena ketahuan menatap Ali dengan kagum.
"G-gueee... Gue cuman suka liat lo pas masukkin bola tadi, kok!" Jawab Alin setengah jujur. Ia tidak berani bilang terang-terangan kalo ia emang udah mulai tertarik sama Ali. Gengsi, coy!
Ali terkekeh. "Gue tau kok, gue emang keren," katanya narsis. Alin membuat ekspresi ingin muntah ketika mendengar kata-kata Ali.
"Handuk, dong!" perintah Ali membuat Alin bingung. Ia tidak mengerti maksud Ali. "Tolong ambilin handuk kecil yang ada di tas gue," kata Ali gemas. Alin tersadar dan langsung mengambil handuk di dalam tas, kemudian ia berikan kepada Ali. "Minum," perintah Ali lagi. Dengan patuh Alin mengambil botol minum yang berada disebelah tasnya dan langsung ia berikan ke Ali.
"Cium..."
Alin langsung melongo. Melihat ekspresi Alin yang seperti itu Ali tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
"Gue bercanda, kok!" kata Ali. Alin langsung mengerucutkan bibirnya.
"Becandanya ga lucu," kata Alin sebal.
Ali menatap Alin intens. Ia berjalan perlahan mendekati Alin. Alin merasa aneh, ia juga perlahan mundur kebelakang. Namun ia mentok di bangku yang ada di pinggir lapangan. Tanpa sadar ia menahan nafasnya saat ia dan Ali hanya berjarak kurang dari 10 cm. Ia mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Ali karena tinggi Alin hanya sebatas pundaknya Ali.
"Ternyata lo itu pendek ya."
Alin langsung menghadiahinya tendangan di tulang kering. Ali menjerit kesakitan, tapi ia tidak peduli. Ia langsung mengambil tasnya dan melengos pergi.
"Yak, Lin. Tungguin gue." Teriakan Ali tidak ia hiraukan sama sekali. Ia semakin mempercepat jalannya ke gerbang sekolah tanpa menoleh ke belakang.
***
�~y
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Rain(bow)
Teen Fiction[Revisi cerita setelah selesai] Hujan bisa menciptakan kenangan untuk semua orang Manis, pahit, tangis, tawa Hujan bisa membuat kita teringat Akan semua kenangan yang pernah terjadi Seolah-olah mengulang kembali momen-momen dikala itu Rind...