Chapter 7 - PEKA DIKIT DONGSSS!!!

6.2K 345 4
                                    

Fiana memasangkan headsetnya ke dalam telinganya. Ia meninggikan volumenya dengan sengaja, ia tidak ingin mendengar suara kegaduhan yang terjadi di dalam rumahnya. Ia sudah muak dengan apa yang sering terjadi di dalam rumahnya. Ingin rasanya ia pergi dari rumahnya. Namun, terkadang hatinya berkata 'JANGAN!' dan itu selalu membuat Fiana merasa sangat sakit. Dan terkadang ia merasa bosan dengan hidupnya dan benci dengan kehidupannya.

Ia menyibukkan dirinya dengan beberapa buku atau novel yang berserakan di atas ranjangnya. Namun, tetap saja suara gaduh itu mengalahkan suara volume musik yang ia dengar. Dan ia sudah cukup jengah dengan apa yang dilakukan kedua orangtuanya sampai saat ini.

Ia turun dari ranjang dan keluar menghampiri kedua orangtua nya yang sedang berada di kamar mereka. Dan kamar mereka tepat di samping kamar Fiana. dan jelas saja apa yang dilakukan mereka membuat Fiana sangat tidak nyaman.

Fiana membuka kamar kedua orangtuanya. Ia ingin mengetuk pintu terlebih dahulu namun langsung ia urungkan karena ia merasa tidak perlu melakukannya. Ketika pintunya sedikit terbuka ia dapat melihat beberapa barang yang berserakan di lantai. Bahkan ada beberapa vas dan bingkai foto yang pecah.

Ketika pintu sudah terbuka lebar ia masuk ke dalam kamar orangtuanya. Namun, mereka tetap tidak menyadari keberadaan Fiana yang sudah di dekat mereka. dan mereka masih tetap bertengkar dan berdebat untuk memperahankan ego mereka masing-masing. Hingga suara Fiana menginterupsi kegiatan mereka dan membuat mereka terkejut dan diam.

"Ayah Bunda." Panggil Fiana sedikit pelan.

Ayah dan Bunda Fiana pun menoleh ke arahnya. Dengan tatapan shocknya mereka melihat keadaan Fiana yang sangat membuat mereka prihatin. Ya. Fiana menangis. Wajah cantiknya tertutup oleh air mata yang ada di wajahnya. Namun, Fiana hanya menangis dalam diam. Ia menangis namun tidak terisak.

"Della?" Ucap mereka berdua.

"Bisakah kalian berhenti bertengkar?" Ucap Fiana pelan dengan suara serak karena menahan isakannya.

"Della..." Lirih Bunda sambil menghampiri Fiana dan memeluknya dengan penuh kasih sayang dan rasa bersalah.

"Bisakah kalian berhenti bertengkar?" tanya Fiana lagi.

"Kita tidak bertengkar sayang." Jawab Ayah.

"Tidak!! Kalian berbohong." Lirih Fiana menggelengkan kepalanya.

"Della sayang, Bunda dan Ayah tidak bertengkar kita baik-baik saja sayang. Kamu jangan khawatir yah." Ucap Bunda menenangkan Fiana.

"Tidak!! Kalian berbohong. Kalian bohong sama aku. Ayah Bunda Della bukan lagi anak kecil berusia 5 tahun yang selalu percaya sama kebohongan seperti itu. KALIAN BOHONG!!!!" Teriak Fiana histeris dan tak mampu menahan air matanya. Ia menangis.

"Della maaf kan Bunda sayang." Mohon Bunda.

"Ayah juga sayang. Ayah minta maaf dan ayah janji tidak akan bertengkar lagi dengan Bundamu. Dan semuanya akan menjadi baik-baik saja." Timpal Ayah.

"Della tidak percaya. Sudah sering kalian mengatakannya namun hasilnya apa? Tetap saja. Kalian tetap saja mempertahankan ego kalian masing-masing. Dan aku sudah muak dengan ini." Ucap Fiana.

"Aku muak dengan sikap acuh kalian. Sehingga kalian tak menyadari pertumbuhan dan perubahanku. Aku muak dengan apa yang kalian lakukan. Sehingga kalian tak menyadari betapa sakitnya aku dan betapa hancurnya aku. Apa Ayah dan Bunda tau?"

Mereka terdiam.

"Kupikir dengan aku membuat ulah di sekolah sehingga aku mendapat surat panggilan dan mengharuskan kalian datang. Namun apa? Kalian tetap saja tidak menghiraukannya. Justru itu malah membuktikan bahwa kalian memang sudah tidak perduli lagi denganku. Padahal aku melakukan itu hanya untuk mendapatkan perhatian kalian meskipun hanya sedikit." Lanjutnya.

BE ONE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang