Hanya dengan mencintaimu, mampu membuatku merasa lebih kuat. Ya, cinta kita memang tak seperti cinta yang lainnya. Mereka bilang, cinta kita tidaklah nyata.
Terkadang memang terasa hanya ilusi belaka. Seperti mimpi indah yang membuatku berharap tak akan pernah terbangun lagi. Namun, aku tahu, aku sadar sepenuhnya kalau cintaku ini nyata adanya. Bagaimana denganmu? Adakah aku benar nyata di hatimu?
Membayangkan bila harus kehilanganmu, menggores luka yang mendalam bagiku. Luka itu terasa lebih menyakitkan, bahkan jika dibandingkan dengan luka yang benar pernah engkau goreskan.
Luka itu masih mengalirkan darahnya. Dengan tetap bersamamu, aku tahu, luka itu tak akan pernah mungkin bisa mengering. Namun, lagi-lagi aku sadar, dengan kehilanganmu, luka itu justru akan kehabisan darahnya dan akhirnya membuatku 'mati'.
Aku ingin memintamu, cintai aku seperti aku mencintaimu. Tetapi aku tahu, sungguh tak pantas aku memintanya. Aku tahu, aku pun pernah menggores luka di hatimu.
Aku tahu, luka itu masih meninggalkan bekas di sana. Meski setiap goresan uang kau buat di hatiku meninggalkan bekas indah dalam ingatan, goresan yang kubuat tak pernah terlihat indah di matamu.
Jika dengan tetap mencintainya mampu buatmu kuat seperti ketika aku mencintaimu, ingin aku katakan 'maka cintailah dia'. Tetapi, bibir ini hanya diam. Butiran embun mengalir tak tertahan dari kedua mataku. Tidak, tak pernah, dan mungkin tak akan pernah sanggup aku mengatakannya.
Egokah aku bila kukatakan 'ajari aku agar bisa membuatmu kuat seperti yang dia lakukan'. Tidak, embun ini semakin deras mengalir. Aku hanya bisa terdiam.
Diamku bukan berarti merelakanmu. Diamku bukan berarti menyerah akan cintaku. Dalam diam, aku terus berdoa.
Tuhan, bahagiakan selalu orang yang membuat butiran embun ini mengalir indah. Tuhan, kuatkan hatiku untuk tetap bertahan mencintainya. Tuhan, jika aki bisa menjadi mimpi indahnya, izinkan dia merasakan cinta ini. Izinkan dia melihatku walau hanya di sela lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Tanpa Nama
Non-FictionAkankah kelak kau baca suratku? Mungkin aku terlalu banyak berharap. Bukankah sudahku katakan, kamu yang ku maksud mungkin bukanlah kamu. Aku yang kau kira, tak pasti adalah aku.