Senin, 29 Mei 2017

73 9 0
                                    

Bayang sosokmu kembali hadir rasuki mimpiku. Apa maumu sebenarnya? Ah, mungkin memang aku saja yang terlalu merindukanmu.

Sudah berapa kali aku menemukanmu jadi bunga tidurku? Sudah tak terhitung lagi olehku. Terkadang aku bahkan tak ingin bangun dengan terburu, aku ingin menikmati setiap detik pertemuan denganmu dalam dunia tak nyata itu.

Aku rindu. Mungkin. Tapi rindu untuk apa? Karena apa? Tak ada yang istimewa terjadi antara kita. Tak ada ikatan yang terjalin antara kita. Ha, kita? Aku dan kamu maksudku. Tak pernah ada kita, bukan?

Aku menyimpanmu, selalu, jadi bagian kecil dari masa lalu yang kerap kurindukan. Kamu, ah, sudahlah, aku tahu bagaimana hatimu, sepertinya. Tak pernah ada kesempatan bagiku mengisi ruang di hatimu, bahkan walau sekejap saja, tampaknya.

Dulu, saat itu, saat sosokmu masih bisa tertangkap lensa mataku setiap harinya, dirimu bagai memancarkan pesona tersendiri. Tak ada yang lebih menggemuruhkan hatiku saat itu, kecuali mengagumimu, memandangimu. Aku terhipnotis olehmu, tapi kamu tak pernah tahu itu.

Kamu, si anak lelaki nakal, si anak lelaki tampan, si anak lelaki pintar, si anak lelaki yang kerap dipanggil 'Bule', aku pernah berharap memilikimu, dulu.

Bertahun sudah berlalu, aku tak berniat mengingat apa pun lagi yang sudah terlewati begitu jauh. Namun, sosokmu tiba-tiba saja hiasi mimpiku, bukan hanya sekali, tidak juga dua kali, lebih dari tiga kali berturut, kemudian semakin sering muncul selanjutnya. Untuk apa? Karena apa?

Adakah secuil rindu di hatimu untukku hingga sosokmu memanggilku untuk memimpikanmu? Ataukah lubuk hatiku yang merindukanmu tanpa kusadari?

Kamu, buatku gila akan rasa penasaran yang begitu besar. Seperti apa kamu hari ini? Siapa pasanganmu saat ini? Bagaimana hidupmu hari ini?

Rasa penasaran itu membawaku mengunjungi salah satu akun sosial mediamu, yang telah lama sepertinya tak kamu jamah. Unggahan terakhirmu, lebih dari satu tahun lalu. Kamu, tak banyak berubah. Kecuali kulitmu yang tak lagi layak disebut 'Bule'. Kecuali juga rambutmu yang kini --di masa foto itu kamu ambil-- panjangnya mengalahkan rambutku. Sisanya, masih sama. Senyummu pun begitu sama seperti dalam ingatanku.

Kamu tak lagi di sini. Kakimu tak lagi berpijak di kota yang sama denganku. Kamu tak lagi menghirup polusi yang sama denganku. Untuk apa kamu pergi begitu jauh? Kini, kamu bahagia tampaknya dengan kebebasanmu di pedalaman itu. Kupikir, kamu akan menjadi dokter sama seperti ayahmu.

Apa pun yang kamu lakukan, kuharap kamu bahagia. Apa pun yang kamu inginkan, kuharap semua segera tercapai. Apa pun yang kamu rindukan, kuharap ada sedikit ruang untuk diriku di sana.

Aku merindukanmu. Aku bahagia bertemu dengan sosok masa lalu-mu lewat mimpiku. Seringlah hadir, Bule, aku menunggu.

Surat Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang