BAB 30

373 22 0
                                    


Dear my reader(s). Sorry for the latepost my story.

But, thank you for 9K viewer(s) and 1K Voter(s). I'm so happy when I see this.

So, let's read my next story. Check it out!

***

Jika punggung itu pun tak bisa kuraih. Bagaimana bisa kudapatkan hatinya?

***

Tak ada yang berubah di semester baru ini. Langit biru yang tampak cerah, awan putih yang selalu berarak di atas bumi, pohon-pohon yang selalu terlihat kokoh dalam pendiriannya, serta angin yang menerbangkan debu-debu halus. Namun, Alin tampak berbeda dari sudut pandang Ali. Ia lebih pendiam dari biasanya dan selalu terlihat menyendiri. Jika dalam satu minggu ini Alin selalu duduk di taman belakang sekolah sambil melihat awan, Ali justru selalu berdiri di belakangnya sambil terus mengawasi gadis itu.

Seperti saat ini. Berulang kali Vidya dan Kesya mengajaknya makan siang di kantin, tapi ia selalu menolak dan lebih memilih makan di taman belakang sekolah yang selalu sepi karena letaknya jauh dari ruang kelas sambil menyantap makan siang yang ia bawa dari rumah.

Ali terus menatapnya dari belakang punggungnya, ragu untuk menghampirinya atau tidak. Betapa punggung itu nampak kuat, namun sebenarnya lemah. Namun, kali ini ia memutuskan untuk mendekat.

Masih dengan langkah ragu, Ali berjalan mendekatinya. Sedikit lagi. Sedikit lagi ia bisa menyentuhnya...

"A-li?" pekik Alin kaget begitu menyadari ada orang lain selain dirinya di tempat ini. Cepat-cepat ia berdiri dan memberi jarak.

"Alin..."

"Ada apa?" tanya Alin cepat sebelum Ali mengintrogasinya. "Kenapa kamu kesini?"

"Kamu kok sendirian disini?" tanya Ali tak menjawab pertanyaan Alin.

Ia mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Alin, tapi gadis itu lebih dulu mundur.

"Maaf..."

"Maaf..."

"Aku tidak..."

"Aku tidak suka disentuh."

"Kamu masih sama," kata Ali sambil tersenyum getir. Sedangkan Alin hanya memandang Ali tak mengerti. Ia belum menyelesaikan kalimatnya, tetapi lelaki itu tampak mengerti.

Alin ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat wajah kecewa dan terluka Ali membuatnya mengurungkan niatnya. Ia berbalik, kemudian pergi tanpa pamit meninggalkan Ali sendirian masih terdiam.

***

Alin menatap sedih langit yang sejak tadi menurunkan butiran air dengan derasnya. Sejak kemarin langit tidak henti-hentinya terlihat mendung dan menurunkan hujan. Bahkan hujan terlihat awet sehingga menjebak Alin di lingkungan sekolah. Ia pulang menggunakan angkutan umum karena supirnya sedang libur, sedangkan ia selalu lupa membawa payung padahal ia tahu sekarang musim hujan. Ia terus saja menggerutu sambil sesekali melihat jam.

"Jangan kebanyakan ngeluh! Hujan itu berkah tau."

Alin menoleh ke samping kanan dan melihat Alan menatapnya intens sambil tersenyum.

"Kamu bisa bayangin ga kalo hujan ga pernah turun? Kebayang ga gimana kita hidup seperti di padang Sahara? Kering dan gersang. Harusnya kamu bersyukur hujan turun, jadi orang-orang ga perlu repot-repot nyiram tanaman," celoteh Alan.

Seketika tawa gadis itu pecah. Alan menatap Alin kagum melihat pemandangan langkah itu. Jarang-jarang gadis itu bisa tertawa lepas. Apalagi tadi wajahnya murung. Ini kesekian kalinya ia ingin berterima kasih pada hujan karena kembali menciptakan kenangan diantara mereka berdua.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang