#27 - Q'Time Haikal-Kiran

4.7K 334 0
                                    

Tahun 2016.
Stay, Cafe Roger.

Haikal menelan ludahnya berkali-kali, dia nampak berfikir keras. Bagaimana bisa orang yang sama sekali tidak mirip dengan Jino maupun Ine bisa menjadi adiknya, Karan. Dan Haikal sendiri tidak pernah melihat Karan di rumah Ine. Padahal Bram dulu suka sekali mengajaknya ke rumah gebetannya yang disebut-sebut sebagai cewek yang sulit didekati itu. Jujur saja, Haikal juga sempat tertarik pada Ine karena kecantikannya membuai sampai ke lubuk hati, tidak bisa dilupakan dalam sekejap mata. 

"Napa dah lo?" Tanya Kiran sambil menyolokkan iphonenya ke charger cafe yang 30 menit lagi bakal tutup. Karan sudah pergi sejak tadi, menyisakan dirinya dan Haikal yang termenung.

"Haikal! Budek lo ya." Bentak Kiran akhirnya membuat Haikal menoleh kearah Kiran sambil berdehem.

"Berisik lo Mel. Eh, Ran." Haikal garuk-garuk kepala. "Anjer gegara nama lo diubah-ubah jadi bingung aing!"

Kiran terkekeh. "Ya sorry. Lagi lo juga aneh, tumben mingkem. Biasanya nyerocos kek burung beo."

"Abisan gue syok, dia adiknya Ine. Kaga ada mirip-miripnya anjir."

"Emang bukan kakak kandungnya kan."

"Lah emang?"

"Iya."

Haikal nampak berfikir kembali, "lo tau Ine gebetannya Bram?"

"Ta...u." Jawab Kiran sambil sok ikut mikir. Bener juga. Bram pernah bilang naksir kakaknya Karan kan. Berarti dia naksir Ine-ine itu. Iya.

"Tau dari?" Haikal menaikkan alis.

"Bram."

"Lah anjir. Lo bukannya sewot mulu kalau ketemu Bram. Kok jadi bisa sampe tau dia naksir siapa sih. Heran gue ama lo dah." Cerocosnya.

Kalau gak gegara kepoin Karan, gue ogah kali ngobrol panjang kali lebar kali tinggi ama tu bocah arab.

Kiran diam, tidak berkomentar masalah Bram.

"Jangan-jangan lo naksir Bram?" Tunjuk Haikal menebak asal. Kepalanya yang tidak berdosa langsung dijitak kasar oleh Kiran sampai dia mengernyit.

"Pala lo. Kaga anjir." Sergah Kiran manyun.

"Biasa aja nyet, gak usah ngeplak juga." Haikal mengelus kepalanya. "Eh balik lagi ke Karan dah. Dia jadi beneran adiknya Ine."

"Iya bawel."

Haikal memajukan kursinya agar wajahnya bisa dekat dengan Kiran yang sekarang lagi neguk air putihnya. "Lo inget gak pas SMA gue pernah bilang gue naksir cewek?"

Kiran agak mikir, lalu gak lama dia ngangguk. Masih tetap menyeruput air putihnya.

"Itu si Ine kakaknya Karan."

"Uhuk-uhuk!" Kiran tersedak tiba-tiba, matanya sampai mau keluar karena melotot. "Mi apa lo?"

"Demi apa Ran. Gak usah alay deh."

Kiran manggut-manggut, dia gak sadar kalau typo ucapan. "Yang lo bilang cinta pertama tai kucing lo itu."

"Anjer. Cinta pertama doang pret, gak pake tai kucing segala." Haikal menoyor kepala Kiran dengan jari telunjuknya. Kiran sendiri nyengir kuda, lalu gak lama dia serius lagi.

"Serah dah. Jadi lo ama Bram rebutan gitu?"

"Kagaklah. Tau diri gue. Bram ganteng gitu aja kaga bisa dapetin Ine, apalagi gue."

Kiran terbahak, "baguslah kalau sadar."

"Tawa lagi, kampret!"

"Sorry. Sorry. Abis lo kocak. Eh, tapinya dunia sempit ya."

Haikal mengangguk, dia setuju parah dengan apa yang dikatakan Kiran. Jadi, Haikal sendiri sudah tau bahwa Karan itu adalah teman kecilnya Kiran yang pernah diceritakan sewaktu SMA. Haikal memang baru tau kalau namanya adalah Karan yang merupakan adik dari Ine yang sama-sama pernah diceritakan pada Kiran tanpa menyebutkan nama. Dan Haikal juga baru tau kalau cerita yang melibatkan dengan kedua orang tua Kiran dan Karan bisa serumit itu.

Haikal dan Kiran sama-sama terdiam. Detik selanjutnya obrolan kembali dilayangkan.

"Lo kenapa gak jujur aja sih sama Karan kalau nama asli lo Kiran." Kata Haikal sambil mengunyah jagung manisnya disendok.

"Biarin aja. Biar dia inget sendiri." Jawab Kiran sedikit mengerucutkan bibir, lama-lama dia sebal juga dengan topik bahasan Haikal.

"Lagian aneh. Kok sampek lupa sama lo sih. Bukannya lo berdua deket banget."

Kiran menaikkan bahunya.

"Bonyok lo tau Karan tapi?"

Kiran mengangguk.

"Dia gak inget juga?"

Kiran menggeleng, bibirnya makin dimonyongkan sambil mendengus.

"Lah kocak tu anak. Perlu di setrum egok palanya biar inget."

Kiran melotot, ingin memukul kepala Haikal lagi namun gagal karena cowok itu memundurkan tubuh kebelakang.

Haikal terkekeh geli, "lo suka sama Karan ya?"

Pertanyaan yang betul-betul tepat. Kiran langsung mengangguk mantap dengan mata berbinar.

"Dia tau?"

"Gila. Ya enggak lah. Gue siapa main kasih tau kalau gue suka ke dia."

"Ya lo Mela kan."

"Eh," Kiran jadi bingung sendiri. "Tapi kan dia gak tau kalau gue Kiran. Ah, bingung gue. Pokoknya dia harus inget dulu siapa gue."

Haikal manggut-manggut.

"Kal, elo sendiri masih suka gak sama Ine?" Tanya Kiran balik membuat Haikal memajukan tubuhnya kembali kedepan.

Haikal memicingkan mata. "Masih.."

"Serius?"

"Masih tau diri gue ngek." Haikal menjitak lagi kepala Kiran.

"Sakit, alay." Kiran mendengus kesal.

"Dia terlalu sempurna buat gue. Keluarganya berada banget, timpang sama abah umi gue. Dia cantik banget, sedangkan gue acak adut. Dia jago banget main piano, gue tau pas SMA dulu gue diajak ke rumahnya sama Bram dan itu nambah kerennya dia. Gue jadi gak ada apa-apanya, sekolah aja dulu gue sering cabut, keahlian juga gak punya."

Ah, Kiran jadi nelangsa dengerin curhatan Haikal yang sepenuhnya memang benar. Dia juga jadi ngerasa minder jika disandingkan dengan Ine yang menurutnya memang benar-benar cantik luar dalam. Gayanya macam Windri, tapi wajahnya jelas sekali gak mirip Windri, mungkin lebih mirip Jino versi cewek. Kiran sendiri belum tau wajah Jino bagaimana.

"Tunggu dah. Lo sering ke rumah tante Windri dong berarti?" Tanya Kiran setelah menyadari setiap bait kata-kata Haikal barusan.

Haikal mengangguk, memasukkan lagi jagungnya kedalam mulut.

"Kok lo gak pernah ngasih tau gue."

"Percuma ngek. Ngasih tau lo sama aja kayak ngasih tau tikus mati. Lo mana pernah kepoin gue sih. Tiap gue cerita, lo cuma jawab iya sama enggak, sama bagus." Cibir Haikal.

"Emang gue gitu?" Kiran menggaruk kepalanya yang benar gatal.

"Bodo amat.."

Kiran ngedumel sendiri, dia mengoceh setengah berbisik sambil mengaduk-aduk minumannya. "Aturan kan lo bilang ke gue. Tau gitu kan gue tau Karan dari pas SMA, jadi lebih lama kenal dan mungkin sekarang dia udah ngeh siapa gue..."

"Hah! Lo ngomong? Suara lo kek spiker mau mati."

"Gak."

"Gak apa?"

"Gak jadi."

"Heleh." Haikal menyentil dahi Kiran. Entah berapa kali ia melakukan itu, yang pasti dia senang malam ini bisa Q-time bersama Kiran.

***

Hai, KARAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang