"Yukina, tadi memangnya kamu kemana? Kita menunggumu di kantin tadi, kita kira urusanmu dengan Zen selesai dengan cepat," Hanny sudah mengoceh panjang yang hanya di balas helaan nafas oleh Yukina.
Hanny menjadi makin kesal saat semua ocehannya tak di tanggapin sama sekali oleh sahabat dinginnya ini. Di belakangnya, Jessey hanya menahan tawa karena merasa lucu melihat wajah kesal Hanny yang di abaikan oleh Yukina. Zen yang merasa berisik dengan ocehan Hanny hanya bisa mendecak kesal.
"Yukinaaa, akuuu bicaraa denganmuuu,"
"Diam! Berisik sekali kau ini." Zen memukul mejanya.
"Biarkan! Aku ini sahabatnya, jadi tidak ada masalah jika aku bertanya dengannya,"
"Kurasa gadis bar-bar sepertimu tak pantas jika bersahabat dengannya,"
"Kau menghinaku?!" Hanny memukul meja Zen.
"Tidak menghina, tapi mengatakan sebuah kenyataan."
"Cukup! Kami sudah bersahabat selama 3 tahun dan kamu jangan sok mengguruiku. Aku bertanya pada Yukina karena aku khawatir padanya, bagaimana jika dia kenapa-kenapa? Apalagi itu denganmu!"
"Kau kira aku ini laki-laki apa?! Gadis seperti dia itu bukan tipeku,"
"Lalu tipe gadis yang kau inginkan seperti apa?" Jessey akhirnya bertanya, sebenarnya dia sama sekali tidak penasaran dengan tipe seperti apa gadis yang di idamkan Zen. Jessey melakukan itu hanya untuk membuat perdebatan Zen dan Hanny selesai.
Wajah marah Zen melunak, lalu berfikir.
"Hm... seperti apa ya?" Zen terlihat menerawang, lalu sedetik kemudian kepalanya menatap ke arah Hanny dengan senyum miring.
"Seperti dia," lelaki itu menunjuk Hanny.
Semua pasang mata langsung menatap ke arah Hanny yang tergagap-gagap karena bingung harus berkata apa. Sedangkan Jessey memandang Hanny dengan tatapan malas sambil memalingkan wajahnya.
"Tipemu itu sangat aneh, Zen." Komentar Jessey tanpa adanya rasa berdosa.
Hanny mendelik dan mulai menyiapkan suara cemprengnya. Akhirnya kelas menjadi makin berisik karena Hanny dan jessey saling beradu mulut yang membuat Yukina menghela nafas lelah.
***
"Berhentilah mengikuti," Yukina menghela nafas dengan gusar. Sedari tadi lelaki Vampire ini terus saja mengikutinya, padahal dia sedang menuju rumahnya. Apa Zen akan terus mengikutinya sampai di rumah?
"Aku hanya mengawasimu. Bagaimana jika kau bukan menuju ke rumah melainkan ke kantor polisi, hah?"
Ya, dia sudah berburuk sangka terlebih dahulu. Cukup membuat Yukina seperti ingin mencekiknya.
"Tak akan. Pulang sana!" Gadis itu mendorong tubuh Zen.
"Tidak,"
"Pulang!"
"Tidak,"
"Memangnya kau tidak punya rumah?!"
"Tidak,"
Bibir Yukina yang akan membalas, menjadi terkatup. Dia menatap Zen dengan tidak percaya, jika Zen tidak memiliki tempat tinggal, lalu kemana dia akan pulang? Kenapa dia tak memiliki tempat tinggal? Yang terpenting, kemana orang tuanya?
"Orang tuaku meninggalkanku. Mereka sudah tak ada di dunia lagi,"
Zen menjawab dengan lantang. Dia seakan bisa membaca pikiran Yukina, akhirnya gadis itu melanjutkan perjalanannya menuju rumah dengan membiarkan Zen mengikutinya. Yukina berfikir bahwa lelaki itu akan lelah dan berhenti mengikutinya nanti, jadi dia sengaja memilih rute yang lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Up With Vampire
Vampire[SEDANG DI REVISI] Dari judul awal, My Love is a Vampire. Gadis dingin yang seketika kehidupannya berubah setelah bertemu dengan seorang lelaki misterius yang sebenarnya adalah teman barunya di sekolah. Percaya dengan adanya Vampire? Pastinya tidak...