9:: Hasrat

7.7K 504 18
                                    

Zen membanting tubuhnya ke atas kasur yang empuk, meletakan satu tangannya sebagai bantalan di kepala. Mata hijaunya melihat langit-langit kamar dengan liar, masih belum paham dengan masalah yang tengah dia hadapi saat ini. Ah, bukan. Bukan masalah, mungkin lebih tepatnya jalan takdir yang telah di pilih oleh bulan. Terkekang dalam aturan dan takdir dari bulan benar-benar membuatnya muak, ingin sekali dia menjadi seperti manusia biasa pada umumnya. Dapat melakukan hal normal, makan dengan normal, berteman dengan normal, menjalani hidup dengan normal dan dapat berkumpul bersama keluarga dengan perasaan bahagia.

Ya, walaupun Zen mencap manusia sebagai makhluk terlemah, laki-laki itu mengaku kagum pada cara pemikiran dan cara menikmati hidup mereka. Walaupun tak sedikit juga manusia memiliki banyak beban hidup hingga merasa putus asa dan menumbuhkan setitik hitam di hatinya. Yaitu keinginan, hasrat dan niat yang buruk pada oranglain.

Zen menghela napas,"Mau bagaimana pun, manusia adalah makhluk yang egois. Sulit mengendalikan nafsu dan mereka,"

Lelaki itu duduk di pinggir kasur sambil mengacak-acak rambutnya sampai benar-benar berantakan. Dia harus segera membuat ikatan dengan Yukina, jika tidak maka akan ada banyak makhluk lainnya yang mengincar gadis itu. Karena jika sudah ada seseorang yang tertakdir untuk menjadi mate dari seorang vampire, maka tanpa disadari mereka mengeluarkan bau darah yang manis dan membuat makhluk-makhluk penyuka darah memburunya.

"Tapi, gadis seperti dia benar-benar merepotkan!" Gumamnya sebal.

Zen mengalihkan pandangannya ke arah pintu kaca yang menghubungkan dia pada balkon. Dia beranjak dan berjalan menuju pembatas, tangannya ia tumpu disana. Angin malam menyelimuti dirinya menciptakan tarian rambut dan baju Zen karena mengikuti hembusan angin. Suara klakson mobil dan motor yang saling bersahutan karena macet cukup mengganggu pendengaran Zen hingga membuat dia mendecak kesal.

Dia menghela napas,"Hahhh... aku haus." Ujarnya, lalu masuk kembali ke dalam untuk bersiap mencari mangsa.

◇\◇/◇

Zen memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket hitam polosnya. Kupluknya ia biarkan tergantung hingga memamerkan rambut putihnya yang mencolok.

Saat ia melewati seorang anak perempuan bersama ibunya yang sedang berdiri di depan supermarket, anak perempuan itu berkata dengan penuh semangat,"Mama! Lihat, kakak itu seperti seorang pangeran dari dunia dongeng!"

Ibu dari anak itu menjadi merasa tak enak sendiri,"A-ah iya iya, sudah ya kecilkan suaramu."

Zen menoleh ke anak perempuan itu sambil tersenyum kecil dan mengedipkan sebelah matanya. Untuk kedua kalinya anak itu kembali bersuara,"Mama! Kakak pangeran itu tersenyum padaku, Ma!"

Zen kembali menghadap ke depan sambil terkekeh geli, lalu menyibakan rambutnya ke belakang dengan rasa percaya diri yang ke lewat batas,"Hah, tentu saja. Anak kecil saja mengakui ketampananku, hahaha!" Dia tertawa puas merasa bangga dengan wajah yang ia miliki.

"Tapi!" Tawanya tiba-tiba terhenti."Kenapa dia sama sekali tidak mengakui kelebihanku sama sekali?! Aku menjadi sulit untuk mendapatkan darahnya! Arghhh, merepotkan!"

Seorang ibu yang rambutnya sudah memutih di beberapa tempat tiba-tiba menghampirinya,"Permisi, nak. Aku dari luar kota dan kesini untuk menemui anakku. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya, apa kamu tahu alamat rumah ini?" Tanyanya sambil menunjukan secarik kertas pada Zen.

"Ehm, memangnya anak ibu tidak menjemput ibu?"

"Aku sudah menelponnya beberapa kali, tapi tidak di angkat. Untung saja aku sudah mencatat alamat yang sudah ia kirim melalui pesan, jadi aku tidak terlalu kesulitan untuk mencarinya,"

Bound Up With VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang