#7 - Batal Curhat

6.4K 421 1
                                    

Tahun 2016.
Cafe Roger.

Kiran melirik arloji ditangannya. Sudah 5 menit lamanya dia mencemili makaroni pedas yang ditusuk menggunakan garpu kecil sambil mendengarkan alunan gitar akustik yang dimainkan seorang lelaki paruh baya diatas panggung. Jus jeruknya diseruput pelan sembari membayangkan apa yang ia katakan pada Karan tadi sore.

MELA, bagaimana bisa dia memperkenalkan dirinya dengan nama Mela, bukan Kiran. Meski Kiran tidak sepenuhnya berbohong karena dinama tengahnya ada nama Mela, Gumela. Tapi entah bagaimana dia bisa tidak pede memperkenalkan nama Kiran, melihat Karan yang benar-benar lupa dengan wajahnya membuat dia sedikit kecewa dan menelan ludah. Padahal mereka sempat berbincang-bincang sebentar. Tunggu! lebih tepatnya Kiran hanya mengangguk dan menggeleng, tidak satupun kalimat yang keluar dari mulutnya kecuali nama Mela tadi.

"Woy, Ran." Sapa seseorang dari belakang punggung Kiran. Tidak usah monoleh, yang datang dan menyapa itu jelas sahabatnya, Haikal.

Kiran mendengus kesal saat melihat Haikal membawa seseorang. Matanya langsung jungkir balik menatap makaroninya, malas menatap teman yang dibawa Haikal. Bram, siapa lagi kalau bukan dia. Cowok yang menggagalkan rencananya malam ini untuk curhat tentang Karan pada Haikal.

Batal curhat mengenai cowok yang Kiran temui saat insiden OSPEK, cowok berkaca mata hitam yang membuatnya penasaran, cowok dengan lesung pipi, anak pemilik kampus dan cowok bernama Karan yang ia rindukan sejak dulu. Iya, batal, gagal. Dan itu kampret!

"Itu muka kenapa ditekuk begitu?" Ujar Haikal akhirnya mengambil kursi duduk disebelah Kiran, sedangkan Bram duduk tepat didepan Kiran.

Kiran tidak menjawab, dia hanya memberikan tatapan malasnya pada Haikal yang langsung mengacak-ngacak rambut Kiran, membuat rambut tergerainya sedikit berantakan. Kiran tidak marah, dia hanya menyenggol lengan Haikal tanda tidak suka. Sedangkan Bram memandang kedua sejoli itu dengan tatapan tidak enak.

"Eh, gue tinggal dulu ya. Buang hajat." Cengir Haikal sambil ngacir pergi kedalam cafe. Bram dan Kiran sama-sama mengernyitkan dahi melihat kepergian Haikal. Detik berikutnya mata mereka bertemu.

"Hai." Sapa Bram akhirnya. Kiran mengangguk dengan senyum yang tidak hampir sedetik.

"Lo udah lama kenal Haikal?" Tanya Bram. Dan Kiran mengangguk lagi. "Lo sakit gigi ya?" Tambahnya membuat Kiran melongok mengerutkan dahinya dua kali lipat. Matanya menatap tajam Bram yang entah kenapa menjadi tersenyum.

Gaje ni orang! Batin Kiran tidak melakukan respon apapun.

Tidak lama setelah itu, Haikal datang. Memandang kedua orang yang saling menatap aneh dikursi ujung cafe. Tatapannya sama-sama dingin dan tidak bersahabat.

"Woy." Tanya Haikal seraya duduk menyomot sisa makaroni milik Kiran. Cewek itu berdesis melototi tangan Haikal yang seenaknya menyomot makannya. Setelah saatnya pelayan datang dan Haikal memesan makanan. "Kayak biasa ya mas.. Lo pesen apa Bram." Tanya Haikal seraya menyentuh layar iphonenya.

"Samain aja deh." Ujar Bram membuat mata Haikal bertemu dengan mata Kiran. Ada kekehan pelan dari Haikal dan Kiran.

---

Cinta pada pandangan pertama. Bram tidak percaya itu, awalnya. Tapi kemudian dia percaya saat bertemu Kiran. Entah kenapa pertemuan pertama di OSPEK dengan Kiran membuatnya tidak bisa tidur semalaman suntuk. Penasaran, mungkin sekedar itu awal dia memperhatikan Kiran. Cewek yang sangat dingin dan pelit ngomong, dan sangat berbeda dari yang lainnya. Saat semua Maba berjenis perempuan menggilainya, tapi Kiran tidak. Saat yang lain cari perhatian dan sengaja telat agar bisa dapat hukuman dari Bram, Kiran tidak. Saat semua ingin berebut berdiri dibarisan depan karena pasti akan mudah melihat Bram, Kiran tidak. Kiran, cewek yang lebih memilih menghidarinya, cewek yang hanya menjawab dengan tatapan mata dinginnya. Cewek itu, cinta pada pandangan pertama Bram.

Bram menyedot jus lemonnya dengan kasar, cowok itu memperhatikan terus apa yang dilakukan kedua orang didepannya. Haikal dan Kiran, saat Haikal bilang padanya bahwa Kiran sahabatnya, Bram merasa itu takdir, takdir bahwa Haikal akan menjadi sahabat yang sekaligus menjadi alatnya untuk dekat dengan Kiran. Pikiran itu sejenak pudar, Bram malah merasa Haikal adalah saingannya. Mengingat bahwa Kiran terlihat lebih banyak bicara didepan Haikal, sedangkan saat menatap Bram, Kiran acuh dan malas menjawab.

"Njir pedes." Bram mendelik saat mencoba nasi goreng disendoknya. Matanya membulat saat itu juga, terlebih karena Kiran dan Haikal yang kini sedang menertawakannya puas. Pesanan yang sama dan kekehan tadi, Bram tahu bahwa selera Haikal dan Kiran sama. Makanan berbau pedas, bukan! Lebih tepatnya ekstra dobel-dobel pedas.

Kali ini jantung Bram berdesir, entah. Biasanya dia langsung mengomel pada Haikal saat tau sahabatnya itu mengerjainya. Tapi kali ini tidak, Bram lebih fokus memperhatikan Kiran yang sedang tertawa karenanya. Momen penting, langka dan ini jarang terjadi. Bram rasa ujung bibirnya naik keatas karena tersenyum, rasanya senang. Dan Bram rasa dia benar menyukai Kiran.

"Minum yo." Haikal mendekatkan jus lemon Bram. Cowok itu meneguknya segera karena lidah dan bibirnya serasa terbakar karena pedas. Matanya? Masih memandangi Kiran. Ketawa terus dong. Batin Bram.

"Eh iya. Ngapa tadi lo ninggalin gue. Kan gue bilang tungguin di halte." Oceh Haikal, tubuhnya diiringkan agar bisa melihat Kiran yang sedang menunduk dan garuk-garuk kepala. "Ditelfonin juga gak diangkat. Kemana lo?"

"Kan elo yang lama. Yaudah gue tinggal naik bis." Jawab Kiran tanpa menatap Haikal, tangannya memainkan iphone.

"Ngambek lo tadi." Tanya Haikal lagi. Kali ini jawaban Kiran hanya menggeleng tanda tidak.

Bram geregetan, serius. Sepertinya kehadirannya disitu sama sekali tidak diharapkan. Cowok itu menekan tengkuknya dengan gemas, kemudian mengambil nafas.

"Lo berdua sahabatan udah lama?" Tanya Bram akhirnya. Haikal mengangguk dengan ceringaiannya. Sedangkan Kiran sama sekali tidak memalingkan wajah, cewek itu masih fokus menatap layar iphone nya.

"Kita tuh kenal udah dari SMA Bram. Gara-gara insiden dia digodain cowok brengsek dulu pas SMA, jadi gue belain dia gitu. Eh, dia nempel terus ke gue. Jadi sahabatan deh kita." Kiran sedikit mendongak, lengan Haikal disenggol keras. Entah, mungkin karena Haikal terlalu blak-blakan.

Bram mengangguk-ngangguk sambil menatap Kiran yang cueknya setengah mati. Bram benar-benar gemas dengan Kiran, bibir pink cewek itu ingin ia buka paksa. Bagaimana lagi biar Kiran mau berbicara padanya. Ah, mungkin ini yang dirasakan cewek-cewek yang menyukainya selama ini. Bram juga cuek, tapi jelas tidak secuek Kiran.

"Jangan kaget Bram. Kiran emang gini anaknya. Irit ngomong. Gue aja dulu marah mulu sama dia gara-gara dia gak mau ngomong. Kan kesel, masak orang ngomong didiemin. Kalau gak ngangguk ya geleng-geleng kepala..." Bram mengangguk lagi, setuju parah. "Tapi akhirnya gue berhasil. Butuh waktu kira-kira tiga bulan baru dia ngomong. Dan lo harus tau kalau sebenarnya Kiran tuh bawelnya pake banget." Haikal seperti menggebu-gebu dengan topik pembicaraannya. Sedangkan Bram hanya mendengarkan dan terus mendengarkan. Informasi yang penting dan harus ditindak lanjuti.

***

Hai, KARAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang