Rio berlari sekencang mungkin ia tidak memperdulikan teriakan dan amarah dari semua orang yang berada di lobby. Yang ia pikirkan saat ini adalah cepat-cepat menemui Fiana dan melihat keadaannya.
Sebelumnya Rio menanyakan dimana Fiana di rawat pada Receptionist. Setelah itu langsung berlari tanpa memperhatikan apapun lagi.
Perasaan Gelisah, takut, sedih dan amarah semuanya campur menjadi satu. Ia sangat khawatir pada Fiana dan takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan pada Fiana. Sungguh! Ia sangat hancur saat mendengar kabar itu.
Rio melihat Bunda Fiana yang sedang menangis dalam dekapan suaminya, Yura yang juga menangis tiada hentinya serta Riyan yang sedang terdiam dengan tatapan kosongnya yang sulit di artikan dengan disampingnya yaitu Gendis yang sedang memegang bahu Riyan.
Dengan langkah gontai Rio menghampiri mereka.
"Dimana Fiana?" tanya Rio dengan suara pelan namun didengar oleh semuanya sehingga mereka semuanya menoleh padanya.
"Fiana ada di dalam sedang dalam pemeriksaan sama dokter." Jelas Gendis dengan suara yang gemetar menahan tangisnya.
Rio tak menjawab melainkan menoleh pada pintu besar yang bertuliskan 'UGD' dengan lampu warna merah yang masih setia menyala di atas pintu besar itu.
Rio mendekati pintu itu dan menyentuhnya. Ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan Fiana. Namun, tidak! Itu semua sudah terjadi. Rio hanya bisa berdoa dan berharap bahwa Fiana tidak akan meninggalkannya. Tidak! Fiana sudah berjanji tidak akan meninggalkannya.
Rio menatap nanar pintu ruangan yang ada dihadapannya.
Pikirannya berkecamuk. Ia tidak ingin membayangkan. Namun, hal buruk itu selalu muncul dalam pikirannya.
Rio bertanya pada dirinya sendiri.
Apakah Fiana tidak apa-apa?
Apakah Fiana berani di dalam sana?
Apakah Fiana tidak takut di dalam? Dengan orang berpakaian serba putih dengan alat-alat kejamnya?
Apakah Fiana akan bangun?
Apakah Fiana akan membuka matanya dan tersenyum kepadanya lagi?
Apakah Fiana justru tidak akan bangun lagi?
Tanpa disadari air mata Rio jatuh. Ia menangis. Ia menangis dan meluruh di depan ruangan tersebut. Ia memang tidak banyak berbicara sejak tadi. Namun, dengan tatapan dan melihatnya menangis mereka semua sudah tau bagaimana yang di rasakan Rio.
Yura yang sudah berhenti menangis namun sesekali masih terisak. Yura langsung menyentuh pundak Rio dan merangkulnya.
"Fiana gak bakal kenapa-napa kok Rio. Lo tenang aja. Percaya deh yah." Ucap Yura menenangkan.
Bukannya berhenti justru tangisan Rio semakin kencang. Ia tidak memperdulikkan bahawa nanti semu pengunjung rumah sakit akan mentertawakan dan melihatnya aneh dikarenakan seorang pria menangis. Ia sama sekali tidak perduli.
Sedangkan Riyan ia masih terdiam dan menatap Rio dengan nanar.
'Gue juga ngerasain apa yang lo rasain. Tapi gue jauh lebih sakkit lagi Yo.' Batin Riyan.
Riyan terdiam namun air mata mengalir di pipinya. Ia menangis dalam diam.
******
Seorang pria dengan setelan berwarna putih keluar dari ruangan tersebut setelah lampu berwarna merah mati dan digantikan dengan warna hijau yang menandakan kegiatan di dalamnya sudah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE ONE [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsMungkin julukan Bad Girl tidak cukup untuknya. Gadis remaja yang selalu membuat ulah dan bersikap konyol. Dikenal tomboy tapi suka boneka barbie. Rajin bolos pelajaran tapi nilai paling tinggi. Yang hobbinya manjat pohon cerry tapi gk bisa turun. A...