17th

194K 13.4K 363
                                    

Vote dulu baru baca!😊

.

REVISI
26 November 2017

REVISI26 November 2017

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 


Cuaca yang buruk melanda Monreale. Peramal cuaca di televisi rupanya benar, badai dengan buruk meramaikan malam kota kecil ini dan sekitarnya. Semua jalan ditutup untuk menghindari segala bentuk kecelakaan. Memangnya siapa juga yang mau berkendara di cuaca seperti itu?

Karena itulah Anthonio membawa Catherine ke sebuah hotel di pusat kota. Pria itu memesan sebuah kamar VIP kelas satu yang tentu saja tak sederhana. Semua yang ada di kamar hotel itu adalah barang-barang mewah dan bagus. Tapi Catherine sedang tak ingin menikmati semua itu. Badai selalu membuat perasaannya kacau.

Entah mengapa ketika melihat interaksi antara Pendeta Rowell dengan Anthonio beberapa waktu lalu membuatnya gelisah. Ia tahu perbincangan mereka tidak berjalan mulus --setidaknya bagi Anthonio dengan melihat raut wajahnya yang mengeras saat itu.

Ada apa sebenarnya dengan Anthonio dan gereja? Pria itu selalu berakhir dengan suasana hati yang buruk setelah keluar dari dalam sana. Yang pertama mungkin karena Catherine, tapi yang kedua, well, ia tak tahu menahu sama sekali.

Catherine melihat ke arah televisi dan menonton dalam diam sebuah film layar lebar dengan subtitle berbahasa Italia. Setidaknya mereka memiliki siaran televisi internasional untuk sedikit menghibur turis kesepian seperti dirinya.

Tunggu dulu, kesepian? Yang benar saja! Ia sedang bersama Anthonio saat ini, jadi tak mungkin ia merasa kesepian.

Mata Catherine mencari ke sekeliling ruangan dan menemukan Anthonio yang tengah menatap jendela kaca besar yang menampakkan langit gelap dan gemuruh badai yang menghantam Monreale.

Anthonio menghirup cangkir espresso-nya dan menatap kosong ke bawah sana. Jalanan bahkan tak tampak karena terjangan badai yang membuat kabur pandangan. Tapi mata pria itu masih terfokus ke sana, seakan bulir-bulir badai yang sesekali mengenai kaca jendela ikut membawa ingatan tentang kejadian beberapa waktu lalu kembali padanya.

Anthonio menggeram. Sial! Berani sekali lelaki tua itu menasehatinya tentang pernikahan. Tak tahu kah ia siapa dirinya? Mulutnya yang lancang itu dengan berani mengatakan kalimat-kalimat yang sukses membuatnya merasa panas.

Pernikahan? Rasa-rasanya ia akan sakit perut karena terlalu banyak tertawa. Ayolah, di zaman seperti saat ini lebih dari 50% pasangan yang telah menikah berakhir dengan perceraian. Apa yang dijanjikan dalam sebuah pernikahan? Cinta saja tak cukup. Pernikahan memerlukan komitmen, dan Anthonio benci komitmen.

Tanpa sadar wajah Catherine melintas di hadapannya. Ia mendengus keras dan menghirup kembali cangkir kopinya yang nyaris kosong. Tak ingin memikirkan omong kosong itu lagi yang akan membuat dirinya semakin kalut.

The Independent Slave [The Seazzurys #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang