Part 39 - Benar-Benar Pergi

1.3K 97 3
                                    


Hari ini memang terjadi tanpa bisa kuputar ulang. Kak Gevan benar-benar pergi meninggalkanku. Dia tak akan kembali. Dia tidak akan menjadi pelindungku lagi. Dia tak kan pernah jadi milikku seperti kemarin siang. Dia telah tenang di samping Sang Pencipta namun tetap saja meninggalkan banyak kenangan di antara kami.

"Nek.. Kak Gevan," isakku ketika tubuh Kak Gevan dibawa ke ruang inap biasa. Nenek ikut menangis sambil memelukku. Aku tahu Kakek juga terluka. Namun dia sekuat tenaga menahan gejolak kesedihan yang hinggap di hatinya. Dia laki-laki tangguh dan tegar. Tidak sepertiku yang manja, rapuh dan lemah.

"Mengapa secepat ini?"

"Ini memang jalannya. Jangan menangis. Gevan akan sedih melihatmu seperti saat ini. Dia ingin kamu terus tersenyum. Dia sudah bahagia," ujar Nenek disela tangisnya.

Aku semakin mengeratkan pelukanku melihat wajah pucat Kak Gevan. Dia semakin tampan seperti ini. Benar kata Nenek, dia sudah bahagia. Terlihat dari wajahnya yang sangat berseri. Mungkin semua bebannya selama ini sudah hilang atau bahkan ikut terbang bersama jiwanya.

"Kak Gevan!" aku menghamburkan pelukanku pada tubuh kaku Kak Gevan. Dingin. Itu yang kurasakan ketika kulitku menyentuh kulit Kak Gevan. "Tenanglah di sana. Aku akan selalu berdoa untukmu. Jangan pernah meninggalkanku. Kakak adalah pelindung terbaik yang kupunya," bisikku pelan.

Tunggu!

Kejutan apa lagi ini? Kak Gevan menangis. Dari sudut matanya, dia mengeluarkan cairan bening meski hanya setetes. Namun setetes cairan bening itu mengalir sempurna melewati bibirnya yang pucat. Tangisku semakin pecah ketika sudut matanya yang lain juga mengeluarkan tetesan air mata. Bahkan terlihat mengalir dengan deras.

"Apa masih ada beban yang kakak tinggal di sini? Mengapa menangis?" tanyaku. Hening.

Kudekatkan wajahku pada wajah pucat Kak Gevan. Semakin dekat hingga bibirku menyentuh kening Kak Gevan yang dingin. Sangat dingin. Bahkan bibirku ikut membeku merasakan dinginnya kulit Kak Gevan.

"Selamat tinggal, Kak Gevan," bisikku tepat di telinganya.

Aku rasa air mataku bersatu dengan air mata Kak Gevan hingga membasahi pipi kanannya. Perlahan kuusap air mata itu lalu bergantian mengusap air mataku sendiri. Lalu kupeluk lagi tubuh Kak Gevan. "Kakak adalah pria terbaik yang pernah kupunya. Bahagialah di sana karena ini memang saatnya Kak Gevan tertawa lepas. Aku janji akan tetap menjadi Lika seperti yang diminta Kak Gevan. Lika yang tidak cengeng meskipun banyak rintangan yang menghadang. Aku tidak akan menangis lagi."


TBC


Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang