Aku menghela nafas sebentar dan kembali menyuarakan suaraku yang sudah sangat serak. Tubuhku bergetar karena begitu kuat menahan tangisku. Kuulas senyum tipis yang sangat sulit kulakukan saat ini. "Kakak jangan cemburu dengan pria yang tidur di sampingku ini ya?"
Aku bisa merasakan kepala Badai menoleh ke arahku. Dia pasti terkejut mendengar namanya disebutkan dalam ucapanku. Ingin rasanya aku tertawa melihat wajahnya, namun perasaan sedih masih menyelimuti hatiku.
Setelah berhasil meredakan kesedihanku, aku melirik Badai yang sudah memejamkan matanya dan bersenandung kecil. Kedua tangannya berada di atas kepala dan dijadikan bantal. Dari posisiku ini aku dapat melihat jelas wajah Badai. Rambut berantakan jatuh sempurna melewati kedua pelipisnya, hidung mancung menempel indah di antara bibir tipis dan mata elangnya. Pria ini nyaris sempurna dengan sikap yang kadang menyenangkan dan kadang pula menyebalkan.
"Aku memang sangat tampan, tapi jangan menatapku seperti itu," ucap Badai membuatku berjingkat terkejut.
Dia yang semula memejamkan matanya segera membuka matanya dan memandangku. Sebelumnya dia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.
"Pesan di handphonemu tadi siang, sebenarnya siapa yang mengirimnya? Aku tidak mengirim pesan apapun," tanyaku sambil tetap memandang langit.
"Oh, itu? Aku dan Tiara yang menyusun semuanya."
"Aku sudah menduga!" cibirku sambil mengerucutkan bibirku.
Badai tersenyum sambil menerawang ke langit. Dan keheningan kembali terjadi antara aku dan Badai. Dia masih fokus menatap langit yang mulai menampakkan warna pekatnya. Awan malam mulai menghilang seiring berjalannya waktu.
"Kenapa menyukai Kak Gevan?" Badai bertanya masih dengan tatapan datarnya.
Aku yang semula menatap langit kembali menatapnya. "Aku susah menjelaskannya. Yang pasti karena kita selalu bersama sejak kecil dan dia kakak yang sangat perhatian."
Badai terkekeh. Namun rautnya tetap saja datar. "Apa yang kamu rasakan pada Kak Gevan?"
"Aku ingin selalu menjaganya dan takut dia bersama orang lain," jawabku tenang.
"Itu bukan cinta, tapi sayang," sahut Badai ringan. Ia membenarkan posisi tangannya di belakang kepala.
"Apa bedanya?"
"Tentu berbeda. Ada tiga rasa dalam diri manusia. Ada suka, sayang dan cinta. Suka ketika kamu ingin memiliki seseorang, sayang ketika kamu berusaha menjaga dan takut menjauh darinya sedangkan cinta ketika kamu mau berkorban demi kebahagiaannya dan mencoba mencari perhatiannya ," jawab Badai sambil tersenyum. garis bibirnya terlihat samar meski senyumnya terkesan lebar. "Kira-kira perasaan apa yang kamu rasakan buat aku?"
"Kamu pikirkan saja sendiri. Aku sedang malas," jawabku sambil terkikik.
"Menyebalkan! Kamu dulu pernah menyebutku sebagai pagi, kenapa?" tanya Badai.
Aku yang masih menerka-nerka apakah Badai melibatkanku dalam hayalannya, spontan memandangnya. Buyar sudah dugaanku yang beberapa detik lalu memenuhi otakku. Ah, untuk apa mencari tahu aku ada di dalam hayalannya atau tidak? Tidak merugikanku juga. Tapi kalau aku benar-benar ada dalam pikirannya, apa aku nanti dapat royalti seperti seorang penulis cerita?
Itu harus. Bahkan royaltinya juga harus yang besar mengingat ini menyangkut nama dan wajahku. Astaga, apa yang aku pikirkan?
Gila!
"Kamu tadi bilang apa?"
"Kenapa kamu pernah memanggilku pagi?" tanyanya ulang.
"Karena kamu memang pagi. Kamu datang memberi jarak antara aku dan malam. Apa kamu tahu siapa yang kusebut 'malam' itu?" Badai mengangguk. "Kamu selalu memberi cahaya yang terkadang membuatku sakit atau kesal. Tapi jauh dari hal itu, kamu memberi warna hidupku. Dengan adanya pagi, aku juga dapat mengenal siang."
Badai lagi-lagi mengangguk. "Apa aku pernah membuatmu sakit? Kalau membuatmu kesal itu memang hobiku, tapi kalau membu.."
Aku memotong ucapan Badai. "Pernah, satu kali. Aku kecewa sama kamu karena membongkar rahasiaku. Tapi sekarang aku tahu apa alasannya."
Hening. Badai hanya menjawabku dengan anggukan kecilnya. "Aku tidak rela Kak Gevan pergi," lirihnya.
"Aku sebagai adiknya saja sudah berusaha merelakannya. Kenapa kamu belum? Apa Kak Gevan memiliki kesalahan yang belum dikatakannya?"
Badai menggeleng cepat. "Tidak. Tapi Kak Gevan belum menepati janjinya," jawab Badai lemah.
Janji. Aku memejamkan mataku untuk mengingat apa Kak Gevan pernah berjanji sesuatu pada Badai dan belum menepatinya. Sepertinya tidak ada. Atau jangan-janagn mereka membuat janjinya ketika tidak ada aku? Mungkin, aku juga tidak selalu berada di dekat Kak Gevan.
"Dulu kak Gevan pernah berjanji akan mebuatkan robot yang mirip denganku. Tapi dia sudah pergi sebelum bahan-bahan robotnya datang," sungutnya dengan wajah tertekuk.
"BADAI GALATOMA!!"
END
TAMAT
SELESAI
Yee, akhirnya selesai juga cerita pertamaku. Maaf ya kalau endingnya kurang memuskan. kalian bisa kasih kritik dan saran yang lebih membangun. Rencananya mau aku revisi ulang karena banyak kata-kata yang terlalu sulit dipahami. Sekalian kalau ada waktu aku buatin bonus chapter.
Sampai jumpa di cerita lainnya. Terima kasih untuk kalian yang udah baca dan vomment ceritaku.
Teruntuk teman kelas yang sering aku repoti. Amaliatussoleha deajengnuruss13 seokmel
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Galatoma || #Wattys2019
Teen FictionAilika Wijaya harus sabar menghadapi sikap astral dan menyebalkan seorang Badai Galatoma. Lebih menyebalkan lagi ketika cowok most wanted itu mengetahui rahasia besar Ailika. Rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun. "Kenapa harus mencin...