Part 46 - Kenapa

1K 81 1
                                    


Saat ini aku dan Badai duduk dibalkon rumahnya. Beberapa makanan tersaji di atas meja yang terisi dua kursi. Dinner yang romantis jika yang melakukannya saling mencintai. Seandainya saja..

Mana mungkin Badai menyukaiku. Dia memiliki gadis incarannya sendiri.

"Mau makan malam dulu atau melihat file milik Kak Gevan?"

"Makan dulu saja. Membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk melihat file Kak Gevan. Lagian aku sudah lapar,"

"Dasar rakus," decak Badai pelan.

Aku tidak mengubris ucapan Badai sama sekali. Memang salah jika aku rakus? Tidak merugikannya juga kan, kecuali malam ini. Saat ini aku benar-benar lapar. Aku memang sengaja tidak menyantap makanan yang disajikan Bi Ida karena aku kira makan malam bersama sudah membuat perutku kenyang. Ternyata Badai mengulur-ulur waktu hingga cacing di perutku berdemo keras.

Kita menghabiskan menu makan malam yang disajikan pelayan rumahnya dengan cepat. Bukan kita, melainkan aku. Ketika piringku sudah kosong tanpa menyisakan secuil makanan, piring Badai masih menyisakan setengah sup ayam kampungnya. Dia yang lambat atau aku yang terlalu cepat?

Sepertinya dugaan kedua lebih meyakinkan.

"Badai, kamu makan satu piring saja seperti menghabiskan sepuluh piring penuh. Lama," gerutuku yang secara langsung mengarah pada Badai.

Badai mengernyitkan keningnya lama. "Kamu yang terlalu cepat."

Setelah meneguk habis segelas minumanku, aku beranjak dari dudukku dan mendekati laptop Badai yang sudah menyala.

"File Kak Gevan di mana?"

"Cari saja di sana. Aku sedang menikmati makan malamku."

Mendengar jawaban Badai yang tidak menyenangkan hati, aku kembali berkutat pada benda berkuran 14 inc tersebut. Beberapa kali tanganku mengetikkan sesuatu pada keyboard laptop. Selang beberapa saat akhirnya aku menemukan folder yang kuyakini milik Kak Gevan.

Folder itu berisi dua video dan dua artikel. Dari keempatnya hanya ada satu yang mencuri perhatianku, video bernama Lika Dan Badai. Kutekan tombol enter pada keyboard. Menunggu beberapa saat sebelum layar laptop Badai menampilkan gambar-gambar berputar. Fotoku bersama Kak Gevan terekam jelas di sana. Beberapa di antaranya hanya ada aku saja tanpa Kak Gevan. Sesak.

Aku menutup mataku sebentar lalu kembali menatap video yang merangkai foto-foto masa kecilku bersama Kak Gevan. Sangat susah membendung air mata yang sudah siap dialirkan. Aku menangis. Sungguh, ini terlalu sakit. Bukan sakit melainkan haru. Bagaimana mungkin selama ini Kak Gevan mencintaiku juga?

Aku baru menyadarinya saat ini.

Air mataku mengalir lebih deras ketika rangkaian gambar tersebut berhenti di fotoku bersama Badai. Di gambar tersebut aku tengah tertawa bersama Badai di atas sepeda vespa. Itu kejadian dua bulan yang lalu. Jadi.. saat itu Kak Gevan mengikutiku?

Gambar berikutnya menampilkan aku yang sedang duduk di balkon bersama Badai. Ini saat acara penyambutan Nenek dan Kakek. Lagi-lagi aku tidak menyadari kehadiran Kak Gevan di sekitarku. Aku semakin tersedu melihat gambar hasil jepretan Kak Gevan.

"Maaf," ucapku bersamaan dengan isak tangisku.

Ini menyakitkan, sangat.

"Kamu melanggar janjimu yang tidak akan menangis lagi," ucap seseorang menyahutiku. Badai. Pria itu berjalan ke arahku dan mendudukkan tubuhnya di sampingku. "Tenanglah. Semua sudah terjadi dan sulit untuk dikembalikan."

"Mengapa harus Kak Gevan? Mengapa harus dia yang kucintai? Mengapa bukan kamu saja yang mendominasi perasaanku? Mengapa Badai?" aku terisak di pelukan hangatnya.

Entah sejak kapan kepalaku telah tertanam sempurna di dadanya. Aku memukul kecil lengannya yang berusaha menenangkanku. Sebulan lamanya aku mengubur perasaan bersalah pada Kak Gevan dengan susah payah. Namun menit ini membuat aku kembali merasa bersalah pada Kak Gevan. Dia pasti lebih tersiksa dengan perasaannya selama ini.

"Diamlah," bujuk Badai lembut.

Tangannya tak berhenti mengusap puncak kepalaku hingga aku merasakan pusing pada kepalaku. Semakin lama benda-benda yang ada di hadapanku menjadi buram dan mengabur. Sebelum semuanya gelap, aku masih mendengar ucapan Badai untukku.

"Aku tahu semua akan menjadi seperti ini."

Aku ingin bertanya apa maksud dari ucapannya, namun mataku terasa lelah hingga semuanya gelap.

TBC

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang