#12 - Kenyataan lain

4.9K 396 0
                                    

Tahun 2003.
Jember.

Enda menaikkan sedikit baskomnya keatas saat tau seledri yang habis ia cuci tidak sengaja ditutup oleh baskom berisi air. Dengan cepat Windri mengambil seledri itu, dibarengi dengan gelengan kepala yang membuat Enda cengar-cengir. Suasana dapur khas jawa, masak menggunakan tungku dan kayu. Bukan berarti tidak ada kompor gas, ada, hanya saja Enda ingin merasakan hal yang berbeda memasak diatas tungku. Windri memasukkan seledrinya didalam panci berisi sop. Padahal Enda tidak setuju seledri itu masuk kedalam sana, rasanya sedikit aneh. Tapi kata Windri, sopnya akan jadi beda dan enak. Akhirnya Endapun menurut sembari mencari tutup panci yang kemudian diletakkan diatas panci.

"Mbak Win, tau suamiku tidak?" Tanya Enda sembari mengemili singkong rebus sambil manggut-manggut, tanda enak.

"Pergi kali sama Mas Traf." Jawabnya.
"Oh.." Enda manggut-manggut lagi. " Oh iya mbak, disini enak ya. Adem, gak kayak di Jakarta, panas."

"Iya Nda, mangkanya aku enak tinggal disini. Belum lagi keluarga Mas Traf baik banget sama aku." Jelas Windri sambil senyum-senyum, tak lama, ekspresianya berubah lagi menjadi sedikit sayu. Ekspresi yang kerap membuat Enda curiga dan semacamnya.

Tangan Windri mematikan api tungku, sopnya sudah matang. Asapnya membuat Enda terbatuk-batuk, kerah bajunya ditarik untuk menutupi hidungnya. "Gitu ya mbak. Eh..." Enda sedikit berjingkat saat pinggangnya digenggam oleh dua tangan kecil. Matanya menggeliat menatap Kiran yang sedang membawa gedebong pisang berukuran kecil yang akan dipukulkan ke Karan, yang memegang pinggangnya.

"Tante, Kiran nakal banget tuh. Marahin deh." Karan ngedumel, masih saja tidak melepaskan pelukannya. Sedangkan Kiran masih sigap mengacungkan kedebongnya.

"Karan duluan yang mulai ma.. Tante Windri.." Kiran berlari kearah Windri yang hanya geleng-geleng kepala. Kedebongnya dibuang kedalam tungku yang sudah mati api. Sedangkan Windri dengan sigap mengusap rambut Kiran yang sedikit terkena abu.

"Karan gak boleh nakal dong sama Kiran. Nanti dimarahin mbah loh kalau berantem-berantem." Jelas Windri membuat Karan melepas pelukannya pada Enda dan mendekat kearah Kiran yang langkahnya sedikit mundur ke belakang.

"Maafin saya." Ucap Karan akhirnya dibalas oleh senyuman manis Kiran.

---

Tahun 2016.
Rumah keluarga ...

Rumah elit yang hampir sama dengan rumah Gin, bedanya hanya lebih banyak bunga yang mekar disepanjang jalan menuju kepintu beratap. Ruang tamunya bertema gold, dan banyak dipajang foto keluarga disini. Omong-omong soal keluarga? Kiran yakin lelaki paruh baya yang ada difoto itu bukan Geotraf, masalahnya Geotraf berkumis tipis, kulit serta wajahnya Kiran yakin mirip sekali dengan Karan. Meski terakhir kali dia melihat Giotraf dan Windri saat usianya di angka 10 tahun, tapi dia masih ingat betul wajah kedua orang yang ketiaknya sering dipakai untuk bersembunyi itu. Windri sendiri juga tidak berubah, dia masih saja cantik, meski uban dirambutnya terlihat nyempil. Tapi dia tetap Windri yang lembut yang Kiran kenal dulu.

Kiran melekatkan pandangan lagi ke foto selanjutnya. Ada Karan disana sedang memakai seragam SMP, foto dengan seorang perempuan berseragam SMA yang wajahnya mirip sekali dengan Windri, eh! Betul, mirip sekali dengan Windri. Tunggu! Ekspresi Karan sama sekali tidak tersenyum, lesung pipinya juga tidak kelihatan. Padahal jika dia menaikkan bibirnya sedikit, lesungnya pasti sudah terlihat, tapi di foto itu, ekspresinya benar-benar flat. Sedangkan perempuan itu merangkul Karan dengan tampang amat ceria.

"Diminum dulu nak Kiran." Ujar Windri datang disela-sela pemikirannya. Kiran mengangguk dengan senyum sekilas, kemudian meneguk air jeruk yang disugukan. Sambil memikirkan apa saja yang terlintas didalam fikirannya yang sekarang menjadi amburadul.

"Enda dan Lafry apa kabar?" Tanya Windri seraya duduk didepan Kiran. Matanya sedikit sayu dan suasananya menjadi sedikit.. awkward.

"Baik tan. Tante sendiri sama Om Giotraf baik?" Tanya Kiran tanpa sungkan membuat Windri melengos kesegala arah, bibir merahnya digigit.
"Suami saya.." Windri terlihat mengehela nafas panjang, "sudah meninggal." Jawabnya sontak membuat Kiran terbatuk-batuk. Matanya mulai panas saat akhirnya ia mulai menangis.

---

Tahun 2007.
Bandara.

"Kiran sayang, sudah jangan menangis lagi." Kata Giotraf memeluk Kiran yang sesenggukan.

"Om pergi sekarang?" Tanya Kiran.

"Iya. Om harus pergi sekarang. Om ada kerjaan di luar kota."

"Om gak bawa Karan pergi juga kan?"

"Enggak." Giotraf terkekeh. "Karan disini sama tante Windri. Kamu jagain Karan ya. Bilang ke Om kalau Karan nakal." Kiran mengangguk.

"Om tapi balik lagi kan?"

"Pasti. Kiran baik-baik ya, jangan suka berantem sama Karan." Kiran mengangguk lagi.

"Om Traf.." Kiran mendongak.

"Hmm."

"Boleh Kiran panggil Om, ayah?" Giotraf tersenyum, matanya berkode ria menatap Lafry yang hanya menaikkan bahu.

"Boleh." Jawab Giotraf akhirnya membuat pelukan Kiran dieratkan.

"Om hati-hati ya." Ujar Kiran sedetik kemudian melepas pelukannya.

---

Tahun 2016.
Rumah keluarga Jino.

Kenyataan terberatnya adalah Giotraf sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Entah tepatnya kapan, Kiran tidak ingin bertanya karena saat ini dia sudah ikut menangis bersama Windri. Tisu diatas meja diberikan kepada Windri, selain itu Kiran juga mengambil untuk dirinya sendiri. Tangisnya ikut parau karena kedekatannya dengan Giotraf membuat jantungnya juga ikut berdebar memikirkan Karan yang pasti sangat sedih ditinggal ayahnya, seperti Kiran yang juga sedih ditinggal ayah keduanya, Giotraf.

Tentang Jino?

Kenyataan lain adalah Windri sudah mempunyai suami sebelum Giotraf. Pening! Bukan lagi, Kiran memang tidak tau apa-apa selain Giotraf dan Windri adalah sepasang suami istri dan memiliki anak tunggal yaitu Karan. Dan Kiran yakin, Karan juga baru tau kebenaran bahwa Windri punya suami pertama yang disebut Jino itu.

Jino, pemilik Kampus Geiro dan pemilik rumah elit ini. Itu dia, ayah Karan, sekarang! Lalu, perempuan yang difoto tadi siapa? Entahlah. Kiran sungguh sulit mencerna semua kenyataan yang nantinya bakal, segera ia tanyakan langsung ke Lafry dan Enda.

Kiran harus tau, kenapa saat usianya 11 tahun, Karan dan Windri tiba-tiba menghilang dari keluarganya. Tidak ada kabar, ah, bukan hanya itu, pamit saja mereka tidak. Dan apakah itu semua karena kematian Giotraf?

Kenyataan lain ini membuatku ikut merasa perih. Ayah Traf, maafin Kiran karena baru tau kabar ini.

***

Hai, KARAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang