Part 15 - Pagi dan Sirius

1.6K 123 8
                                    


"Langsung pulang? Atau ke tempat lain dulu?" tanya Badai memecahkan keheningan yang tercipta di antara kita sejak keluar dari bioskop tadi.

"Terserah."

Badai mengemudikan mobilnya santai dan menuju ke tempat yang belum kuketahui.

"Kita mau ke mana?" tanyaku pelan.

Badai bergeming dan terus fokus pada jalanan yang terlihat ramai. Malam ini, jalanan masih terlihat padat dengan lampu-lampu yang tertata rapi di trotoar. Kutatap langit untuk beberapa detik. Langit terlihat cantik.

Gelapnya warna membuat taburan berlian semakin terlihat jelas. Bulan juga masih tersenyum dengan bentuk sabitnya. Sungguh indah langit malam ini, tak seindah hatiku.

Mobil Badai berhenti di depan bangunan yang menjulang tinggi. Keningku berkerut menatap bangunan yang tidak kuketahui sebelumnya. "Ini tempat apa?" tanyaku ketika mengikuti langkah Badai yang santai.

"Aku juga tidak tahu. Kata temanku, tempat yang nyaman."

"Kamu juga belum tahu? Mengapa tidak ke tempat lain saja?"

Badai menghentikan langkahnya lalu berbalik menatapku. "Aku tahu kamu lapar kan? Sayangnya aku tidak punya uang saat ini. Aku yakin akhirnya uangku yang akan masuk ke meja kasir untuk membayar porsi makanmu. Selain itu, kita coba saja dulu tempat ini."

Aku mengiyakan ucapan Badai lalu kembali melangkah. Setelah berhasil melewati dua tangga, akhirnya kita sampai di atap gedung. Beberapa pasang kekasih tengah menikmati udara malam atau sedang menyantap menu makan di tempat ini. Aku sekarang tahu apa tempat ini.

Kafe kecil dengan fasilitas teropong bintang. Bintang?

"Kamu mau minum hot chocolate?" tanya Badai ringan.

"Bukankah kamu tidak memiliki uang?" tanyaku balik.

"Cukup untuk dua cangkir hot chocolate. Kamu nikmati saja dulu teropong bintang itu, aku akan kembali membawa minuman penghangat."

Tanpa memedulikan ucapan Badai, aku bergegas menuju salah satu teropong bintang.

Ini lebih indah daripada yang kulihat dengan mata. Beberapa bintang berkedip dan menyisakan kilau mirip berlian. Satu hal yang kuimpiakan sejak kecil tercapai pada malam ini. Bintang Sirius.

Malam ini entah sengaja atau tidak, aku melihat beberapa bintang Sirius di langit sana. Sekelompok bintang itu, membentuk satu rasi yang kukenal dengan rasi Canis Major. Biasanya untuk melihat bintang Sirius ini, harus menunggu waktu fajar atau saat langit akan menampakkan sang mentari. Namun saat ini, keberuntungan berpihak padaku karena dapat melihat bintang paling terang itu. Mungkin bulan ini memang waktu bintang Sirius muncul di malam hari, pikirku ringan.

Kuarahkan teropong bintang ke arah yang lain. Mataku menangkap ribuan bintang yang bersinar redup maupun terang. Tidak jauh dari bintang Sirius berada, bintang Arcturus bersinar dengan terang. Bintang Arcturus merupakan bintang paling terang ke empat di barisan Galaksi Bima. Bintang Arcturus adalah salah satu bintang yang berada di rasi Bootes, rasi tertua di langit. Rasi Bootes berada di sebelah kanan rasi Virgo.

"Indah," pujiku sambil mengarahkan kebebarapa sudut langit. Selain kedua rasi yang kulihat, beberapa rasi lainnya juga terlihat meskipun cukup redup. Inilah kegiatan yang paling kusuka, menghafal nama-nama bintang beserta rasinya. Ini semua karena Kak Gevan, ia terlalu semangat memberitahuku satu persatu nama bintang. Hingga akhirnya aku menjadi penggemar berat bintang.

"Apa yang indah dari bintang?"

Aku melonjak kaget mendengar suara seseorang yang berada di sampingku.

"Bikin kaget saja," omelku cukup keras. Dan itu membuat beberapa pengunjung yang berada tak jauh dari tempatku, menatapku heran lalu berbisik pada teman atau kekasihnya.

"Siapa suruh terlalu fokus pada benda-benda mati seperti itu."

"Benda mati? Dia hidup. Dia mampu berkedip layaknya mata manusia, dan sinarnya juga mirip dengan pancaran sinar mata manusia. Yang lebih penting lagi, dia bisa menyampaikan kerinduan seseorang," jawabku mantap.

Kudengar Badai mendecak pelan. "Menyampaikan kerinduan? Aku tidak pernah percaya pada mitos kuno seperti itu. Mana ada bintang seperti itu, kecuali satu bintang yang kuanggap itu benar-benar indah."

"Bintang apa? Sirius? Spica? Rigel pada rasi Orion?" aku menatapnya sambil menerima uluran cangkir berisi hot chocolate.

"Spica? Sirius? Bintang memiliki nama? Aku baru mendengarnya. Bintang yang kusuka, bukan bintang biasa. Bintang ini memiliki perbedaan tersendiri," ucapnya sambil tersenyum, senyum kagum. "Bintang yang kamu sebut tadi, aku tidak pernah mendengarnya. Dan kurasa ribuan bintang di langit sama saja," lanjutnya.

"Kamu belum mendegarnya? Aku sering menulis artikel mengenai bintang dimading, Apa kamu tidak membacanya?"

Dia menggeleng. "Artikelmu tidak penting. Hanya tentang bintang dan langit saja. Minat pembacanya juga sedikit."

"Siapa bilang sedikit? Banyak kok. Sejak aku keluar dari tim jurnal, banyak yang menanyakan artikel tentang rasi bintang yang belum sempat aku publikasikan. Itu semua karenamu."

"Tapi aku tidak tertarik seperti orang lain. Aku sebagai ketua ekskul jurnal berhak melakukan apa yang aku inginkan. Termasuk menendangmu."

"Aku tahu itu," sahutku kembali menatap langit.

Setiap berjalannya detik, langit di sana juga berubah posisi. Dan itu membuatku sulit menemukan rasi bintang yang sempat kurangkai beberapa menit lalu. Namun ada satu rasi yang mudah kutemukan kembali, rasi Canis Major. Mengapa?

Karena bintang paling terang ada di dalam rasi itu, Sirius. Apa Kak Gevan masuk dalam ribuan bintang yang sulit kutemukan setelah aku tak menatapnya? Apa cowok yang berada di hadapanku ini termasuk Sirius?

Mungkin semua benar. Kak Gevan terlalu sulit untuk dicari ketika di keramaian, karena dia bukan pria yang menonjol atau dalam arti menjadi pusat perhatian. Sedangkan Badai? Dia adalah pria yang paling mudah kutemukan di keramaian, karena dia selalu saja membuat seseorang menjadikannya pusat perhatian. Itulah perbedaan mereka.

Dua kata untuk Badai, Pagi dan Sirius. Dan keduanya saling berkaitan.



TBC

Voment pliss

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang