Tahun 2016.
Kantin, Fakultas Seni.Kiran memandangi segala arah, berharap matanya menemukan sosok Karan lagi. Tapi ternyata tidak, mungkin Karan tidak suka ke kantin atau belum takdir untuk bertemu lagi. Entahlah. Kiran menyantap indomie nya dengan sedikit tergesa-gesa, sedangkan Gin menatap Kiran mupeng sejak tadi. Saat tatapan Gin ditangkap oleh Kiran, Gin nyengir kuda.
"Mbak, pesen indomie satu lagi ya." Serunya pada mbak kantin yang kemudian mengangguk.
Sera menutup aplikasi ipadnya, ikut memandangi Gin. "Katanya mau diet?"
"Hihi. Gak jadi. Ngiler aing." Ujarnya membuat Sera mengernyitkan dahi. "Bahasa sunda, artinya saya." Tambah Gin tau kalau Sera tidak mengerti bahasanya.
"Ora paham." Celetuk Sera sembari meneruskan menyantap nasi gorengnya. Sedangkan Kiran meneruskan aksi makan kilatnya.
"Gue toilet dulu ya." Pamit Kiran akhirnya langsung ngacir pergi setelah menyudahi acara makannya.
Toilet. Gedung C.
Kiran membenarkan ujung rambutnya yang sedikit berantakan. Disisirnya rambut itu dengan jemari tangannya sesaat akhirnya seorang perempuan datang, seperti dejavu. Kiran menatap cewek berperawakan tinggi itu dari kaca. Menjelajahi detail lekuk wajahnya yang mirip dengan seseorang. Tapi entah siapa, Kiran juga sudah lupa dengan lekuk wajah macam itu.
Saat Kiran ingin menyudahi acara mengacanya, cewek itu rupanya ikut beranjak pergi.
"Hai, Ne." Sapa seorang cowok persis didepan toilet cewek. Cowok kemarin, salah satu cowok dari beberapa cowok yang keluar dari toilet yang Kiran tidak sengaja bertemu.
Kiran menaikkan alisnya, merasa ada yang janggal karena cewek tadi merasa sedikit terintimidasi dengan tatapan cowok itu, sebut saja cowok A biar tidak bingung. Kiran berjalan terus, tidak mau ikut campur. Tapi sebelum itu dia mendengar hentakan keras dari dalam toilet cowok. Ah, suara cowok misterius kemarin. Mereka berantem lagi? Entahlah, hal aneh terjadi begitu saja saat Kiran memilih untuk tidak meneruskan jalannya. Dia mempertebal telinga, saat akhirnya cewek tadi diseret masuk kedalam toilet cowok! Gila!
"Lepasin ih." Cewek itu meronta, tapi cowok A langsung sigap mendekap tubuh cewek itu hingga terdiam. Kiran maju selangkah, dia ingin menolong, tapi dia juga takut. Takut kalau dia akan berurusan dengan senior dan semacamnya yang akan membuatnya terlibat.
Jakun cowok A naik turun, berhasil membawa cewek tadi masuk. Sesaat akhirnya cewek itu berhasil keluar dari dalam toilet dan pergi dengan tangisannya. Kiran kembali mempertebal pendengaran, bisa saja dia melaporkan ke direktur atas tindakan cowok tadi karena memaksa cewek masuk kedalam toilet cowok. Tapi Kiran tentu tidak senekat itu.
"Awas aja lo sampe deketin dia lagi! Mati lo ditangan kita."
"Brengsek!"
"Anjing lo."
Kiran menggidik ngeri, tubuhnya dipalingkan kesemua arah karena beberapa cowok tadi keluar. Kecuali, cowok misterius itu yang lagi-lagi menguras pikiran Kiran untuk kepo. Cowok didalam sana tidak keluar juga, padahal Kiran sengaja berdiri agak lama karena ingin melihat sosok itu yang pastinya babak belur.
Arlojinya dilihat lagi, 15 menit lagi Kiran akan masuk kelas dan iphonenya sejak tadi sudah bergetar menandakan notif line masuk, dari Gin yang cerewetnya gak ketulungan macam ibu-ibu. Kiran buru-buru memasukkan iphone kesaku celana sebelum akhirnya sosok misterius yang disebut Kiran tadi keluar dari persembunyian.
"Karan!!..Eh." Kiran langsung menutup mulutnya rapat-rapat saat penglihatannya benar-benar melihat Karan dengan wajah gasruknya. ASTAGA! Wajah gasruk yang sama saat dia berbincang dengan Karan di bus. Jadi sosok misterius itu dia? Karan. Hah! Yang benar saja. Lalu apa hubungannya dengan cewek tadi?
Karan tidak menjawab, dia hanya memencet luka diujung bibirnya yang sedikit berdarah kemudian pergi. Meninggalkan Kiran yang cengoh karena sapaannya tidak dihiraukan. Bukan perempuan jika keponya belum tuntas dan terjawab. Semerta-merta Kiran mengikuti langkah kaki Karan yang sesekali menoleh kearahnya. Matanya terus memandangi punggung itu. Berjalan menelurusi beberapa kelas, melewati akademik, bahkan melewati ruangan direktur yang dipandangnya sebentar kemudian pergi lagi.
Karan kini melangkahkan kakinya menaiki tangga, terus menaiki tangga hingga menuju kelantai paling atas dilantai 3 gedung C, tanpa atap. Kiran ragu saat Karan memijakkan kakinya keluar atap, cewek itu diam sejenak kemudian ikut melangkah keluar. Sinar matahari siang mulai menyengat panas, tapi tertolong karena kerindangan yang diberi oleh beberapa pepohonan besar dibagian depan gedung sehingga membuat anginnya tetap sejuk.
"Kenapa ikutin saya?" Tanya Karan akhirnya membuat Kiran menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa dia mengikuti Karan sampai sejauh ini. Karan tidak menengok kearah Kiran, cowok itu hanya terus memandang bagian kosong didepannya dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
Hening. Kiran tidak menjawab pertanyaan itu, sebelum akhirnya Karan menoleh dengan tatapan penuh kernyitan didahinya. Dahi yang tergores ulang, plesternya sedikit robek. Kiran memandangi lekat, dirogohnya saku celananya dan mengambil plaster coklat dari sana. Kiran mengulurkan tangan, untuk yang kedua kalinya dia menyodori hansaplas untuk luka didahi Karan.
Karan kembali mengernyit, tubuhnya terdorong untuk mendekat kearah Kiran. Tangannya mengambil plester itu, kemudian sebelum membuka plesternya dia memandangi Kiran mulai dari ujung rambut sampai kekaki.
"Kenapa ikutin saya?" Tanya Karan lagi mengulang pertanyaan sebelumnya. Sedangkan Kiran hanya memainkan bibirnya tanda bingung harus menjawab apa.
"Em.." Kaki Kiran dihentakkan, kemeja oranye-nya sedikit diplintir. "Eng.." Kiran gugup. Dan lebih gugup lagi saat Karan menyodorkan kembali plesternya kepada Kiran, minta dipasangkan didahinya. Awalnya Kiran menolak, sampai akhirnya dia mengangguk tanpa sadar.
Kiran melihat sedetik plester itu. Detik berikutnya Kiran jinjit, mencoba menyamakan tinggi dengan Karan. Tangannya dengan sigap mengambil bekas plester yang menempel kemudian menggantinya dengan yang baru. Disaat seperti itulah hati Kiran berdesir hebat, jemarinya seakan bergetar karena tidak menyangka akan sedekat ini bersama Karan. Sedangkan Karan sendiri mematung. Deruan nafas keduanya saling beradu, sesaat akhirnya Kiran mundur selangkah.
"Thanks, but are you oke." Ucap Karan karena melihat ekspresi Kiran yang mendadak berubah jadi aneh.
"I am oke." Jawabnya singkat kemudian membalikkan badan, hendak pergi.
"Apa kita pernah bertemu?"
DEG.
Kiran menghentikan langkahnya. Sesuatu yang lama kini muncul dalam benaknya. Kiran ingin sekali jujur saat ini. Jujur bahwa dirinya dan Karan dulu adalah teman dekat, ah, mungkin bukan hanya sekedar teman dekat, tapi lebih. Entahlah, Kiran kali ini benar-benar bleng.
Sosok misterius itu kamu. Lalu cewek itu siapa? apa aku berhak resah dan mempertanyakan hal ini? Ataukah aku harus jujur saja, bahwa aku adalah Kiran. Kiran-mu dulu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, KARAN [COMPLETE]
RomanceDua manusia dimasa kecil yang sama. Dan dipertemukan secara tidak sengaja didunia perkuliahan. Pertemuan pertama dengan insiden. Pertemuan selanjutnya dengan misterius. Manusia berjenis laki-laki yang lupa. Manusia berjenis perempuan yang masih inga...