•12• Malam Minggu

1.8K 74 0
                                    

Alvaro melajukan motornya bak pebalap, kalau dia Marc Marquez sih Nana ayem-ayem aja karna selain tampan dia juga udah ahlinya masalah ngebut. Lha ini si Alvaro yang lagi kesetanan, mau tak mau Nana memeluk Alvaro. Ia sudah menyembunyikan wajahnya dipunggung Alvaro.

"Ro pelan Ro... " ucapnya agak tenang, agar Alvaro juga tenang maunya, ia agak kasian juga Alvaro bonyok gitu, tapi tak ada respon, kecepatannya juga masih sama dan ia hampir saja menyerempet mobil.

"Ro! Pelan! Lo kalo mau mati, mati aja sendiri jangan bawa gue!" Kini ia sudah tak mau lembut-lembut lagi.

Alvaro akhirnya memperlambat laju motornya. Akhirnya Nana melepas pelukannya dan ia melihat ada tulisan Apotek di depan.

"Ro, behenti di apotek depan" ucap Nana lembut, karena sudah di depan apotek dan Alvaro tak juga berhenti Nana jadi geram dan mencubit pinggang Alvaro. Persetan dengan dia yang lagi babak belur.

"Duh!" Akhirnya ia memberhentikan motornya, Nana segera turun dan pergi ke apotek. Kalian kira Nana beli obat buat Alvaro? Salah besar, ia membeli alkohol, kapas, plester, dan betadine buat dirinya sendiri. Luka di lututnya bisa-bisa infeksi kalau tidak segera dibersihkan dan diobati.

Alvaro memundurkan motornya sambil masih diatasnya.

"Lo mau ikut apa gue tinggal?"

Huh! Nana Sudah sangat geram, baru juga duduk dan membuka alkohol buat ngobati lukanya, Alvaro ini manusia bukan sih?

Lalu ia bangkit dengan gusar, membereskan obatnya kedalam kantung plastik lalu berjalan gusar.

"Gue makan juga lo!" Ucapnya sambil naik keatas motor.

Nana mengerutkan dahinya, dirasa-rasa ini juga bukan jalan pulang.

"Ro lo bawa gue kemana lagi sih? Gue tuh capek tadi udah jalan jauh banget buat nyari makan sama jalan pulang, ditambah lo yang bawa gue ketempat ngga bener sampe gue digodain om-om bejat sampe gue jatoh sampe lutut gue luka dan sekarang? Lo bawa gue ke tempat sepi kaya gini! Hutan? Ini hutan ro? Lo mau mau buang gue? Atau lo... "

"Udah ngomongnya? Turun!"

"Ngapain sih ke danau malem-malem gini?"

"Ngga usah berpikir macem-macem, gue udah bilangkan kalau gue ngga doyan sama lo" ucapnya sambil melepas helm, Nana akhirnya turun pandangannya tak lepas dari danau didepannya.

"Dih! Siapa juga yang mikir dimacem-macemin sama lo! Gue mikir kalo ada buaya gimana?"

"Paling makan lo doang juga udah kenyang, jadi gue ngga perlu hawatir" ucapnya sambil terus berjalan, tentu saja Nana mengikutinya dari belakang.

"Jadi beneran ada buaya?" Ucapnya sambil bergidik ngeri, matanya masih terus waspada melihat ke kanan, kiri, belakang sampai akhirnya ia menabrak,  brukk! Ia menabrak tubuh Alvaro.

"Naik!" Perintah Alvaro sambil mengarahkan pandangannya ke atas, dan diikuti Nana.

Nana cengo melihat rumah pohon tersebut, ia ingin segera ke atas kalau diatas kan buaya gabisa naik, pikirnya. Namun apa daya dia ngga bisa dan ngga pernah manjat.

"Gue gabisa manjat.. " rengeknya

"Belum bisa, coba dulu" ucap Alvaro sambil menggeser tubuh Nana ke sisi pohon yang ada tangganya. 'Oh untung ada tangganya'

Nana menggelangkan kantung kresek obatnya ke tangan kanannya, lalu ia bersiap untuk naik.

"Gausah liat bawah kalo takut" suara siapa lagi kalau bukan Alvaro.

Akhirnya Nana sampai diatas dan disusul Alvaro. Ia terperanga, ia bisa melihat danau dan juga kota Jakarta yang hanya terlihat kerlap-kerlip lampunya.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang