32. Will Started

2.6K 273 143
                                    

Ada yang salah dari mencintaimu, bahwa aku tidak tau cara untuk berhenti!

***

Sudah satu jam waktu yang mereka habiskan untuk membuat cake berperisa anggur itu. Perpaduan hasil tangan dari ketiga wanita yang menyayangi Raafi.

Saat cake itu telah dipoles olesan selai terakhir oleh Vina dan cake siap disajikan. Akhirnya pun mereka menampilkan wajah kegembiraan karena jerih payah mereka sangatlah memuaskan selama satu jam terakhir.

"Yaudah, sini biar Ifa antar ke  Raafi, Tan." Ifa langsung mengambil alih potongan cake yang sudah disiapkan untuk Raafi. Sekilas, Ifa menatap Sinis Qia yang berada di samping kanan Vina, memberitahu bahwa ialah yang berhak atas ini.

Qia hanya pura-pura acuh atas apa yang dilakukan Ifa padanya, yang ia butuhkan hanya kesabaran penuh saat dia sedang di depan orang yang diseganinya.

"Qia, kamu gak ikut Ifa nganter cake Raafi?"

Qia menggeleng ringan, "nanti aja, Tan, biar Ifa aja yang duluan," kilah Qia sambil menampilkan senyuman kecil darinya.

Tak menunggu lama, Ifa sudah melenggang pergi dari hadapan mereka dengan tangan yang berisi nampan kue dan susu hangat untuk Raafi. Dia berjalan dengan mantapnya menuju lantai atas.

"Raafi, gue bawain makan," ujar Ifa sambil mendorong pintu yang sedikit terbuka itu.

Raafi menoleh sebentar, lalu melanjutkan kembali aktivitas bermain video game console-nya.

Ifa terdiam di samping ranjang king size Raafi. "Nih udah gue bawain cake yang lo minta ama nyokap, tadi gue ikut bantuin loh hehe...." Ifa menyengir menatap Raafi.

"Oh iya, makasi. Letak di sana aja, Fa." Tunjuk Raafi dengan dagunya ke arah nakas di samping tempat tidur.

"Makan langsung aja, cicipin!"

"Nanti."

"Sekarang dong, Raaf!"

Raafi beralih menatap Ifa tajam, "gue bilang nanti, ya nanti! Budek apa ya?"

Terdiam sejenak. Ifa berjalan menuju nakas yang ditunjuk Raafi tadi, meletakkan nampan yang ia bawa. Ia tak merasa kesal atau marah karena sudah dibentak Raafi. Ia sangat tahu sekali sifat Raafi kalau sudah seperti ini.

"Lo marah ya, karna gue bilang tentang Qia tadi?" Sedikitpun tak ada terlintas dibenak Ifa untuk memberitahunya tentang keberadaan Qia di bawah.

"Udah! Berisik, Fa."

Ifa menahan senyumnya. "Gue minta maaf ya, kalo gue salah ngomong."

Raafi hanya berdeham, menandakan bahwa ia menjawab ucapan Ifa barusan. "Gue sih gak marah ama lo, selagi gue belom punya bukti, gue sih biasa aja. Cuma rada kesel," ucapnya tanpa beralih dari layar televisi.

Ifa hanya manggut-manggut. "Kalo itu bener?"

Raafi terdiam sejenak, lalu berdeham lagi.

"Yaudah, gue gak mau memperburuk keadaan lo sekarang cuma gara-gara dia yang gak nganggep lo," lanjut Ifa. "Gue keluar dulu, tidur gih, biar cepet sembuh!"

Raafi diam, tak membalas. Pikirannya masih bercabang kemana-mana. Ia masih ingin menyelaraskan antara pikiran dan hatinya. Sejenak, ia men-pause kan game-nya. Bersandar agar lebih nyaman.

Ifa keluar sambil menutup pintu kamar Raafi dengan pelan. Sebuah senyuman merekah indah tercetak di bibir sang gadis sebelum menuruni anak tangga. Dia melihat Qia dan Vina sedang asyik bercengkerama di ruang tengah.

Fix You! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang