Cinta itu tidak selamanya buta. Buktinya, cinta itu mengenal RASA!
***
Raafi langsung dibawa ke rumah sakit yang telah ditentukan. Seluruh kerabat dekat Raafi sudah berada di luar ruangan, terkecuali kedua orangtua Raafi. Mereka sedang melaksanakan tugas di luar kota, dan hanya ada Siddiq dan lainnya. Dokter sedang memeriksa keadaan Raafi yang tak berdaya.
Saat telah selesai memeriksa keadaan Raafi, seorang dokter keluar bersamaan dengan suster yang ikut bersamanya.
"Bagaimana Dok, keadaan Raafi?" tanya Siddiq dahulu.
Mereka semua mendekat ke arah sang dokter, karena ingin menerima pernyataan jelas darinya.
"Untungnya pasien sudah diberi P3K sebelum sampai kesini, karena kalau tidak, bisa saja kepalanya yang terkena benturan keras akan berdampak buruk untuk kedepannya, mungkin berdampak amnesia," tutur sang Dokter.
"Syukur! Kaki pasien juga terkena luka yang tidak serius. Untungnya dia memakai pengaman di daerah lututnya, sehingga saya hanya perlu memberi perban pada lutut yang cedera itu, kira-kira dia hanya perlu menunggu sekitar lima hari untuk sembuh total dari sakitnya," sambungnya menjelaskan.
Mereka hanya menyimak lega apa yang diucapkan Dokter, "baiklah kalau begitu, saya permisi dulu." Pamitnya.
"Iya Dok, terima kasih banyak," kata Siddiq sambil berjabat tangan dengan si Dokter. Lalu sang Dokter bersama suster pun berlalu pergi meninggalkan mereka.
Ifa hanya terduduk lesu, sedangkan Siddiq dan lainnya segera masuk melihat keadaan Raafi. Disana, coach basketnya--pak Imron, dan beberapa teman lainnya juga ikut masuk, terkcuali Ifa.
Ia masih sesenggukan sedari tadi, saat awal melihat Raafi tegelatak kesakitan, ia bingung sekaligus takut akan hal ini. Karena bagaimanapun juga ini adalah kesalahannya, telah menyuruh seseorang Aldo untuk melukai Raafi, walau maksud sebenarnya ia menyuruh Aldo hanya untuk membuat Raafi tidak bermain basket lagi dan lebih memilih istirahat bersamanya. Tidak ada yang mengetahui bahwa Ifa yang menyuruhnya seperti ini, karena Aldo diberi embel-embel uang nanti.
Mungkin Aldo salah menangkap ucapan yang Ifa katakan padanya, bahwa jangan berlebihan dalam bertindak untuk Raafi.
Namun semua harapannya sirna, apa yang dia inginkan malah menjadi semakin rumit, tak beraturan. Ia hanya bisa menyesali perbuatannya yang sangat buruk terhadap Raafi. Bahkan lebih buruk dari semua kejadian yang buruk!
"Maafin gue, Raaf.." lirih Ifa ditengah tangisannya.Ia seorang diri dengan perasaan bersalah, hingga akhirnya suara derap langkah yang tergopoh-gopoh pun datang mendekat.
Dia melihat siapa yang datang, ternyata Qia. Ifa menghapus airmatanya denga cepat, lalu berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Qia.
"Lo.. kenapa nangis?" tanya Qia simpatik.
"Gak usah sok peduli lo! Ini semua gara-gara lo, najis!" Ifa menunjuk-nunjuk wajah Qia.
"Raafi.. kenapa?"
Semua orang yang berada di sana pun memusatkan perhatiannya pada mereka. "Cari masalah lo, ikut gue!" Ifa segera menarik paksa Qia keluar menuju taman di RS. Andine tersebut.
Qia menyentakkan tangannya dari Ifa. "Apa-apaan sih?!" Ia mengusap pergelangan tangannya yang sakit akibat dicengkram erat oleh Ifa.
"Perlu berapa kali sih gue bilangin ke elo, JANGAN GANGGU HIDUP RAAFI!" hardik Ifa dengan penuh amarah, "gara-gara lo, dia jadi kaya gini, gak fokus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You! √
Teen FictionApa perasaan mu jika kamu terus-menerus didekati oleh Sang cowok populer yang diidamkan para perempuan-perempuan di sekolah? Senang bukan?! Tapi tidak dengan Qia! Si cewek cuek nan dingin yang membenci Raafi, si cowok populer nan ganteng ini! Namun...