"Perkenalkan, namaku Zen Darwene. Karena aku orang baru disini, aku mohon bantuannya ya, teman-teman." Lelaki itu menunjukan senyumnya di akhir perkataannya.
Siswi-siswi tampak menahan teriakan mereka agar tidak membuat pak guru marah. Lelaki iti terlihat sangat menarik perhatian dan membuat banyak siswi jatuh hati pada pandangan pertama. Pak guru sedari tadi sudah menatap murid-murid perempuannya dengan tajam, siap menegur siapa saja yang berteriak karena kagum terhadap murid pindahan itu.
Setelah dia merasa semuanya tampak tenang, pak guru menyuruh murid itu untuk duduk bersama dengan Yukina. Dengan senang hati pula, Zen mengikuti apa yang di perintahkan. Saat kakinya melangkah menuju meja yang telah di tentukan, banyak pasang mata para siswi mencuri pandang pada Zen. Lelaki itu hanya tersenyum karena di tatap dengan tatapan memuja, lain hal nya dengan gadis bernama Yukina yang akan menjadi teman sebangkunya nanti. Gadis itu hanya menatap keluar jendela seolah Zen adalah pemandangan yang sama sekali tidak menarik di bandingkan pemandangan diluar.
Zen duduk di bangku sebelah Yukina, lalu tersenyum ke arah gadis itu, menunggu Yukina menolehkan kepalanya dan membalas senyuman yang di lontarkan padanya. Tapi sudah lewat hampir semenit, Yukina tidak menolehkan kepalanya dan itu membuat Zen menahan geram karena dia merasa kalau gadis di sampingnya ini hanya menganggapnya sebagai angin lalu.
"Hai, namamu siapa?" Zen memulai pembicaraan, walaupun dia benar-benar enggan untuk bersikap manis di saat mood nya hancur gara-gara Yukina sendiri.
Yukina menoleh, lalu keningnya tampak mengernyit bingung,"Yukina." Akhirnya dia menjawab setelah lama terdiam karena merasa aneh jika berada di dekat Zen.
"Yukina? Nama yang manis," komentar Zen, lalu mengulurkan tangannya pada Yukina,"Namaku Zen."
Yukina mendecak malas,"Aku sudah tahu, tidak perlu di ulangi."
Zen berusaha tetap menunjukan senyumnya sambil menarik tangannya kembali.
Gadis ini benar-benar keterlaluan, batinnya menahan geram.
Banyak pasang mata yang memandang iri pada Yukina karena gadis dingin itu bisa duduk sebangku dengan Zen, tapi tatapan itu langsung terlepas darinya saat pak guru sudah memulai pelajaran. Di dalam pelajaran, Zen terus berusaha menarik perhatian dari Yukina tanpa ada niatan untuk menyerah sama sekali.
"Kenapa kau memperhatikan pak guru? Kenapa tidak aku saja?" rengek Zen.
Zen mengguncangkan bahu Yukina yang sedang menulis sesuatu. Karena guncangan itu, secara otomatis bukunya tercoret dan itu membuat Yukina geram bukan main. Dalam kejahilannya, Zen tersenyum miring karena bisa membuat gadis di sampingnya ini merasa kesal.
Zen sengaja menjatuhkan penghapusnya ke atas lantai dekat bangku Yukina,"Ups, aku menjatuhkannya. Tolong ambilkan ya,"
Gadis itu menoleh ke bawah lantai lalu beralih menatap Zen,"Ambil sendiri!" Ia sedikit menekan setiap kata yang di ucapkan.
"Aku tidak bisa menggapainya seperti aku sulit menggapaimu," Zen mengucapkan itu sambil terkekeh jahil.
Yukina mendelik sambil mendecak kesal, dia merendahkan tubuhnya untuk mengambil penghapus milik Zen. Di rasa ada kesempatan, lelaki itu mengambil buku Yukina yang terbuka dari atas meja dan menyembunyikannya.
"Ini," Yukina kembali menegakan tubuhnya sambil mengembalikan penghapus itu ke Zen.
"Terima kasih," dia tersenyum.
Gadis itu menghiraukannya, lalu menghadap ke depan. Tinggal satu paragraf lagi dia mencatat catatan penting pada bab yang di pelajarinya. Tapi seperti ada yang kurang, bukunya. Yukina mengobrak abrik tasnya, lalu melihat ke kolong. Kenapa tiba-tiba bukunya hilang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Up With Vampire
Vampire[SEDANG DI REVISI] Dari judul awal, My Love is a Vampire. Gadis dingin yang seketika kehidupannya berubah setelah bertemu dengan seorang lelaki misterius yang sebenarnya adalah teman barunya di sekolah. Percaya dengan adanya Vampire? Pastinya tidak...