Tahun 2016.
Rumah keluarga Jino."Assalamuala..." Seruan seseorang dari balik pintu masuk membuat Kiran sontak berdiri dan mengusap kasar air matanya. Diikuti oleh Windri yang beranjak menghampiri seseorang itu, yang ternyata adalah Karan.
Tubuh yang dibaluti jaket kulit dengan celana jins beserta topi hitam polos dikepalanya membuatnya terlihat seperti orang yang baru saja mengemban ilmu di perkuliahan. Karan melotot, saat akhirnya berjalan masuk memastikan apa yang ia lihat.
"Kamu.." Tunjuknya menggunakan jari telunjuk yang dibalas senyuman manis dari Windri yang ingin memperkenalkan Kiran. Sebelum akhirnya lengan yang dipegang Windri dihentak paksa oleh Karan hingga lepas. Tubuhnya maju sampai dekat dengan Kiran, sedangkan Kiran sendiri berusaha mundur tapi kakinya menatap kaki meja. Maka yang dilakukan Karan selanjutnya adalah menggenggam pergelangan tangan Kiran sampai cewek itu merintih kesakitan.
"Karan lepaskan, dia itu.." Windri diam saat mata Karan menatap tajam mamanya. Kemudian kembali fokus menatap Kiran.
"Kamu ngikutin saya sampai sini. Apa maksudnya!" Karan mengernyitkan dahi, menatap lurus bola mata yang sedikit berair. "Asal kamu tau, saya tidak suka orang lain masuk kedalam keluarga saya. Kamu siapa hah! Beraninya datang kesini. Jangan sok kenal kamu sama saya." Tambahnya membuat nafas Kiran tertahan, air matanya mungkin akan tumpah. Perkataan yang keluar dari mulut Karan sungguh membuatnya hina.
Windri mencoba melepaskan genggaman tangan Karan pada Kiran yang akhirnya terlepas. Kiran mengusap pergelangannya yang sakit karena Karan benar-benar mencengkramnya kuat. Sedangkan Windri sendiri ingin menjelaskan Kiran siapa.
"Karan sudah! Dia itu.."
"Tante, saya pamit dulu. Maaf sudah mengganggu." Kiran langsung memotong kalimat Windri dengan cepat dan segera berlari keluar rumah sesaat setelah tasnya diambil dari sofa. Kiran sama sekali tidak memandang mata Karan karena takut.
Windripun mengejar Kiran sampai ke pagar.
"Nak Kiran tunggu." Serunya berhasil membuat langkah Kiran terhenti. Air matanya sudah bergejolak ingin keluar. "Maafkan Karan."
Kiran mengangguk. "Tante, boleh minta tolong sesuatu."
"Silahkan."
"Tolong jangan beritahu Karan tentang saya." Ujar Kiran membuat Windri memicingkan mata. "Saya akan beritau dia sendiri, nanti." Tambahnya seraya pamit pergi.
Disisi lain, Windri sungguh tidak mengerti apa yang dimaksut Kiran. Yang ada dalam benaknya saat ini hanya flashback ke masa lalu, dimana keluarganya dan keluarga Kiran pernah bersahabat, melewati berbagai hal bersama. Serta kedekatan antara Kiran dan anaknya, Karan.
---
Kiran merutuki dirinya sendiri, AC kamarnya disetel mode kencang. Padahal malam ini hujan, tapi Kiran sama sekali tidak merasakan dingin. Tubuhnya pun hanya dibaluti singlet hitam dan celana pendek diatas lutut. Kiran merebahkan tubuh, tengkurap dengan wajah dimiringkan kekanan. Rasanya aneh, Karan-nya, baik dulu maupun sekarang, masih tetap sama. Ucapannya selalu bisa membuat hati Kiran berdegup, atau paling tidak berdesir hebat. Ah, satu lagi, Karan masih menyebalkan. Dan kali ini, Karan berhasil membuat Kiran ingin menangis karena omongan Karan yang pedas. Karan marah padanya, pada Mela, mungkin begitu keadaannya sekarang.
Iphonenya dimainkan. Melihat notif dari Gin dan Sera membuat Kiran menjadi pusing. Banyak sekali pertanyaan kenapa Kiran bisa kenal dengan Windri, padahal dia baru pertama kali diajak ke rumah Gin. Dan itu membuat Gin curiga parah. Serapun juga ikutan penasaran. Gin, dari kecil dia sudah tinggal disitu, dan setahu dia, Windri punya dua anak. Laki-laki dan perempuan, tentu saja Karan dan perempuan berseragam SMA itu, mungkin. Tapi Gin bilang bahwa dia sama sekali tidak pernah berkenalan dengan anak laki-laki Windri, kalau yang perempuan, dia sering diajak Windri main ke rumah Gin. Mereka memang tentangga dekat, tapi hanya sebatas tetangga, tidak lebih dan tidak kurang.
Tok. Tok. Klek.
Pintu kamar Kiran dibuka, decitannya membuat Kiran menoleh kearah pintu. Sesaat kemudian dia bangkit karena Loe mendadak masuk kedalam kamarnya. Kiran tidak bertanya, dia hanya duduk menyilangkan kaki diatas kasur. Matanya memandangi adiknya yang masuk dengan tangan dimasukkan kedalam kantong celana boxer pendek selutut, kaos putihnya membuat Loe menjadi seperti mayat hidup karena kulit putih dan rambut pirang, serta kaosnya membuatnya nampak transparan, namun ganteng.
"Dipanggil mama lo." Ujar Loe menatap sekeliling, kakinya tidak sengaja menyandung gelas plastik yang membuat dahinya mengernyit. Gelas itu diambil, kemudian diletakkan diatas meja sambil berdesis risih. Risih karena kamar kakaknya yang porak poranda macam kapal pecah, yang notabennya harus bersih karena kakaknya adalah perempuan.
Kiran mengangguk, cewek itu segera bangkit seraya mengkuncir rambutnya yang tergerai. Saat kemudian melewati Loe begitu saja. Loe membuntuti, dan sesekali menyalip Kiran yang hanya memandang datar.
Ketika sampai di ruang keluarga. Suasana tenang nan santai, TV menyala dengan siaran berita favorit Lafry. Kiran duduk disebelah Enda yang sedang menyisir rambutnya, sedangkan Loe duduk dilantai hendak mengambil ipadnya yang sedang di charger.
"Ada apa Ma?" Tanya Kiran langsung to the point.
"Besok kamu bolos kuliah dong, Ran." Ujar Enda membuat Kiran tidak tau harus berekspresi apa. Dia senang karena tidak perlu mendengarkan dosen killer mengoceh di pagi hari, juga bingung tentunya. Bingung karena mamanya itu jarang sekali mengajak Kiran jalan-jalan, sekalinya diajak paling ya ada acara penting.
"Hmm." Jawab Kiran sekenanya sambil memandangi Loe yang sejak tadi senyum-senyum tidak jelas memandangi ipadnya.
"Kita mau ketemu teman lama papa." Jelasnya membuat Kiran mengangguk tanda setuju. Tangannya menggelayuti lengan Enda yang kemudian menggeram karena diganggu acara menyisirnya. Kiran menyeringai, kali ini dia mengambil remote TV dan mengganti chanelnya sepihak.
"Kiran.." Lirik Lafry menatap anak perempuannya menyelidik. Kiran menoleh sebentar, memberi remotenya ke Lafry, tidak lupa dengan kerucutan di bibirnya.
"Ma, ngadepin cewek ngambek gimana sih?" Tanya Loe tiba-tiba membuat Kiran menatap lurus kearah adiknya. Alisnya diangkat paksa, sedetik kemudian pandangannya menatap kearah Enda yang nampak sedang berfikir.
Kalau ngadepin cowok ngambek gimana ma? Ingin sekali Kiran menambahkan demikian, tapi tidak sebelum ia membayangkan penertawaan sadis dari Enda dan juga Lafry. Kenyataannya Kiran memang tidak pernah terlibat dengan cowok manapun, pacaran? Jangankan itu, PDKT saja dia tidak pernah. Bukannya tidak ada yang suka padanya, banyak, mungkin pake banget. Semua cowok seangkatannya bahkan senior di SMA Hiper tertarik dengan Kiran, ada juga yang terang-terangan mendekati Kiran yang akhirnya menyerah. Cewek super duper pake banget cueknya, datarnya, gak pernah senyum, jawaban paling banyak dua kata, siapa yang tidak tau Kiran di SMA Hiper, cewek yang dipuja-puja namun selalu menutup diri itu membuat semua cowok penasaran. Kiran melamun sedetik, kemudian fokus kembali ke Enda.
"Em.. Kalau cowok yang marah sih, mama bakal minta maaf secara langsung. Tapi kalau cewek gimana ya? Coba kamu tanya papa?"
Minta maaf???
"Gimana pa?" Loe menoleh kearah Lafry.
"Kalau papa sih biasanya ngasih bunga ke mama kalau lagi ngambek." Lafry melirik Enda yang terlihat malu-malu itu, Loe mengangguk, menatap kembali layar ipadnya. Sesaat akhirnya Kiran pamit pergi ke kamarnya.
---

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, KARAN [COMPLETE]
RomanceDua manusia dimasa kecil yang sama. Dan dipertemukan secara tidak sengaja didunia perkuliahan. Pertemuan pertama dengan insiden. Pertemuan selanjutnya dengan misterius. Manusia berjenis laki-laki yang lupa. Manusia berjenis perempuan yang masih inga...