#21 - Minggu Untuk Karan

4.7K 357 2
                                    

Tahun 2016.

Sudah sejauh ini, Kiran harus tetap konsisten dengan pilihannya. Di pagi buta, dengan satu bekal makanan di tangannya berisi nasi kuning ditambah telor mata sapi, makanan kesukaan Karan. Kiran menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengetuk pintu kos Karan.

Nahlo, kenapa Kiran bisa sampai disana. Entahlah, hanya saja fikirannya hampir tidak selaras dengan hatinya. Kiran pagi-pagi buta sudah membangunkan Enda untuk mengajarinya memasak nasi kuning kesukaan Karan dulu, Enda memang lebih mengerti Karan ketimbang Kiran sendiri yang notabennya dulu hanya tau soal bermain. Kiran mengangguk mantap saat ditanya Enda apakah dia baik-baik saja, kenyataannya Kiran tidak pernah sepede ini menghampiri lelaki. Ya, mungkin Karan adalah pengecualian.

Tok. Tok. Tok.
Beberapa kali Kiran mengetuk pintu, akhirnya pintunya dibuka juga. Cowok yang membuka hampir mengeluarkan bola matanya saat mendapati Kiran yang sedang berdiri dengan pakaian casual didepannya. Cowok itu yang ternyata adalah Karan langsung mempersilahkan Kiran masuk kedalam. Kamar porak poranda ala cowok biasanya. Stik plastation bertebaran dimana-mana, mungkin kemarin malam dia bermain dengan teman-temannya. Bekas kotak makanan fast food juga berserakan disetiap ujung ruangan, belum lagi botol aqua tanggung yang terbuka, mungkin lupa ditutup. Kiran menelan ludah, baru kali ini dia melihat kosan cowok di pagi hari yang berantakannya pake banget. Huh! Dia bahkan rela beres-beres dulu sebelum akhirnya duduk tenang dikarpet milik Karan.

"Thanks." Ujar Karan keluar dari kamar mandi, wajahnya basah, rambutnya juga berair dan wanginya khas tubuh Karan, bau maskulin. Ucapan terimakasih itu jelas untuk jasa relawan Kiran membersihkan sampah di kosannya.

Kiran mengangguk, dia duduk lalu menyerahkan bekal yang ia bawa sambil memandangi Karan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Penampilan bangung tidur Karan, dengan wajah gantengnya dan kaos oblong serta celana pendeknya membuat batin Kiran tersenyum girang.

"Apa ini?" Tanya Karan ikut duduk bersila di karpet.

"Makanan." Jawab Kiran singkat.

Karan menaikkan alisnya, lalu kotak makan itu dibuka. Tidak lama dia tersenyum, membuat lubang dipipinya berlubang seperti biasanya. "Tau darimana saya suka nasi kuning?" Tidak mau berlama-lama, Karan bertanya sambil melahab nasi kuningnya dengan sendok.

Kiran nampak berfikir, "Nebak aja." Ujarnya kemudian membuat Karan menatap Kiran agak lama, sampai akhirnya mengangguk-ngangguk.

"Ngapain ke kos saya pagi-pagi." Tanya Karan lagi, dan kali ini membuat Kiran memutar otak.

Iya-ya. Alasan apa gue dateng kesini. Ah kampret, pake nanya segala sih ni Karan.

"Main aja. Hehe." Kiran menyeringai, bertahan tiga detik. Gak lama Kiran nengok kebelakang, menepuk jidatnya sendiri karena merasa bodoh didepan Karan.

"Mela." Panggil Karan.

"Iya." Kiran menatap Karan.

"Siapa yang masak?"

"Apanya?"

"Nasi kuningnya, siapa yang masak?"

"Oh, gue." Jawab Kiran. "Gak enak ya?" Kiran menatap nasi kuningnya dengan tampang tidak enak.

"Enggak."

"Eh, emang ya? Coba?" Kiran tanpa malu langsung mencomot nasi kuningnya menggunakan garpu. Sambil sok merasakan nasinya macam chef, dia mengangguk-ngangguk. "Enak kok." Tatap Kiran pada Karan yang kini terkekeh. Ujung sendok Karan diketukkan kekepala Kiran.

"Ish, jorok kan." Kiran berdesis, mengomeli Karan.

"Ya abis kamu percaya aja. Kalau gak enak ngapain ini nasi tinggal dikit."

Kiran menengok lagi kearah kotak makannya yang memang benar nasinya tinggal sedikit. "Iya-ya." Kiran garuk-garuk kepala. Karan terkekeh lagi. Lubang dipipinya makin berlubang, membuat Kiran gemas dan ingin mencubitnya. Sedaya-dayanya Kiran nahan karena pingin meluk Karan. Dia rindu, tentu saja.

"Mela."

"Hmm."

"Kenapa saya merasa aneh." Karan menutup kotak makannya, mendekatkan tubuhnya kearah Kiran yang sudah entah sejak kapan pipinya merona.

"Aneh, ke-kenapa?" Kiran agak mundur, memberi celah untuk tubuhnya dan Karan yang tinggal sejengkal.

"Saya juga gak tau alasannya." Karan mundur, menoel sedikit dagu Kiran yang kemudian berdesis kesal. Kesellah gue, hati gue udah nat nut nat nut. Kampret ni emang Karan.

"Jangan sebel sama saya. Kan kita temen."

"Eh," bisa baca pikiran? 

"Mau jalan-jalan tidak?"

"Hah!" Kiran kaget, bukan lagi. Dia sampai menelan ludahnya dua kali saat Karan benar mengajaknya pergi. Lagipula ini minggu, wajar sih, ngapain juga berdua-duan di kosan. Nanti teman kosan Karan yang lain ngiranya apa lagi. Ah! Tidak-tidak.

"Mau tidak?" Tanya Karan lagi beranjak ingin membuka kaos oblongnya dan itu gila!

"Iya-iya. Gak usah ganti disini juga kali. Kan ada gue."

Karan nyengir, detik selanjutnya dia ngacir pergi kedalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya menjadi lebih pantas untuk dipakai jalan-jalan sama Kiran.

---

Karan berjalan mendahului Kiran. Cewek itu stay dibelakangnya, meski Karan sudah puluhan kali menengok, Kiran masih tidak mau mensejajarkan jalannya dengan Karan. Entah, cowok itu jadi makin bingung dengan tingkah Kiran yang dilihatnya malah menengok kanan kiri, seperti aneh dengan tempat yang mereka pijaki untuk jalan-jalan.

Memang sih, taman ini lebih banyak pasangan muda seperti mereka yang juga jalan-jalan dan bahkan duduk-duduk bareng sambil mencemili chiki atau makan es krim, selebihnya paling ibu-ibu yang jogging, tapi cuma beberapa. Karan menoleh lagi kearah Kiran, langkahnya melangkah mundur lalu menarik tangan cewek itu maju.

"Apasih Karan ih." Omel Kiran setelah sadar tangannya dipegang oleh Karan. Entah sejak kapan, Kiran si irit ngomong jadi bawel dalam waktu singkat. Tunggu! Karan menjadi pengecualian.

"Kamu yang apasih. Kok lihatnya gitu banget. Gak suka tempatnya?" Tanya Karan menyilangkan kedua tangannya didada. Sejak pertama bertemu dengan Kiran, Karan memang sudah tertarik dengan cewek itu. Baginya Kiran adalah cewek yang jarang ditemui dimanapun. Cara mendekatinya tidak seperti cewek kebanyakan yang mudah ditebak, Kiran beda, Kiran menyenangkan. Begitu yang ada difikiran Karan saat ini. Percaya atau tidak, Karan saat ini adalah Karan yang penasaran dan ingin terus ada disamping Kiran.

Kiran mendekatkan bibirnya ke telinga Karan, berbisik maksutnya. "Bukan gitu. Aneh tau, disini orang pacaran semua. Jadi gimana gitu gue." Kiran menjauhkan lagi tubuhnya sesaat setelah melihat Karan tertawa, ngakak. Kampret!

"Aduh!" Karan memekik saat bahunya dipukul keras oleh Kiran. Detik berikutnya Karan mengacak poni Kiran sebagai pembalasan.

Kiran mendengus kesal, sedangkan Karan malah stay dengan senyumnya. "Jadi kamu maunya kita pacaran juga gitu?"

"Hah!"

Karan ngomong apa barusan. NAT. NUT. NAT. NUT. DEG. DEG. DEG.

***

Hai, KARAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang