Kamis, 13 Juni 2013

298 21 21
                                    

Aku mengerti, hadirmu mungkin penuh ketulusan.
Aku mengerti, dewasamu mungkin turut dewasakanku.
Aku mengerti, sabarmu mungkin hanyutkanku.

Tapi...

Maaf, hadirmu belum mampu alihkan sinarnya.
Maaf, dewasamu belum mampu kalahkan kekanakannya.
Maaf, sabarmu belum mampu kalahkan egonya.

Aku tahu, segala tentangmu akan bertentangan dengan berbagai hal tentangnya.

Ketika hadirmu menemaniku, hilangnya dia justru terbersit indah dalam ingatanku.
Ketika dewasamu menenangkanku, kekanakannya memaksaku jadi dewasa.
Ketika sabarmu menghanyutkanku, egonya mengajarkanku makna kesabaran yang lain.

Setiap ketulusan yang kau berikan untukku, hanya akan membuatku belajar mencintainya juga dengan tulus.
Setiap kebaikan yang kau berikan untukku, hanya akan membuatku terus memberikan kebaikan yang sama untuknya.

Beribu maaf, aku mencintai hadirnya dalam setiap waktu hilangnya.
Beribu maaf, aku mencintai dewasanya dengan segala kekanakannya.
Beribu maaf, aku mencintai sabarnya yang tergambar dalam egonya.

Maaf, aku tahu aku akan terluka bersamanya.
Tapi dia bilang, cinta itu pengorbanan.
Jika luka ini adalah pengorbanan terbesarku...
Aku rela terus terluka untuk bersamanya.
Aku rela terus terluka untuk mencintainya.

Jika mengenalku hanya menggores luka bagimu, anggaplah kita tak pernah saling mengenal.
Jika kenangan tentangku hanya menyayatmu, lupakan saja semua tentangku.

Maafkan egoku, maafkan hatiku.

13 Juni 2013
19.53

****

Untuk kamu, pria yang rela menahan kantuk demi menemaniku.

Dan dia, lelakiku yang berulang kali membuatku menunggu dan meneteskan airmata.

Surat Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang