Chapter 39

3.9K 278 24
                                    

Zen mondar-mandir sambil menundukan kepalanya untuk memikirkan cara dia dapat keluar dari tempat terkutuk itu. Hingga, tatapannya beralih ke salah satu penjaga yang berada di depan pintu berjeruji besi itu.

“Hoi !” suara Zen membuat perhatian penjaga itu teralihkan.

“Bawakan aku darah. Aku haus,” ucap Zen sambil memperhatikan pedang yang tersampir di ikat pinggang penjaga itu.

“Kami tidak menyediakan darah untuk tahanan,” sahut penjaga itu, lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke depan.

Zen mendecak, lalu ia mendapat sebuah ide. Walaupun, ia sangat benci untuk mengatakannya.

“Aku mempunyai janji dengan istriku,” sahut Zen lagi yang membuat penjaga itu mengerutkan dahinya.

“Istri ?”

“Y... Ya! Sherla. Sherla adalah istriku. Apa kau belum tahu ?”

Penjaga itu hanya menggeleng sebagai jawaban.

“Makanya, kalau kau ingin mendapat sebuah berita terbaru dan sedang hangat. Kau tinggal cari menggunakan benda layar sentuh berbentuk persegi panjang. Namanya.... Namanya itu.... Sebutannya apa, yaa ?” ucap Zen dengan suara yang dikecilkan di akhir perkataannya, bingung dengan perkataannya sendiri.

“Jangan mengada-ngada! Kau hanyalah seorang tahanan! Jangan banyak bicara!” pinta penjaga itu.

Zen mendecih,“Kau ingin aku laporkan kepada Sherla karena kau tidak mengizinkanku untuk menemuinya, hah ?!” sungut Zen.

Seketika, nyali penjaga itu menciut. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu yang harus ia putuskan. Antara, mengizinkan Zen atau tidak mengizinkan Zen dan mendapat amarah dari Sherla. Akhirnya, penjaga itu melepas kunci pintu dan masuk ke dalam.

Zen tersenyum kecil. Saat penjaga itu sudah cukup dekat, detik itu juga Zen menendang perut penjaga itu yang membuat penjaga itu tersungkur sambil memegangi perutnya.

Penjaga itu bangkit dan mencabut pedang dari sarung pedangnya. Ia sudah mengangkat pedang itu, siap untuk menebas Zen. Saat, si penjaga akan mengayunkan pedang itu ke leher Zen. Detik itu juga, Zen sedikit merendahkan tubuhnya dan menangkis serangan si penjaga dengan rantai yang mengikat tangannya. Hingga, terdengar suara gemerincing rantai yang putus.

Zen tersenyum puas, lalu melontarkan pukulan ke rahang penjaga itu. Saat penjaga itu tersungkur di lantai, Zen mengambil pedang yang sudah lepas dari genggaman si penjaga.

Zen meraih rantai yang tergeletak dengan tatapannya yang tidak lepas dari Vampire di hadapannya. Saat penjaga itu bangkit dan siap untuk menerjang tahanannya. Zen mencari ancang-ancang untuk menghindar, dan menyabetkan rantai itu ke leher penjaga. Rantai itu melingkari leher dan mencekik penjaga itu.  Saat penjaga itu tengah sibuk melepaskan rantai yang mencekik lehernya. Zen dengan gesit melesat ke penjaga itu dan menancapkan ujung pedangnya tepat di jantung penjaga itu berada. Untuk beberapa detik, penjaga itu sempat berontak. Namun, tidak lama kemudian, Vampire itu tidak lagi bergerak.

“Bodoh sekali. Semoga saja, anakku dengan Yukina nanti tidak sebodoh dirimu,” gumam Zen, lalu menarik pedang yang menancap di tubuh penjaga itu dengan kasar.

Zen menyembulkan kepalanya keluar sedikit dari balik pintu untuk memastikan keadaan sekitar aman. Yang terlihat, hanyalah penjaga yang jumlahnya sekitar belasan. Namun, yang membuat Zen lega adalah penjaga-penjaga itu tengah tertidur lelap.

Dengan segera, Zen melesat dengan kecepatan Vampirenya dengan pedang yang masih dalam genggamannya.

“Tunggu aku, Yukina,” gumam Zen.

Bound Up With VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang