Sebelumnya, aku mau ngucapin terima kasih untuk reader's yang sudah setia menunggu lanjutan cerita MLIAV.
Terima kasih untuk semua Vote dan Comment dari kalian yang sangat berharga bagiku.😊
Lanjut deh...
***
Viona menghampiri laki-laki itu masih dengan kepalanya yang tertunduk,“Maaf, aku bukannya bermaksud---”.
Ucapan Viona terputus, karena laki-laki itu menatapnya dengan tatapan yang tajam dan mengintimidasi. Ia menghampiri Yukina yang masih berlinang air mata.
Jantung Yukina berdetak lebih cepat sambil menatap laki-laki yang terus berjalan ke arahnya. Saat, tepat dihadapan Yukina,“Zen ?”. Ucap Yukina dengan suaranya yang bergetar.
Zen menatap Yukina dengan tatapan kosong, tangannya terulur untuk menyentuh pipi Yukina. Namun, tangannya terhenti sebelum menyentuh pipi Yukina,“Bisakah kau sehari saja untuk tidak membuat masalah ?!”. Tanya Zen dengan nada yang sedikit membentak.
Tubuh Yukina sedikit terperanjat karena bentakan dari Zen. Ia menatap laki-laki dihadapannya ini dengan tatapan tidak percaya. Ia kira, Zen akan membelanya. Tapi apa ini ? Justru, Zen membentaknya dan menuduh Yukina kalau dia lah yang bersalah. Respon Zen benar-benar diluar dugaannya.
Perasaan dihatinya terasa campur aduk. Sakit, sedih, sesak, marah, kesal, benci, menjadi satu. Jujur saja, ini membuat Yukina merasa dipermainkan. Ia sudah muak dengan sikap Zen yang seperti ini sejak beberapa hari yang lalu.
Yukina mengepalkan tangannya,“Kau menuduhku bahwa aku yang salah ? Kau menuduhku kalau aku yang selalu membuat masalah ? Kau selalu memperlakukan ku seperti anak kecil. Sikap mu berubah karena kesalahanku yang aku sendiri tidak ku ketahui. Kau kira aku apa ? Apa kau hanya menganggapku ini sebagai makanan mu ? Aku benar-benar kecewa denganmu Zen. Aku membencimu! Kau benar aku benar-benar bodoh dan tidak dapat menggunakan otak ku dengan benar. Kau benar sekali, kau benar....”. Yukina menjeda perkataannya.
Ia menyeka air mata yang terus saja keluar dan mengalir ke pipinya yang mulus. Zen masih menatapnya dengan tatapan yang cukup tajam, kini tatapan itu sudah tidak berpengaruh pada Yukina karena perasaannya yang sangat-sangat campur aduk.
“Aku benar-benar tidak dapat menggunakan otak ku dengan benar dan sangat bodoh karena diriku.... Diriku.... Telah mencintai orang yang salah. Aku benar-benar bodoh karena telah mencintaimu!”. Lanjut Yukina sambil menangis.
Seketika raut wajah Zen berubah drastis. Ia tidak percaya bahwa Yukina akan mengatakan itu. Tangannya terulur menangkup wajah Yukina yang telah memerah,“Y-Yukina, aku---”.
“Jangan sentuh aku!”. Bentak Yukina sambil menepis tangan Zen.
“Benar kata beberapa orang, bahwa cinta pertama belum tentu berjalan mulus dan sesuai dengan yang diharapkan. Harus ada pengorbanan dan ada yang tersakiti salah satu dari mereka. Kini aku percaya itu, cinta pertama akan terasa indah dan manis di awal dan akan terasa pahit di akhir. Beberapa orang mengalami perasaan itu, termasuk aku,”. Lirih Yukina.
Zen menggenggam tangan Yukina,“Yukina, aku minta maaf. Aku mengira kalau---”.
“Ku bilang jangan sentuh aku dasar Vam---”.
Ucapan Yukina terputus, karena Zen telah mendekapnya ke dalam pelukannya. Yukina merindukan pelukan ini, pelukan yang hangat,“Tolong, biarkan aku bicara terlebih dahulu,”. Pinta Zen.
Yukina berusaha mendorong tubuh Zen agar pelukan itu terlepas. Namun, usahanya nihil. Justru, Zen makin mengeratkan pelukannya di pinggang Yukina yang membuatnya sedikit sulit bernafas,“Z-Zen, lepaskan ak---”.
“Dengarkan dulu!”. Bentak Zen.
Yukina langsung bungkam, nafasnya sedikit tersenggal-senggal karena sulit untuk bernafas. Tapi, Zen tetap tidak melonggarkan pelukannya dipinggang Yukina.
“Sejujurnya, aku juga benar-benar mencintaimu. Tapi aku benar-benar meminta maaf kepadamu, aku sudah salah paham. Aku kira laki-laki itu adalah---”.
“Apakah selama ini yang kau maksud adalah Randy ? Kau kira dia adalah kekasihku ? Bukan! Dia bukanlah kekasihku melainkan kakak sepupuku!”. Ucap Yukina.
Nafas Zen tercekat, ia melepas pelukannya dan menggenggam kedua bahu Yukina,“Maafkan aku Yukina. Ku mohon,”. Pinta Zen.
Yukina melepaskan genggaman Zen dibahunya. Lalu, menatapnya tajam. Zen meminta maaf kepadanya setelah semua perlakuan dan sikap Zen kepadanya selama ini cukup membuat hati Yukina merasakan sakit, Gadis itu tersenyum miring,“Minta maaf ? Apakah aku harus memaafkan mu setelah selama ini sikapmu kepadaku benar-benar tidak dapat aku terima ? Sebenarnya, yang lebih tepat bukanlah aku yang tidak dapat menggunakan otak ku dengan benar. Melainkan, kau !”. Ucap Yukina sambil menunjuk-nunjuk dikening Zen.
Yukina menyadari bahwa kelakuannya terhadap Zen itu sangatlah tidak sopan. Tapi, apa boleh buat ? Tubuhnya sekarang sudah dikuasai oleh amarah.
“Kelakuanmu.... Kelakuanmu yang membuatku sakit hati. Apalagi, saat kau mencium wanita yang entah berasal dari mana itu !”. Bentak Yukina sambil menunjuk Viona dan menatapnya dengan tatapan benci.
“Yukina, dengar---”.
“Kau selau bilang, dengar, dengar dan dengar. Mulai sekarang, izinkan aku untuk bersikap seperti sikapmu yang kau lakukan kepadaku. Oke, Zen ku yang manis,”. Ucap Yukina sambil tersenyum licik.
“Yukina, kau---”.
“Ku anggap itu sebagai 'iya, terima kasih, Zen,”. Ucap Yukina lalu keluar dari kelas.
Semua murid yang lain menatapnya. Zen hanya mendecak kesal, lalu keluar dari kelas.
Hanny dan Jessey pun juga ikut keluar dari kelas untuk menyusul Yukina. Mereka tahu tempat mana yang Yukina datangi saat perasaannya sedang campur aduk.
Mereka berlari kecil melewati karidor sekolah. Karena, sekitar 10 menit lagi, bel masuk akan berbunyi.
Saat, sampai ditaman belakang sekolah. Mereka menangkap sosok gadis yang tengah berdiri ditengah taman dengan rambutnya yang berkibar mengikuti hembusan irama angin yang menerpa tubuhnya. Gadis itu mengadahkan kepalanya menatap langit biru laut yang cerah.
Saat, Hanny dan Jessey hendak mendekati Yukina. Tiba-tiba, Yukina duduk diatas rumput bertumpuan dengan kanan kirinya, sedangkan tangan kanannya menutup mulutnya untuk membungkam suara dari tangisnya yang keluar dari mulutnya, ia menundukkan kepalanya dalam sampai rambut-rambutnya yang panjang menutupi sisi wajahnya.
Hanny dan Jessey menatap Yukina dengan tatapan iba. Mereka tidak pernah melihat sosok Yukina yang seperti ini. Jujur saja, mereka sedikit merasa kecewa karena Yukina menyembunyikan masalah dan fakta yang sebenarnya. Padahal, mereka sudah bersahabat selama 3 tahun.
Mereka menghampiri Yukina, lalu menyentuh kedua bahu Yukina dengan salah satu tangan mereka. Gadis itu memutar kepalanya sembilan puluh derajat, menatap Hanny dan Jessey dari ekor matanya,“Apakah aku.... Terlalu kasar dengan Zen ?”. Tanya Yukina.
“Tidak! Dia yang berbuat salah terlebih dahulu kan ? Jadi, tentu saja dia yang salah,”. Jawab Jessey.
“Aku tidak setuju dengan mu, Jessey. Zen, sudah meminta maaf padamu tadi. Jadi, dia sudah mengakui kesalahannya. Menurutku, sih.... Lebih baik kau memaafkannya,”. Ucap Hanny.
“Benar juga, sih,”. Ucap Jessey.
“Tapi, kalau kamu masih membutuhkan waktu untuk bisa memaafkannya, Tak apa, selama Zen mau menunggu,”. Ucap Hanny.
Yukina tersenyum, lalu memeluk kedua sahabatnya ini. Sahabatnya memang sangat mengerti tentang dirinya, sungguh.... Didunia ini benar-benar sulit untuk menemukan tipe sahabat yang seperti ini.
Mungkin, lebih baik jika ia juga menceritakan tentang masalah ini kepada kakaknya, Shion. Ia benar-benar berharap masalah ini akan cepat terselesaikan.
***
Sampai sini dlu yaa, maaf typo bertebaran. Maaf jg kalo pendek.
Jgn lupa vote dan comment yaa. Vomment dari kalian itu sangat berharga untukku.
25 Vote --->> Lanjut chapter selanjutnya...
Thank's 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Up With Vampire
Vampire[SEDANG DI REVISI] Dari judul awal, My Love is a Vampire. Gadis dingin yang seketika kehidupannya berubah setelah bertemu dengan seorang lelaki misterius yang sebenarnya adalah teman barunya di sekolah. Percaya dengan adanya Vampire? Pastinya tidak...