Part 30

1.2K 89 2
                                    


Derum mobil terdengar memekikkan telingaku setelah aku sampai di ruang tamu. Pasti keluarga Galatoma. Keluarga itu memang benar-benar sombong. Rumah bersebelahan, mengapa harus membawa mobil? Mereka pikir keluargaku tidak mempunyai mobil yang dapat dilipat dalam hitungan detik? Bahkan aku memiliki mobil yang dapat digulung-gulung semauku.

"Lika, jangan terlalu gugup menanti kedatangan pangeran Badaimu," nasihat Kak Gevan ketika semua keluargaku berdiri menyambut kedatangan keluarga Galatoma.

Aku tidak merespon ucapan Kak Gevan karena mataku segera berpaling pada sosok yang baru saja menginjak ruang tamuku. Jangan menatapnya, jangan menatapnya. Hatiku berteriak keras ketika mataku masih menatap sosok itu seperti orang bodoh. Bisa kupastikan seluruh orang yang ada di sini menatapku konyol.

Badai? Setampan itu?

Pasti dia bukan Badai. Tidak mungkin Badai memiliki wajah seperti itu. Yang berada di hadapanku ini pasti kakak atau sepupu Badai. Bukan Badai.

"Hai, aku setampan itu ya sampai kamu tidak berkedip memandangku? Tak perlu dijawab, karena aku memang sangat tampan di antara semua orang di sini. Benar kan?"

Ingin sekali aku menyangkal ucapan ringannya. Tetapi hatiku masih saja memimpin mataku agar tetap menatapnya. Gila, aku memang gila. Mengangumi sosok seperti Badai itu adalah pantangan hidupku. Tapi detik ini aku akan mencabut pantangan itu. Dia benar-benar tampan.

Tanpa sadar aku mengangguk mengiyakan tebakannya. Tidak. Sepertinya aku sadar dengan anggukan itu. Biarlah aku merendah diriku kali ini saja karena....

BADAI BENAR-BENAR TAMPAN!

"Aku tidak terlalu terkejut dengan anggukanmu. Karena kamu hanya satu di antara ribuan fansku yang mengatakan bahwa aku ini tampan."

"Hei kalian! Apa tidak penat berdiri seperti itu?" seru seorang pria yang kukira pamanku. Mataku enggan untuk menelisik siapa pemilik suara berat itu. Sungguh, aku masih ingin menatap wajah tampan milik Badai.

"Kalian tidak malu menjadi tontonan gratis bagi kita?"

Aku menatap semua orang yang tengah menjadikanku tontonan gratis dan layak untuk ditertawakan. Memalukan!

"Lika dan Badai ada hubungan apa?" tanya Kakek dengan mata yang menggoda.

"Kamu seperti belum merasakan masa muda saja? Dulu bagaimana hubunganmu dengan istrimu? Karto...Karto..," sahut kakek Badai dengan suara serak. Itu dia kakek Badai yang bernama Mento Galatoma. Kalau menurutku, untuk usia sepertinya masih bisa disebut tampan. Namun jelas lebih tampan Kakek, Karto Wijaya.

Di samping kakek Badai, seorang wanita yang juga sudah berumur mengapit lengannya dengan mesra. Sudah dapat kutebak itu adalah nenek Badai. Nenek yang sering kali memaksaku untuk hidup bersama cucunya. Nenek yang super cerewet.

"Mereka sudah pacaran." Suara Kak Gevan terdengar ketika aku ingin duduk di samping nenek.

"Kalian pacaran? Nenek kan sudah bilang, ayo segera menikah saja! Setelah sekolah selesai, kalian bisa melaksanakan pernikahan itu. Nenek sangat setuju," ujar nenek Badai diiringi tawa semua tamu yang ada.

Berkencan kemarin itu sudah cukup bagiku. Tidak perlu menikah. Aku masih muda dan masih ingin melanjutkan kebebasanku di luar sana. Nenek Badai memang cerewet dan suka mengatur.

Kudengar Badai hanya menjelaskan kalimat singkat bahwa kami tidak ada hubungan apapun. Untung saja dia tidak seperti Badai yang biasanya. Kali ini dia memang terlihat tampan dari segi apapun. Bahkan aku tahu saat ini dia gugup dengan permintaan dari neneknya. Hm, syukurlah dia menolak.

"Mento, di mana anakmu? Apa dia belum pulang dari urusan bisnisnya?"

"Begitulah. Mereka seenaknya saja meninggakan anak pada kami. Untung saja masih sering melakukan komunikasi dengan Badai. Kalau tidak, sudah aku seret ke rumah. Lagian di sini istriku juga tidak ke mana-mana jadi dia yang sering mengurus kebutuhan Badai. Kalau anakmu sendiri?"

"Mereka juga sibuk dengan bisnisnya yang tengah berkembang pesat. Sebenarnya mereka ingin sekali menghadiri pertemuan kita kali ini. Hitung-hitung silaturrahmi dengan keluargamu. Ayo makan dulu!"

Setelah ucapan Kakek menggema di ruangan, satu per satu beranjak dari ruang tamu menuju ruang makan. Kulihat Kak Gevan telah menggelayut manja di lengan Nenek. Tidak ada yang istimewa makan malam hari ini.

"Kamu tidak ikut makan bersama mereka?" tanya Badai yang masih ada di dekatku.

"Aku sedang tidak lapar. Kamu sendiri?"

Dia mengedikkan bahunya sambil berjalan pelan menuju ruang maan. Apa Badai juga tidak lapar? Kalau begitu..

"Hei kita mau ke mana?" tanyanya ketika kutarik lengannya paksa. Tanpa mengubris pertanyaannya aku segera membawa Badai menginjak satu per satu anak tangga. "Kamu mau bawa aku ke mana?" tanyanya lagi.

Sampai di lantai dua kulepaskan lengannya dan berjalan lebih dulu. "Aku tahu kamu tidak lapar juga kan? Maka dari itu lebih baik kamu menemaniku melihat bintang.Sepertinya malam ini bintang akan terlihat sangat banyak," jawabku ringan.

"Bintang lagi, bintang lagi. Kapan kamu menginginkanku?"

Aku tersenyum meremahkan pertanyaannya.

"Badai, aku punya satu permintaan padamu."

"Apa? Menjadi pacarmu? Atau kamu ingin aku menciummu seperti yang Kak Gevan lakukan pada Kak Citra?"

Deg. Badai tahu tentang hal itu?

"Kamu menangis kan melihat Kak Gevan mencium Kak Citra? Aku tahu. Aku sudah curiga dengan kelakuanmu pada Kak Gevan. Ternyata kamu menyukainya. Mengapa tidak menyukaiku saja yang lebih tampan?"

"Jangan membahas tentang Kak Gevan. Anggap saja kamu tidak pernah tahu peasaanku," ucapku sinis.

"Apa hadiahnya jika aku melakukan hal itu?"

"Terserah. Kamu bisa meminta apapun dariku"

Badai terkekeh mendengar ucapanku. Kembali lagi dia terkekeh ketika aku menatapnya. Tadi dia memang tampan dengan sikap tenangnya. Namun kali ini aku menganggap Badai tidak setampan Badai beberapa menit yang lalu.

"Apa maumu?" tanyaku.

Dia menggeleng seraya menyunggingkan senyum mautnya.

"Aku hampir lupa. Aku punya satu permintaan untukmu. Sekali saja, lihatlah bintang di langit."

"Aku akan melakukan permintaanmu setelah kamu menjadi pacarku. Bagaimana?" tawarnya.

"Kamu merayuku?"

Badai kembali menggeleng. "Itu syarat. Lupakan. Sudah kukatakan aku tidak ingin melihat bintang di langit. Hati dan mataku belum siap," kata Badai pelan. "Lika, setelah malam ini kamu akan membenciku. Kamu akan akan kecewa dengan sikapku. Maaf,"

Lagi-lagikalimat itu terlontar dari mulut Badai hingga rasa penasaranku muncul. Aku baruakan bertanya apa maksud dari ucapannya, Badai telah berlalu dari hadapanku.

Apa maksudnya?


TBC

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang