42. Akhir

1.8K 154 23
                                    

Sekolah berangsur menyapa kesepian, namun karena Qia masih saja harus piket dan menjaga kelas hingga mengunci, mengharuskannya untuk menunggu semuanya beres. Kini giliran Qia yang harus merapikan kelas hingga akhir. Hanya tinggal beberapa siswa di luar sana, membuat dia semakin ingin bergegas tiba di rumah.

Saat hendak melangkah menuju koridor yang menghubungkan keluar, langkahnya dicegat oleh beberapa siswi yang terlihat memang sengaja menunggunya untuk melewati koridor itu.

Dengan mudahnya ketiga siswi itu menghadang jalan Qia menggunakan kaki mereka. Beberapa detik Qia terlihat terkejut, namun ia berhasil menormalkan kembali raut wajahnya.

"Apa lagi sekarang?" gumam Qia dengan wajah malas.

Mereka mendengar Qia yang tengah bergumam. "Urusan kita belum kelar!" Ifa langsung menarik paksa tangan Qia. Dengan langkah yang terseret-seret membuat tangan dan kakinya semakin sakit.

Hingga langkah mereka berhenti di dalam sebuah toilet perempuan. Tubuh Qia dibanting asal oleh Ifa, membuatnya terhempas ke dinding.

"Aw!" Qia meringis kesakitan. "Apa-apaan sih?!" Suaranya mengeras.

"Lo yang apa-apaan?!" balas Ifa tak kalah keras.

"Lo ngadu apa aja sih ke Raafi?" Tania membuka suara.

"Lo pelet Raafi, ya?" timpal Raisa.

Ifa hanya menampilkan senyuman miringnya menatap Qia. "Jelas-jelas gitu Raafi diguna-guna sama dia, sampai klepek-klepek gitu," dia terkekeh.

Qia ikut terkekeh, "orang sinting tuh beda jalan pikirannya sama orang waras, jadi yang waras mah ngalah."

"Apa lo bilang?" teriak Tania.

"Stt ... slow down, baby!" Ifa menenangkan.

"Saking sintingnya, bahkan gue gak bisa bedain mana yang munafik dan mana yang mikir pake otak!"

"Maksud lo apaan?" balas Qia.

"Nah gini nih, ciri-ciri orang bego. Mikir gak pake otak," dia berdecih.

"Apaan sih, basi lo semua!" Qia hendak meninggalkan mereka, akan tetapi langkahnya dihalang-halangi oleh mereka.

"Otaknya Raafi di cuci kali ya sama perempuan busuk satu ini," ucap Raisa menatap sinis Qia.

"Bodo amat, bego!" Qia hanya acuh.

"Berani lo ya!" Raisa melayangkan tangannya ke atas, dengan cepat Qia menangkis serangan yang ia tahu akan mendarat di pipinya itu. "Norak lo semua!" ketus Qia menatap sinis ketiga perempuan itu.

Ifa maju selangkah mendekati Qia, "Raafi itu sekarang udah milik gue, jadi lo jangan mikir buat deket lagi sama dia, apalagi ngarepin dia bakal ngejer-ngejer lo lagi. Jangan!"

Qia mengangkat sebelah bibirnya sambil berdecih, "Emang lo siapa dia—"

"Pacar!"

Mata Qia melotot saat mendengar kata terakhir yang diucapkan Ifa barusan. "Gak usah mimpi lo!"

Ifa terkekeh menatap Qia, "lo yang harusnya bangun dari mimpi lo," dia enggan menatap Qia. "kemaren Raafi sendiri yang meluk gue, ngusap kepala gue." Dia mempraktikkan gerakan terakhir kepada Qia.

Hati Qia menentang akan kebenaran yang baru saja diucapkan Ifa. Pikirannya bersikeras untuk tak mempercayai penuturan Ifa. "Apa? Lo gak percaya?" Dia tersenyum miring.

Ifa langsung mengeluarkan ponsel dari dalam kantong roknya, saat setelah dia menghidupkan layar ponsel itu, terlihat wallpaper ponsel itu menampilkan fotonya yang tengah bersandar dia bahu Raafi. Qia yang melihat layar ponsel itu langsung saja membulatkan matanya tak percaya.

Fix You! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang