Yukina tidak ingin turun dari kereta kudanya dengan mulutnya yang cemberut. Ia terus saja merengek agar Shion menuruti permintaannya untuk terus melanjutkan perjalanan menyusul Zen. Entah sudah keberapa kali Shion berusaha membujuk Yukina, tapi usahanya tidak berpengaruh apa-apa pada Yukina. Sedangkan, Felicia hanya diam memandangi kakak beradik yang sedang terjadi pertikaian kecil.
“Cepat turun !” perintah Shion.
“Kalo aku bilang enggak, yaa enggak. Aku mau cepat-cepat menyusul Zen. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya ?!”
“Tidak akan terjadi apa-apa padanya! Zen itu Vampire yang kuat. Mengertilah sedikit, kita membutuhkan istirahat,” ucap Shion sambil mengusap wajahnya gusar.
“Aku tidak ingin istirahat. Kak Shion, perjalanan kita tinggal sedikit lagi. Aku dapat melihat kastilnya dari sini. Ayo, kita lanjutkan perjalanannya,” rengek Yukina.
“Walaupun, sudah terlihat. Kastil itu masih jauh di atas bukit. Kalau masih ngeyel, pergi sendiri sana !” cecar Shion sambil meninggalkan Yukina untuk menyiapkan tenda untuk beristirahat nanti.
Felicia menghampiri Yukina yang menampilkan wajah memerahnya karena menahan tangis. Gadis itu duduk di samping Yukina yang masih tidak ingin menatap wajahnya karena kejadian sebelumnya. Yukina melipat kakinya di depan dada sambil membenamkan wajahnya.
“Yukina...,” panggil Felicia.
Yukina tidak menyahut. Tubuhnya bergetar dan suara isakan tangis terdengar. Felicia menyentuh bahu Yukina untuk memberikan ketenangan pada gadis itu. Namun, bukannya tenang, justru Yukina makin terisak.
“Yukina, jangan menangis,” ucap Felicia lembut.
“Aku khawatir pada Zen. Sebelumnya, kan, lambang di keningku ini bersinar berwarna merah. Tapi, kenapa Kak Shion menanggapinya dengan santai ? Seolah, ia tidak peduli sama sekali pada Zen,” ucapnya dengan sesekali terisak.
“Kakak mengerti bagaimana perasaanmu, mungkin Shion mempunyai alasan lain untuk hal itu,”
“Bahkan, sekarang Kak Feli berpihak pada Kak Shion ? Kalian berdua sama-sama tidak peduli pada Zen,” cibir Yukina.
“Bukannya begitu, Yukina,”
Felicia menghela nafasnya. Setelah, Yukina mengetahui kalau ia telah berubah menjadi Dhampire, sikapnya berubah menjadi lebih emosional. Felicia tahu kalau Yukina merasa tertekan, khawatir dan rindu yang menjadi satu.
Yukina tertekan karena belum dapat menerima kenyataan tentang dirinya yang telah menjadi Dhampire dan insting Dhampirenya telah aktif.
Yukina khawatir pada Zen karena takut sesuatu terjadi pada orang yang di sayanginya. Walaupun, Yukina merasa sakit setelah mendengar pengakuan Zen di belakang sekolah waktu itu.
Yukina rindu pada Zen. Senyumannya, suaranya, wajahnya, tingkahnya, perhatiannya dan pelukan hangat Zen.
♥|♥|♥
Yukina membuka matanya dan membalikan badan secara perlahan untuk melihat Felicia dan Shion. Ternyata, mereka sudah tertidur.
Gadis itu menyibakkan selimutnya dan menghampiri kereta kuda untuk mengambil tas yang sudah sejak awal ia siapkan. Yukina membuka resleting tasnya dan memeriksa semua yang sekiranya ia butuhkan untuk nanti. Ia menyampirkan pedang ke ikat pinggang berbahan kulitnya. Belati yang sebelumnya ia gunakan untuk menikam Demonture, tidak lupa juga ia bawa dan simpan di dalam tas.
Rambut panjangnya ia ikat ke belakang dengan rapi, lalu meraih jubah bertudung Felicia untuk ia kenakan. Tasnya pun sudah ia bawa di punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Up With Vampire
Vampire[SEDANG DI REVISI] Dari judul awal, My Love is a Vampire. Gadis dingin yang seketika kehidupannya berubah setelah bertemu dengan seorang lelaki misterius yang sebenarnya adalah teman barunya di sekolah. Percaya dengan adanya Vampire? Pastinya tidak...