"Kakak merindukan seseorang," ucap Kak Gevan ketika sedang mengemudi mobil menuju sekolah. Merindukan seseorang?
Aku yang awalnya sibuk menatap jejeran ruko dan menikmati udara dari jendela mobil, akhirnya menatap Kak Gevan. Wajahnya terlihat bahagia. Kalau boleh jujur, aku tidak pernah melihat Kak Gevan sebahagia ini.
Setelah beberapa detik menatapnya heran, aku mulai membuka suara. "Merindukan siapa? Aku?"
"Merindukanmu itu hal paling utama karena kamu adikku. Kakak merindukan orang lain. Kamu tahu kan maksud kakak? Sebenarnya kakak malu mengatakan hal ini, namun kakak nggak mau memendam sendiri," jawab Kak Gevan sambil tersenyum.
Aku tahu.
Aku paham.
Aku mengerti.
Inilah satu hal yang aku takuti sejak dulu. Kak Gevan akan mencintai seseorang. Dan orang itu jelas bukan aku. Mana bisa, mana boleh, mana mungkin. Aku adiknya dan Kak Gevan kakakku. Aku tidak boleh memilikinya atau sebaliknya.
Namun aku mencintainya. Aku menyayanginya. Siapa yang akan menjadi tokoh baru dalam ceritaku? Apa yang harus kukatakan saat ini? Apa aku harus mendukung Kak Gevan? Aku tidak bisa. Aku tidak sanggup menyakiti diriku sendiri.
"Lika!" tangan Kak Gevan melambai di depan wajahku sesaat dan matanya masih tetap fokus pada jalanan. Detik ini aku ingin berteriak. Aku ingin melarang perasaan Kak Gevan.
Cit...
Kesadaranku segera menyatu ketika decitan mobil yang dikendarai Kak Gevan berhenti mendadak. "Lika, kamu tidak apa-apa?" tanya Kak Gevan lembut.
"Kenapa berhenti? Aku tidak apa-apa. Aku terkejut karena akhirnya Kak Gevan menyukai seseorang. Dan aku akan mengenal gadis itu menjadi kakak iparku. Bukankah begitu?" sahutku gembira.
Tidak. Aku sungguh tidak bahagia. Aku ingin berteriak tapi lidahku terasa kaku hanya untuk menyerukan nama Kak Gevan. Bahkan seluruh organ tubuhku tidak dapat bekerja dengan semestinya. Jantungku berdetak lemah, darahku berdesir cepat dan semua otoku terasa mati kaku. Ada apa dengan tubuhku?
"Belum tentu gadis itu menyukai kakak," kata Kak Gevan pelan.
Saat ini hanya mata dan mulutku yang mampu kuandalkan untuk menutupi kegugupanku. Mataku hanya dapat memandangnya dengan bibir tersenyum -palsu. Aku tidak dapat menyunggingkan senyum tulus. Aku tidak bisa di saat seperti ini. Sangat sulit dan menyakitkan.
Setelah beberapa menit aku bergumul dengan perasaanku, akhirnya mulutku yang semula kaku berubah menjadi lemas.
"Aku yakin gadis itu akan menerima kakak. Kak Gevan tampan, baik dan juga pandai. Tidak mungkin gadis itu menolak kakak."
Kak Gevan memandangku dengan tatapan meyakinkan. "Tapi kakak tidak setampan pacarmu."
Untuk sekian kalinya nama itu membuat suasana tenang menjadi suasana menegangkan. Lebih tepatnya horor. Tubuhku yang semula menegang gugup dan ketakutan, kini berubah menjadi lunak. Seperti dalam tubuhku itu tidak ada satu pun tula penyangganya.
"Pacar? Badai?" Kak Gevan mengangguk. "Aku lebih memilih Kak Gevan dibanding makhluk sepertinya. Menurutku kakak lebih tampan."
Aku meralat kalimat terakhirku di dalam hati. Menurutku kakak lebih tampan karena kakak yang lebih aku cintai.
"Benarkah? Menurut teman-teman kakak, Badai lebih tampan."
"Karena Badai lebih suka tebar pesona daripada kakak. Kak Gevan pendiam, tidak suka menonjol. Itulah mengapa teman-teman kakak memilih Badai," elakku.
Kak Gevan hanya mangut-mangut dan kembali mengemudi.
Jalanan pagi ini tidak terlalu padat seperti biasanya. Hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang melewati mobil Kak Gevan dan sesekali menyuarakan klakson mobil jika mobil Kak Gevan tidak mau minggir. Di sepanjang trotoar juga masih sama. Sepi. Hanya beberapa pejalan kaki menikmati sejuknya pagi. Biasanya pagi seperti ini, pedagang kaki lima telah menjajakan dagangannya kepada pejalan kaki. Namun saat ini, tak satu pun terlihat batang hidungnya.
"Boleh cerita tentang cinta pertama kakak?"
Aku kembali memandang Kak Gevan dan mengangguk. Ini akan lebih menyakitkan dibandingkan gadis yang Kak Gevan ceritakan tadi. Kukira dia cinta pertamanya, ternyata Kak Gevan pernah mencintai gadis lain.
Kak Gevan menarik udara pelan lalu memulai karangan hidupnya.
"Sebelum kakak mencintai gadis yang kakak rindukan saat ini, kakak pernah mencintai gadis yang lebih cantik. Dia baik, pandai, lucu dan manis. Kakak mencintainya sejak kakak kelas 5 SD. Sebenarnya kakak sudah lama menyukainya, namun kakak baru tahu arti cinta ketika kelas lima. Kakak ingin mengungkapkan perasaan kakak, namun Kak Gevan takut. Bukan karena takut ditolak seperti saat ini, tapi takut dia menjauhi kakak. Dia berarti. Sangat berarti untuk kakak." Kak Gevan mengambil jeda sebelum kembali melanjutkan ceritanya. "Dia membuat nama kakak menjadi nama yang berguna."
"Kakak masih mencintainya?" tanyaku sambil memaksa sebuah senyum, getir.
"Iya. Bahkan kakak tidak akan mungkin berhenti mencintainya. Jarak membuat perasaan itu semakin bertambah."
"Jarak? Dia sekarang di mana?" tanyaku lagi.
Kak Gevan menggelengkan kepalanya. "Sulit kakak jangkau keberadaannya. Meskipun jaraknya tidak lebih dari manusia dan langit, namun dekatnya juga tidak seperti bintang dan langit. Ada tembok pemisah di antara kita. Ayo turun, sudah sampai."
Aku segera menoleh kanan-kiri ketika Kak Gevan membuka pintu mobil. Sepertinya aku terlalu dalam mendengar cerita Kak Gevan. Aku membuka pintu mobil dan mendekati Kak Gevan yang masih menungguku. Kak Gevan segera merangkul bahuku sambil berjalan santai.
"Kak Gevan!" pekik seseorang ketika aku dan Kak Gevan menuju ruang kelasku. Suara yang membuat mood-ku hilang seketika.
Kak Gevan segera mencari pemilik suara itu dan tersenyum ketika mendapati Badai berlari mendekati Kak Gevan. "Hei, yang baru dibahas udah muncul duluan."
"Kalian sedang membahasku?" ujar Badai heran.
"Iya. Lika kangen sama kamu," jawab Kak Gevan tenang. Aku segera melotot ke arah Kak Gevan.
"Apaan sih Kak Gevan. Siapa juga yang kangen sama makhluk luar angkasa sepertinya," cibirku.
Aku berjalan cepat meninggalkan kedua cowok yang masih menatapku heran. Tidak..tidak. Jangan sampai mereka tahu bagaimana meronanya pipiku saat ini. Ini semua karena Badai.
TBC
Vote dan Comment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Galatoma || #Wattys2019
Teen FictionAilika Wijaya harus sabar menghadapi sikap astral dan menyebalkan seorang Badai Galatoma. Lebih menyebalkan lagi ketika cowok most wanted itu mengetahui rahasia besar Ailika. Rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun. "Kenapa harus mencin...