Kamis, 18 Agustus 2016

257 14 16
                                    

Hai, kamu, diriku di masa depan. Perlu kamu ingat, hari ini, satu hari setelah peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-71. Jam digital di layar ponselmu menampilkan angka 21.48. Sudah cukup malam, bukan? Kantuk memang mulai menyergapmu. Namun kamu memilih terjaga dan memainkan jemarimu pada layar 5 inci ini.

Kamu harus tahu, malam ini kamu tak kesepian, tentunya. Seorang lelaki tampan yang namanya tak pernah luput dari doa-mu, sudah tertidur pulas di sampingmu. Rambutnya semerbak mewangi. Bulu matanya yang lentik terlihat semakin indah menghiasi matanya yang terpejam. Bibir merah tanpa pemulas miliknya terlihat begitu merona. Hidungnya memang tak mancung, tapi cukup untuk melengkapi wajah sempurnanya di matamu. Tak ada lelaki sesempurna dia, bukan? Setidaknya tidak ada untuk saat ini bagimu.

Kamu tahu, dia bukan jodohmu. Tak akan pernah jadi jodohmu. Tak akan mungkin jadi jodohmu. Seberapa besar pun kamu mencintainya, dia tak bisa jadi milikmu. Kelak nanti, entah kapan, kamu tahu pasti dia akan pergi.

Kamu cukup tahu diri untuk mengerti, dia tak akan selamanya bisa bersamamu. Akan datang waktu dimana dia mungkin akan belajar membencimu. Akan datang waktu dimana dia mungkin akan berharap tak mengenalmu. Tapi kamu, dengan segenap cinta yang memenuhi hatimu, yang kamu tahu tak akan pernah pudar, terus saja berdoa untuk bahagianya. Meski dalam bahagianya kelak, kamu tak lagi ada.

Kamu terus memohon pada Sang Pemilik Alam agar kamu mampu mengenangnya. Agar segala kisah yang kamu dan dia ukir tak akan pernah hilang terhapus masa. Agar kelak jika kamu tak lagi mampu menjaganya, akan datang wanita lain yang bisa melindunginya lebih baik dari kamu. Agar kelak jika dia merasa tak dicintai, akan hadir cinta lain yang mampu membungakan hatinya, lebih dari cintamu.

Namun kamu cukup dewasa untuk mengerti bukan, tak akan mungkin ada yang bisa mencintainya lebih dari kamu. Tak akan ada manusia lain yang akan rela berkorban untuknya lebih dari pengorbananmu. Tak akan ada manusia lain yang akan mengaguminya lebih dari kekagumanmu. Tak akan ada manusia lain yang tak mungkin membencinya selain kamu.

Kamu yang selalu ada di sisinya. Kamu yang rela terluka karenanya. Kamu yang turut menangis karena air matanya. Kamu yang bahagia hanya dengan senyumnya. Kamu yang selalu memanggilnya pujaanmu. Kamu yang mengharapkan kedamaiannya di atas kedamaian hidupmu.

Lelaki pujaanmu masih terlelap dalam tidurnya, meski kini kamu mulai terisak menatap punggungnya. Dia tak menghiraukan air matamu. Mungkin dia terlalu terlena oleh godaan alam mimpi. Kamu cium perlahan ubun-nya. Kamu hirup dalam-dalam aroma tubuhnya, yang kamu harap tak akan pernah berubah, yang kamu harap akan mampu selalu kamu kenang.

Hai, kamu, diriku di masa depan. Bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar lelaki pujaanmu? Pujaanku. Pujaan kita, selalu. Kamu tak mungkin berhenti memujanya bukan? Mustahil dia bisa tergeser dari singgasana nomor satu di hatimu. Masihkah dia selalu terlelap di sisimu? Masihkan dia sering jatuh ke alam mimpi sambil menaruh kepalanya di atas perutmu? Masihkah dia suka menelusupkan kepalanya di antara dadamu? Masihkah... masihkah... ah, air mataku semakin sulit kubendung.

Aku terlalu takut kehilangannya, kamu tahu. Aku takut jika kelak bukan aku lagi yang dicarinya kala terluka. Aku takut jika kelak bukan aku lagi alasannya tertawa. Aku takut jika kelak bukan aku lagi yang diharapkannya saat membuka mata.

Hai, kamu, diriku di masa depan. Jika memang dia tak lagi mengistimewakanmu seperti hari ini, kamu harus mengingat janjimu. Kamulah yang akan selalu jatuh lebih dulu untuk melindunginya dari terluka. Kamulah yang akan menangis lebih keras saat dia mulai meneteskan air mata. Tak peduli bagaimana kamu di matanya kelak, dia akan selalu sama di matamu. Dia akan selalu jadi lelakimu. Dia akan selalu jadi si nomor satu di hatimu. Dia akan selalu jadi yang pertama dan utama di hidupmu.

Surat Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang