Sepeninggal Tiara, aku mulai mendongakkan kepalaku karena terlalu penat menunduk terus. Kuusap air mata yang telah mengering dikedua pipiku.
"Kamu menangisi mereka?"
Deg. Aku melupakan satu orang. BADAI!
Dia masih ada di sampingku. Ya, dia memang tidak pergi. Dan aku dengan mudahnya mendongak memperlihatkan sisa air mataku padanya. Bagaimana jika dia curiga denganku?
"Awalnya aku mengira rasa itu rasa yang biasa dari seorang adik untuk kakaknya. Namun aku sadar, jika kamu memiliki perasaan lebih padanya. Apa kamu mencintai Kak Gevan? Mencintai kakak kandungmu sendiri?"
Aku gelagapan mendengar rentetan ucapan Badai yang seakan itu duri durian yang mengenai kepalaku. Terasa sekali bagaimana perihnya kepalaku saat ini. Apa yang harus kukatakan padanya? Tidak mungkin aku mengatakan yang sejujurnya.
"Katakan! Jangan diam seolah kamu tidak mendengarku. Apa kamu mencintai kakak kandungmu sendiri?"
Aku menggeleng dengan keadaan yang sangat pasrah. Sangat kecil keajaiban Badai percaya dengan gelenganku ini. Air mataku kembali mengalir membasahi pipiku. Aku merasakan hal yang berbeda dan aneh. Tidak mungkin aku memikirkan hal itu saat keadaan seperti ini.
"Jangan hanya menggeleng, katakan beberapa kalimat agar aku percaya padamu. Aku yakin kamu memiliki pemikiran yang baik. Tidak. Tidak mungkin kamu menyukai pria itu."
"Aku memang mencintainya. Apa aku salah jika memiliki perasaan itu? Apa hakmu melarangku? Aku gadis normal yang mampu jatuh cinta pada seorang pria. Mengapa? Mengapa aku salah mencintainya? Katakan!"
Aku menangis sejadi-jadinya pada pria di hadapanku ini. Keadaan kantin telah sepi tanpa satupun orang yang tersisa. Termasuk dua insan yang membuat keadaan menjadi kacau seperti ini.
"Kamu tidak salah memiliki perasaan itu. Yang salah adalah orang yang kamu cintai. Tidak seharusnya kamu mencintai kakak kandungmu sendiri. Aku tahu ini bukan hakku. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa perasaan itu tidak akan pernah direstui oleh siapapun. Bahkan agama kita melarangnya. Kamu tahu kan?"
Badai menarik tubuhku pada dada bidangnya. Aku memeluk erat tubuhnya. Mungkin saat ini hanya dia yang tahu perasaanku selain bintang. Dia semakin erat memelukku karena mengetahui aku kembali menangis terisak.
"Seharusnya kamu datang lebih dulu. Seharusnya aku mengenalmu lebih dulu. Mungkin tidak akan terjadi seperti saat ini. Seharusnya namamu yang kutahu untuk pertama kalinya. Mengapa saat itu kamu tidak datang? Mengapa harus Kak Gevan?"
"Tenanglah. Aku tidak akan memberi tahu pada Kak Gevan."
"Seandainya kamu berada di posisiku, kamu akan merasakan hal yang kurasakan. Aku sudah.."
"Jangan berbicara lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Galatoma || #Wattys2019
Teen FictionAilika Wijaya harus sabar menghadapi sikap astral dan menyebalkan seorang Badai Galatoma. Lebih menyebalkan lagi ketika cowok most wanted itu mengetahui rahasia besar Ailika. Rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun. "Kenapa harus mencin...