Part 21

1.4K 112 5
                                    



Makan malam kali ini terasa sangat membosankan. Bukan karena menu makanan yang disajikan bibi, melainkan dua insan yang berada di hadapanku. Mereka tengah tertawa abadi meninggalkan satu insan yang hanya mengulum senyumnya dengan wajah tertekuk. Bahkan tawa yang menulikan telinga itu terjadi tanpa sebab. Dan satu insan terlantarkan itu adalah aku, Ailika Wijaya.

Kutatap piring berisi pasta ayam buatan Bi Ida. Setelah hampir lima belas menit pasta ayam tersaji di hadapanku, aku sama sekali belum menyentuhnya. Ini adalah makanan yang paling kusuka. Namun nafsu makanku malam ini harus menghilang karena tawa dari dua insan di hadapanku. Kak Gevan melupakan kehadiranku. Atau bahkan tidak melihatku berada di sini.

"Kok makananmu masih utuh?" tanya wanita sebaya dengan Kak Gevan.

Aku memandangnya datar. "Sedang tidak nafsu," sahutku ketus. Dari ekor mataku, aku dapat melihat keheranan yang terpancar di wajah Kak Gevan.

"Kamu tidak apa-apa kan? Kakak lihat hari ini kamu aneh. Ada masalah dengan Badai?" aku menggeleng cepat sambil meneguk jus jambu kesukaanku.

"Gevan, terima kasih untuk hari ini. Aku bahagia," ucap Kak Citra di sela-sela makan malamku yang bahkan jauh dari kata sempurna.

Semoga saja, esok hari tidak ada makan malam seperti ini. Atau bila perlu, saat ini juga kirimkan aku seorang malaikat penyelamat dari langit.

Tling..Tling..Tlong..

"Tunggu sebentar ya, sepertinya ada tamu," kata Kak Gevan begegas menuju pintu utama.

"Kak Gevan, biar aku saja," seruku pelan. Ini detik aku berlari meninggalkan malam. Sebuah kesempatan, gumamku dalam hati.

Andai aku menjadi bintang, aku akan memilih muncul di pagi hari daripada aku harus muncul di malam hari tanpa merasakan bulan di sampingku. Bukankah itu menyakitkan?

Tanpa berfikir panjang, aku melangkah meninggalkan Kak Gevan dan Kak Citra yang melanjutkan makan malamnya. Aroma-aroma negatif mulai tercium oleh salah satu indraku ketika pintu utama tepat di depanku. Siapa yang bertamu malam-malam seperti ini?

Teman Kak Gevan? Atau makhluk luar angkasa dari keluarga sebelah?

Tepat ketika pintu terbuka, seorang pria berdiri membelakangiku. Badai. Tetapi dari penampilannya dapat kulihat ada yang berbeda. Aku bahkan sulit menemukan perbedaan yang kuduga sendiri. Gaya berpakaian? Tidak. Oh, aku tahu. Baru pertama kali aku melihat Badai mengenakan topi seperti saat ini.

"Hai, aku mengganggu? Tidak kan?"

"Untuk apa datang kemari? Ikut makan malam?" tanyaku sinis. Badai terkekeh pelan sambil menggeleng.

"Tidak. Aku bosan di rumah. Daripada berdiam diri di dalam kamar yang sangat mewah, aku berfikir lebih baik datang kerumahmu. Kak Gevan sedang bersama Kak Citra di dalam kan?" aku mengangguk heran. "Aku tahu kamu pasti menjadi nyamuk yang sangat jelek di depan mereka. Maka dari itu, aku berinisiatif untuk menjadi malaikat penyelamat untukmu. Anggap saja aku datang dari langit. Bukankah menurutmu aku makhluk luar angkasa?"

Deg-deg. Ucapan Badai benar-benar apa yang aku harapkan beberapa saat yang lalu. Mengapa bisa seperti itu?

Badai menarik lenganku lembut dan membawaku keluar dari gerbang rumah. "Kamu berbeda dengan Lika beberapa jam yang lalu. Kamu benar-benar cemburu dengan Kak Citra? Hei, tenang saja. Kak Gevan tetap milikmu meskipun pada akhirnya mereka akan bersama. Kamu kan berakhir denganku? Benarkan?" godanya tetap menarik lenganku.

"Kita mau ke mana?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Melihat bintang. Kamuingin menyampaikan sesuatu padanya? Aku akan mengantarmu," jawabnya. Aku mengangguk lemah.

**

Hawa dingin menembus tulang belulangku ketika angin bersemilir sepoi-sepoi. Suara jangkrik makin lama makin terdengar jelas di tengah kesunyian saat ini. Tanganku masih setia digenggam Badai hingga terlepas ketika kita berada di taman komplek. Cukup ramai.

"Untuk apa ke taman?" Badai memeriksa keadaan sekitar tanpa mengubris pertanyaan dariku.

Setelah menemukan tempat yang dirasa cukup nyaman, Badai meninggalkanku yang masih menatapnya kesal. Benar-benar menyebalkan. Aku hanya mengekor di balik punggungnya tanpa bersuara sedikitpun.

Taman ini adalah taman kota yang sering disebut taman komplek. Karena suasana taman yang nyaman, para pengunjung tak henti-henti datang silih berganti. Selain menikmati langit malam, pengunjung juga dapat menyantap sajian dari beberapa pedagang tetap ataupun keliling. Bukan hanya remaja atau sepasang kekasih saja yang datang menikmati malam ini. Para orang tua bersama putra-putrinya juga tidak luput dari pandangan mataku.

Karena terlalu fokus pada keadaan taman ini, aku sampai melupakan Badai yang tengah menatapku tajam. "Di sini saja, ya?"

Aku mengangguk mengikuti apa yang dilakukan Badai, tidur di atas rumput dengan tangan menyilang sebagai tumpuan kepala. "Ini tidak ada ulatnya kan?"

"Tidak. Kalaupun ada, mana mau menempel di rambutmu yang bau," sindir Badai sambil terkekeh.

Setelah membenarkan posisi tidurku, aku dapat menatap bintang yang berkedip di hamparan langit sana. Tidak pernah menghilangkan kesan indahnya.

"Kamu tidak ingin menyampaikan sesuatu pada bintang?"

Aku memandang Badai sejenak. "Tidak tahu. Kamu sendiri?"

Dia mengedikkan bahunya sambil memejamkan kedua matanya. "Lihat saja bintang di langit. Aku ingin tidur beberapa menit saja," timpal Badai.

"Kamu benar-benar belum pernah menatap bintang? Bintang itu indah. Kamu tahu, aku ingin sekali menggapai mereka."

"Aku belum berani menatap bintang di langit. Aku takut ketika aku menatap mereka, bintang paling istimewa yang kulihat harus kulupakan karena indahnya bintang di langit," jawabnya ringan.

"Jadi bintang yang kamu rasa istimewa itu di mana?" tanyaku heran.

"Aku tengah menatapnya."

Segera kualihkan arah pandangku dari langit menuju mata Badai. Matanya masih tertutup rapat. "Matamu tertutup. Tidak mungkin kamu tengah menatap bintang istimewa itu."

Badai terkekeh pelan. "Itulah keistimewaan bintang itu. Meskipun aku menutup mata, aku dapat melihatnya. Bukankah itu indah?"

Aku mengiyakan ucapan Badai lalu kembali menatap langit. Bintang, katakan pada Kak Gevan jangan pernah melupakan aku meskipun dia bersama orang lain. Kalaupun boleh, jangan sampai Kak Gevan dimiliki atau memiliki gadis lain selain aku. Aku mencintainya.

TBC

Makasih buat semua yang udah Voment, Siders dan teman-temaan tercintaku.

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang