Part 31

7 0 0
                                    

****

Fleur dan Leo duduk saling berhadapan. Membuang waktu mereka hanya dengan duduk dan menunggu sampai gerhana bulan yang akan terjadi malam ini. Tak sepatah katapun terucap dari mulut mereka berdua.

Suasana makin terasa tidak nyaman. Salah satu dari mereka harus ada yang mulai mencairkan suasana yang awkward ini.

"So..." Kata Fleur. "Gadis bernama Amelia itu vampire?"

"Setengah vampire," kata Leo mempertegas.

"What's so different? Vampire ataupun setengah vampire itu sama saja. Sama sama makhluk jahat–"

"Amy bukan makhluk jahat!" Bantah Leo.

"Oh yeah? Bukan kah kau juga pernah berpikir seperti itu? Kau sendiri yang bilang kalau kau membencinya sampai dia mati karena dia itu vampire, kan."

Leo seketika diam. Matanya enggan menatap Fleur saat dia berpikir bahwa apa yang dikatakan Fleur memalah benar. Memang benar dia pernah menyangka Amy adalah makhluk jahat hingga kematian menjemput gadis itu. Lagi-lagi rasa menyesal menghantui Leo untuk kesekian kalinya.

"Sudahlah! Berhenti menyesali apa yang sudah terjadi. Tidak ada gunanya," ucap Fleur memalingkan pandangannya cepat seraya berdiri dan melangkan kakinya pergi.

"Apa kau tidak pernah menyesal?" Tanya Leo.

"Sorry?" Kata Fleur bertingkah seolah dia tidak dengar perkataan Leo barusan.

"Pebuatan yang kau lakukan dulu hingga efeknya abadi hingga sekarang. Apa kau tidak pernah menyesal? Kau yang menyebabkan kita semua terlibat masalah seperti ini–" kata Leo.

"Aku sudah hidup dalam penyesalan selama berpuluh-puluh tahun!" ucap Fleur tegas.

"Penyesalan, kesedihan, kesengsaraan. Semua itu sudah pernah ku alami. Kau tidak tahu rasanya hidup berpuluh-puluh tahun dalam penderitaan tak berujung. Kau baru berumur 17 tahun dengan Mortem di dalam jiwamu yang baru merasakan dampaknya selama berberapa bulan terakhir dan 2 minggu penyesalan atas kematian pacar vampiremu. Kau..." Kedua mata Fleur yang berwarna hijau seketika berkaca-kaca, terbendung air mata yang siap mengalir dari kedua mata indah itu. "...belum mengerti rasanya jadi aku."

Argumen ini membuat Fleur menangis. Ini pertama kalinya dia menangis sejak berpuluh-puluh tahun ia hidup. Dia sudah merasakan banyak penderitaan. Sekuat apapun dia, dia tetap saja mempunyai titik kelemahan yang membuatnya tidak sanggup menahan semua beban yang ia rasakan. Ia duduk dengan tangan yang menutupi wajahnya yang menangis.

"Kau... tidak tahu rasanya saat... keluargamu hancur akibat keegoisanmu sendiri. Kau juga... tidak tahu sebesar apa penyesalanku karena aku penyebab kaumku sendiri musnah.. Semua ini memang salahku! HUAAAAAH"

Leo terpaku diam melihat seorang perempuan menangis keras didepannya. Kelemahan setiap laki-laki adalah melihat seorang gadis menangis. Leo bahkan tidak tahu harus berbuat apa supata Fleur berhenti menangis dan bisa lebih tenang.

"Bukankah kau sendiri yang bilang, menyesali apa yang sudah terjadi itu tidak ada gunanya?"

Tangis Fleur seketika meredam. Dia menaikan kepalanya dan memandang wajah Leo yang baru saja berbicara padanya. Wajahnya terlihat memerah akibat menangis dan air matanya sudah membasahi hampir 75% bagian wajahnya.

"Ayolah! Kau sudah hebat karena bisa bertahan selama berpuluh-puluh tahun. Jangan hancurkan rekormu itu." Leo tersenyum supaya Fleur bisa lebih tenang. Dia mencoba mengerti perasaan Fleur selama ini. "Maaf soal perkataanku tadi."

Fleur melompat, menyambar tubuh Leo dan memeluknya erat. Dia kembali menangis namun tidak sekencang tadi dan Leo sendiri membiarkan jelmaan lain seekor Mortem itu menangis di pundaknya. Fleur terus menangis, mengeluarkan semua kesedihan yang sudah lama dia pendam.

BEAUTY & BEASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang