Seorang gadis mengerjabkan matanya saat seberkas cahaya matahari masuk melewati sela-sela jendela kamarnya. Gadis itu bangkit dan duduk di pinggir kasur. Bola matanya berputar untuk melihat jam dinding yang tergantung di salah satu sisi ruangan.
Pukul, 06.15.
Yukina bangkit dan berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap berangkat ke sekolah untuk pertama kalinya setelah ia melewati masa koma selama berbulan-bulan.
Di dalam kamar mandi, Yukina menanggalkan pakaiannya, lalu berdiri di bawah air pancuran shower. Gadis itu terus menundukkan kepalanya ke lantai kamar mandi yang di aliri air. Pandangannya kosong dan redup seperti mayat hidup yang berjalan.
Satu tangan mungilnya bergerak untuk menyentuh keningnya, berharap sebuah lambang bulan sabit masih terlukis disana.
“Tidak nyata..., yaa?” gumam gadis itu dengan nada dingin.
Walaupun sudah beberapa hari berlalu, Yukina masih belum bisa menerima kenyataan yang pahit ini. Andai saja dia bisa bertemu dengan Zen untuk sekali saja dan untuk yang terakhir.
*|*|*
Shion menyesap teh dari cangkir kecil yang berada di tangannya. Sejak beberapa hari ini, Yukina selalu mengunci diri di kamar. Dia akan baru keluar saat di paksa untuk makan. Jika keadaannya seperti ini, Shion takut adiknya terkena gangguan mental karena masih mengharapkan orang yang tidak nyata.
Suara derap kaki membuat lamunan Shion menjadi buyar. Di lihatnya dari ambang pintu, berdiri seorang gadis yang sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Yukina masih terlihat cantik seperti biasanya, tapi matanya menampakan kesedihan yang mendalam dan kematian di dalam dirinya.
“Yukina?” Shion mulai bersuara.
“Dimana ibu?” tanya Yukina dingin.
Shion bangkit dan berjalan menuju adiknya,“Sedang keluar. Kamu mau berangkat ke sekolah? Biar Kakak antar,”
“Tidak perlu,”
“Tapi, Yukina... Bahaya jika membiarkan kamu pergi sendiri di saat keadaanmu seperti ini,”
“Aku bukan anak kecil lagi,” Yukina beranjak dari hadapan Shion dan berjalan ke pintu rumah.
“Yukina...,”
“Aku berangkat,” ujar gadis itu dingin, lalu keluar dari rumah.
Shion berdiri mematung di tempat dengan tatapan yang tidak lepas dari daun pintu rumah.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya frustasi.
•|•|•
Kaki-kaki jenjang Yukina berjalan melewati setiap karidor sekolah untuk menuju ke kelasnya. Banyak pasang mata yang memperhatikan Yukina, layaknya gadis itu adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Mungkin saja, kecelakaan yang menimpa dirinya telah tersebar ke seluruh pasang telinga di sekolahnya. Tapi, anehnya... Kenapa mereka menatap Yukina dengan tatapan yang tidak biasa seperti itu?
Apa ada orang jahil yang membawa isu tentang dirinya yang meninggal di tempat kecelakaan? Jadi, saat dirinya kembali menginjakan kakinya ke sekolah, banyak yang menganggap kalau Yukina hanyalah arwah yang bergentayangan?
Yukina tertawa hambar dalam hati. Mau bagaimana pun keadaannya, dia tidak peduli.
Yukina masuk ke dalam kelas dan langsung disambut dengan para sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Up With Vampire
Vampire[SEDANG DI REVISI] Dari judul awal, My Love is a Vampire. Gadis dingin yang seketika kehidupannya berubah setelah bertemu dengan seorang lelaki misterius yang sebenarnya adalah teman barunya di sekolah. Percaya dengan adanya Vampire? Pastinya tidak...