Part 3

201 16 0
                                    

London, 1982

Remaja laki-laki itu berjalan ke luar rumahnya menuju kotak surat. Keadaannya masih berantakan, tapi sudah keluar rumah. Dasi sekolahnya belum dipasang dengan rapih, kancing kemeja juga belum dipasang semuanya, bahkan dia belum mengenakan ikat pinggang. Rambutnya masih berantakan, sama sekali belum ia sisir.

Setelah mendapat berberapa amplop dan sebuah koran dari kotak surat, laki-laki itu kembali ke dalam rumahnya. Dia meletakkan semua yang ia bawa ditangannya diatas meja makan, tepatnya dia hadapan ayahnya yang sedang sarapan.

Tanpa sepatah kata, laki-laki itu berjalan ke depan cermin oval di ruang keluarga untuk memasang dasi dan membetulkan pakaiannya. Dia mengancingkan kemejanya yang belum dikancingkan, mengenakan ikat pinggang dan sebuah arloji. Dan tentu saja tidak lupa menyisir rambutnya yang masih berantakan.

"Leo! Habiskan sarapanmu!" panggil si ibu yang sudah duduk bersama ayah dimeja makan.

Leo kembali memastikan bahwa pakaiannya sudah rapih dan rambutnya sudah disisir dengan benar. Dia berjalan kembali ke meja makan. Melihat ayah sudah menghabiskan sarapannya dan kini sedang membaca koran sambil minum kopi. Begitu pula dengan ibu yang kini sedang membereskan piring ayah yang sudah kosong.

"Ceritakan soal sekolah barumu, Leo!" pinta ayah saat Leo sedang mengiris roti bakar yang menjadi sarapan paginya.

"XOXO adalah sekolah terbaik. Walaupun terletak ditempat terpencil, tapi hanya orang-orang terpilih saja yang bisa masuk kesana. Aku mendapat beasiswa kesana berberapa minggu yang lalu," jelas Leo sambil memakan sarapannya.

"Asrama, kan?" tanya ayah.

Leo mengangguk cepat. Dia tidak mau bersusah payah membuka mulutnya yang penuh dengan roti panggang dengan selai stroberi. Dia tampak menikmati sarapannya. Dia bahkan lebih memilih memakai garpu dan pisau ketimbang memakan langsung dengan tangannya. Segelas susu segar menjadi teman roti panggangnya.

"Kau akan baik-baik saja disana, bukan?" tanya ayah seperti cemas.

"Dia sudah cukup besar untuk menjaga dirinya sendiri," celetuk ibu saraya membereskan piring dan gelas yang sudah kosong dari atas meja dan mambawanya ke dapur.

Leo hanya tersenyum sambil terus melanjutkan makan paginya. Dia adalah anak tunggal dan sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Leo juga termasuk anak yang pintar. Dia tidak pernah mengecewakan orangtuanya soal nilai-nilai di sekolah.

"Ya, seperti ayah bisa melepaskan putra ayah satu-satunya ini untuk pergi ke sekolah yang katanya terbaik itu," ujar ayah. "Asalkan kau tidak lupa untuk pulang saat Natal dan Paskah."

"Jangan lupa kirim surat!" tambah ibu.

"Aku akan kirim surat setiap minggu kalau perlu," kata Leo dengan sedikit gurauan.

Hari ini adalah hari dimana Leo akan pindah, bukan hanya sekolah tapi juga kota dan rumah—setidaknya. Beasiswa yang didapatnya berberapa minggu lalu membuatnya bisa ke XOXO—singkatan untuk Xavier. Oxvander. Xater. Ozy—Academy yang letaknya disebuah wilayah dipinggir kota London, Franswood. Mungkin akan sulit menjadi anak baru di sekolah baru, apalagi sekolah itu adalah sekolah asrama. Leo butuh adaptasi ekstra untuk itu.


-----

hay hayyyy... kayak nya nanti chap nya bakalan banyak karna kalau versi aslinya 15 chapt dan satu chapt nya 3000 kata okeeee

jangan lupa vote, share, dan comment

BEAUTY & BEASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang