**
Langkahku berhenti ketika aku melihat Mama dan Nenek sedang berpelukan di ruang tamu. Aku mendengar suara Mama yang parau tengah menyerukan nama Kak Gevan. Dia masih belum rela akan kepergian Kak Gevan.
"Kamu harus kuat. Mungkin Gevan akan semakin terluka jika dia tetap bertahan di sini." Suara Nenek menenangkan keadaan Mama.
Melihat Mama semakin terisak aku mendekatinya. "Kak Gevan sudah bahagia di sana," ucapku yang dibalas anggukan kepala Nenek.
Entah karena apa, Mama kemudian memelukku erat. Erat sekali. Pelukan yang sangat jarang bagiku. Bahkan pelukan ini sudah hampir dua tahun tidak kudapatkan. Saat mendapatkan pelukan Mama kembali, aku tidak akan menyiakan begitu saja.
"Mama minta maaf. Kamu jangan salah paham mengenai perasaan mama. Kamu pasti merasa ditelantarkan oleh mama seharian ini. Bahkan mama belum memelukmu sejak kedatangan mama dan papa dari Amerika. Mama minta maaf, ya?"
Aku yang sebelumnya hanya menerima pelukan Mama, dengan segera kubalas pelukan hangat itu menggunakan tangan mungilku. "Aku tidak iri atau cemburu dengan sifat mama. Lika tahu mama sangat kehilangan Kak Gevan. Lika juga tidak merasa ditelantarkan. Lika tetap anak mama sampai kapanpun. Mama tidak perlu minta maaf sama Lika. Karena ucapan maaf mama terlalu berarti untuk Lika yang sering kali merepotkan mama dan papa. Percaya sama Lika, Kak Gevan sudah bahagia di sana."
"Terima kasih, Lika."
Aku mengangguk dan kembali memeluk Mama. "Ma, boleh Lika bertanya?"
Kai ini Mama yang menngangguk.
"Apa mama tahu tentang penyakit Kak Gevan?"
Mama menggeleng. "Mama tidak tahu. Yang mama tahu, kakakmu itu pernah mendonorkan ginjal untukmu. Tentang kerusakan ginjalnya, Mama tidak tahu. Bahkan penyakit lemah jantungnya, mama juga tidak tahu. Mama juga mengidap penyakit yang sama." Mama mencoba mengambil jeda di antara penjelasannya tersebut. "Tiga tahun yang lalu tepat ketika kamu lemah di atas ranjaang rumah sakit, mama mencoba memeriksakan kamu. Mama senang ketika tahu kamu tidak mengidap penyakit lemah jantung seperti mama. Namun ternyata kakakmu yang mendapatkan turunan penyakit mama."
"Mama punya penyakit lemah jantung juga?"
"Dulu. Setelah dioperasi beberapa tahun yang lalu akhirnya mama dinyatakan bersih dari penyakit mematikan itu."
**
Hari terus berjalan meninggalkan menit-menit kehidupan. Tangan kecil hari juga mulai menggapai apa itu minggu. Setelahnya, minggu akan melompati hari-hari hingga sampai di batas bulan. Tepatnya satu bulan ini aku harus mengikuti waktu. Dan satu bulan yang lalu, aku harus melepas malaikat pelindungku. Dia telah meninggalkan banyak kenangan di dalam hatiku. Cukup enam belas tahun aku ada di sampingnya. Dan selama itu aku merasa bahagia.
Mama juga sudah mulai tenang dan ikhlas dengan kepergian Kak Gevan. Papa juga sudah bersiap-siap akan kembali ke Amerika. Mungkin hanya untuk menuntaskan perusahaannya lalu menjualnya ke pihak lain. Setelah itu Papa akan kembali lagi ke Indonesia dan meneruskan perusahaannya yang ada di sini. Papa merasa bersalah pada Kakek dan Nenek jika masih saja memberikan tanggung jawab pekerjaan pada dua sosok lanjut usia tersebut. Bagaimanapun semua pekerjaan adalah tanggung jawab Papa.
Dan Mama..akan tetap di sini. Dia akan selalu menemani hari-hari cerahku. Mungkin akan semakin cerah jika sosok cantik itu ada di sampingku. Mama akan bekerja sampingan di sini. Wanita lincah sepertinya tidak mungkin berdiam diri terlalu lama di rumah. Akhirnya dia memustuskan untuk menjadi perancang busana.
Rumah ini tidak akan terisi aku dan Bi Ida saja. Jika biasanya hanya suara televisi yang kuhidupkan atau kompor yang dinyalakan Bi Ida, mulai saat ini rumah ini akan terisi banyak candaan dan obrolan hangat dari kita semua. Sepertinya kata pepatah benar. Jika kita kehilangan sesuatu, maka lain waktu akan mendapatkan banyak kehangatan.
Mengingat kehidupanku yang telah tertata rapi bagaikan keyboard komputer, aku rasa ada yang hilang selama satu bulan ini. Sosok tampan itu. Dia menghilang begitu saja dari kehidupanku tanpa meninggalkan jejak kakinya. Dua hari setelah kepergian Kak Gevan, kotaku mengadakan tournamen antar sekolah. Tentunya sekolahku tidak akan ketinggalan. Dan semua murid diliburkan kecuali para wakil yang akan berhadapan dengan sekolah lain.
Jadi selama liburan ini aku tidak pernah keluar dari rumah. Dari kamar ke kamar lagi. Sebenarnya aku diharuskan mengikuti tournamen tersebut karena keberadaanku di ektrakulikuler PMR. Aku menghindar dari tugasku sendiri dengan menggunakan kepergian Kak Gevan sebagai alasannya.
Sosok tampan atau lebih tepatnya Badai pasti tengah berjuang melawan sekolah lain. Tidak mungkin murid berbakat sepertinya disia-siakan oleh sekolahku. Beberapa temanku saling berebut status untuk memberi semangat pada Badai. Mereka mengatakan bahwa Badai mengikuti tournamen fotografi, basket, jurnalistik dan berenang. Sungguh seorang yang sangat berbakat.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Galatoma || #Wattys2019
Fiksi RemajaAilika Wijaya harus sabar menghadapi sikap astral dan menyebalkan seorang Badai Galatoma. Lebih menyebalkan lagi ketika cowok most wanted itu mengetahui rahasia besar Ailika. Rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun. "Kenapa harus mencin...