1st

557K 21.4K 582
                                    

Mulmed : Lily Collins sebagai Catherine de Vaughn

*Apa ini pertama kalinya kalian membaca cerita ini?
 

REVISI

21 September 2017

Catherine de Vaughn menatap geram pada sosok pria di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Catherine de Vaughn menatap geram pada sosok pria di hadapannya. Ia mencoba untuk menahan semua umpatan yang ingin ia keluarkan. Gadis itu diam-diam mengutuk pria itu dengan nama semua iblis-iblis neraka yang ia tahu. Namun, usaha itu sia-sia. Sebanyak apapun umpatan yang ia keluarkan, ia tau bahwa kakeknya, Paulus de Vaughn, satu-satunya keluarga yang ia punya, tak akan pernah bisa hidup lagi. Tak ada gunanya, batinnya. Dengan itu, karpet berwarna marun yang berasal dari Turki tiba-tiba saja terlihat menarik untuk dilihat.

Sementara itu, Marcello Barnnaby menatap gadis yang tertunduk di hadapannya dengan sorot tertarik. Ia menilai penampilan gadis itu dari ujung surai gelapnya hingga kaki jenjang yang telanjang dengan sepatu hak tinggi berwarna biru tua, lalu kembali ke wajah pucat gadis keturunan Perancis itu. Sosok itu terlihat cantik, dan menawan tentu saja. Marcel mengangkat sudut bibirnya sebelum bertanya;

"de Vaughn yang malang. Bagaimana jika aku berbagi kehangatan denganmu untuk malam ini?"

Catherine mendongakkan kepalanya. Matanya menyorotkan cemoohan terang-terangan yang tak berusaha ia tutupi. Dengan menahan panas yang menjalar di sepanjang rongga dadanya, Catherine menjawab dengan suara tajam, "Apa kau tak memiliki cukup uang untuk menyewa seorang pelacur jalanan?"

Marcel tergelak mendengarnya. "Ah... Kucing kecilku. Untuk apa aku menyewa seorang pekerja seks jika di hadapanku ada seorang perempuan cantik yang membuatku bergairah?"

Catherine membuang wajahnya ke samping dengan muak. Betapa rendahnya harga dirinya saat ini. Demi Tuhan! Apa ia akan berakhir seperti Heidy yang beberapa saat lalu tengah diseret oleh salah satu dari pria-pria itu ke dalam kamar? Catherine cukup dewasa untuk tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu kepada pelayan pribadinya. Apapun yang mereka lakukan terhadap gadis itu bukanlah hal yang patut dibenarkan. Dan demi semua yang ada di dunia ini, Catherine lebih baik mati daripada menanggung konsekuensinya.

Wanita itu menunduk, memejamkan matanya. Ia meremas sofa kulit burgundy yang ia duduki dengan erat. Catherine tak pernah menyangka jika kepulangannya dari Paris akan disambut tragedi mengerikan seperti sekarang ini. Bukannya sebuah pelukan hangat, yang ia dapatkan adalah pemandangan menyedihkan juga memualkan bagi siapapun yang melihat. Kakeknya terkapar dengan darah yang menggenang di sekitarnya, begitupun para pengawal serta pelayan-pelayan kakeknya. Bahkan Gil, pria setengah abad yang merupakan kepala pelayan di mansion, ikut terbunuh. Yang tersisa hanya beberapa pelayan wanita termasuk Heidy untuk dijadikan pemuas nafsu binatang pria-pria itu.

Catherine tak memiliki waktu untuk menangis ketika pria-pria itu menyeretnya ke arah sofa, ke hadapan seorang pria yang kini menatapnya dengan kilat api gairah yang tak disembunyikan. Hal itu membuat Catherine mual, membuatnya menarik napas dalam-dalam dari sela-sela giginya yang terkatup rapat.

The Independent Slave [The Seazzurys #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang