Part 13 - Kencan Gila

1.7K 124 3
                                    


"Kamu mandi kembang dulu ya? Atau nge-dukun dulu biar aku tambah tergila-gila denganmu? Atau jangan-ja.." tiba-tiba suara lembut menyapa telingaku sebelum ucapan Badai selesai.

"Lika? Kapan datang? Kok nggak telfon nenek dulu?" tanya wanita lanjut usia yang sekarang tengah aku cium tangannya. Aku tersenyum melihat wajah nenek Badai berseri-seri.

"Nenek kan nggak punya handphone," sindir Badai dan dibalas dengan tatapan menyeramkan. Aku menatap kedua keluarga Galatoma ini dengan terkekeh pelan.

Nenek Badai kembali menatapku ramah. "Ayo masuk. Nggak baik berdiri di depan rumah, nanti kecantikan Lika berkurang. Kalau yang ada di sampingmu itu, mau guling-guling dari gerbang sampai depan pintu atau dari gerbang sampai rumah kamu, tidak masalah. Sudah dari lahirnya memang begitu," balas nenek Badai. Tangan kanannya mengapit lengan kiriku untuk dibawa masuk ke rumah yang tidak bisa kusangkal lagi kemewahannya.

"Maksud nenek aku jelek? Nenek tega ya, sebenarnya cucu nenek itu siapa? Aku atau dia?"

"Kamu kan cucu nenek, sedangkan Lika kan calon cucu menantu nenek."

"Nenek.." Aku tersipu malu mendengar kalimat terakhir yang diucapkan nenek Badai.

Kami masih berjalan beriringan menuju ruang tamu milik Badai. Lenganku masih dipegang erat oleh tangan nenek Badai. Keriput tangannya dapat kurasakan di antara kulit pembungkus lenganku. Nenek Badai memang berusia lebih tua dibanding Nenek. Karena itulah nenek Badai jarang sekali turut dalam urusan bisnis keluarga Galatoma. Berbeda dengan Nenekku.

Beliau masih terlihat sehat dan kuat mengurus perusahaan. Karena sehatnya, Nenek juga sering bolak-balik ke luar negeri untuk menghadiri pertemuan antar perusahaan.

Dari cerita Badai, neneknya memang lebih tua daripada sang kakek. Terpaut sekitar dua belas tahun. Jauh kan? Tetapi cinta memang tidak memandang usia, cinta memandang arti ketulusan. Terkadang cinta membutakan seseorang atau bahkan membuat seseorang menjadi bodoh. Apa cinta juga membuat seseorang melupakan hubungan darah?

"Lika mau minum apa?" tanya nenek Badai membuat lamunanku terhenti seketika. Aku menggeleng sambil tersenyum.

"Tidak usah, Nek. Aku tidak haus," jawabku.

"Itu kan sekarang. Bagaimana jika nanti haus? Badai, ambilkan Lika minuman dan beberapa makanan!"

"Bibi kan ada," desis Badai sebagai jawaban untuk neneknya.

Nenek Badai memandangnya tajam. "Bibi ada pekerjaan lain. Kamu itu harus belajar menghargai calon cucu menantu nenek. Kalau tidak mau, tidak apa-apa. Mobil merahmu nenek sita untuk beberapa bulan."

Badai tercengang mendengar ucapan neneknya. Aku pun dengan reflek, terkejut bukan main. Bagaimana bisa hanya karena tidak mengambilkan minuman, mobil yang dianggap adik oleh Badai harus disita?

Perasaan bersalah mulai menyelimutiku.

"Nenek tega. Kamu mau minum apa? Lain kali kalau mau ke rumahku, bawa minuman dan makanan dari rumah. Aku tidak memberi suguhan sama sekali," ucap Badai ditujukan padaku.

"Hus, tidak sopan sekali. Kamu datang kerumah Lika diberi suguhan kan?"

"Terkadang ikut sarapan."

Aku segera membungkam mulutku dengan telapak tangan kanan. Aku keceplosan. Kulihat Badai tengah menatapku kesal. Sedangkan nenek Badai semakin menunjukan raut muka jengkel pada cucu satu-satunya itu.

Kutelan ludahku dengan susuah payah. Mengapa tenggorokanku tercekat seperti ini hanya karena ketakutan yang.. ini keterlaluan juga.

"Oh, jadi kamu sering numpang sarapan di rumah Lika? Sadar diri,cucuku yang paling tampan di keluarga Galatoma," ujar nenek Badai lembut.

"Nenek mengatakan aku tampan karena aku satu-satunya cucu nenek. Tidak ada cucu lain. Huh, kamu mau minum apa? Air putih?"

"Air putih? Bawakan cangkir yang ada di kulkas saja. Itu baru saja nenek buat. Cepat," perintah nenek Badai.

Sepeninggal Badai ke dapur, nenek Badai menceritakan mengenai sifat dan sikap Badai sejak kecil padaku. Dari hal kecil hingga hal terbesar yang nenek Badai tahu.

"Badai itu kalau sedang tidur, biasanya memanggil namamu. Nenek sudah tiga kali mendengarnya."

"Nenek salah dengar mungkin," elakku.

"Meskipun nenek sudah tua, tetapi pendengaran nenek masih berfungsi. Selain nenek, mama papanya juga sering mendengar hal itu. Jika Badai ditanya, dia sering mengelak apa yang kami sampaikan. Dia pasti beralasan baru saja mimpi buruk. Dari mimpi bertemu setan, orang gila ataupun sedang bertemu wanita paling ganas di dunia." Aku menahan emosi yang hampir meluap jika aku tidak sadar siapa yang ada di hadapanku ini. Badai benar-benar gila! Aku disamakan dengan mimpi-mimpi buruknya itu?

"Jadi nenek harap, kamu bisa membahagiakan Badai. Kamu teman Badai yang pertama nenek tahu. Kamu juga berasal dari keluarga yang dekat dengan keluarga kami. Nenek yakin, kamu gadis yang baik. Nenek percaya kamu adalah gadis yang tidak neko-neko. Kata Badai, kamu juga belum pernah pacaran, apa itu benar?"

Aku menimpalinya dengan anggukan pelan. Kurasakan jantungku berdetak cepat mendengar ucapan dari nenek Badai.

"Kalau begitu, nenek harap Badai yang pertama untukmu," ujar nenek Badai lagi.

Rasa canggung melekat di hatiku saat ini. Beliau benar-benar mengharapkan aku. Bagaimana ini?

"Nenek pasti lelah. Sebaiknya nenek masuk kamar dan istirahat. Aku sama Lika mau belajar dulu. Nenek nggak kasihan lihat Lika tersipu malu seperti itu?" Badai telah berdiri di samping neneknya dengan membawa nampan besar berisi dua cangkir kecil lemon tea dan beberapa piring makanan camilan.

"Kalian mau belajar? Tidak sedang berkencan?"

Deg. Berkencan?

"Kita mau mengerjakan tugas kelompok," jawab Badai tenang.

Nenek Badai menatapku sebentar lalu menatap cucunya kembali. "Nenek mau kalian berkencan hari ini. Tidak ada penolakan."

Hah?


Bersambung...

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang