Chapter 11 - Unplanned Moment

2.7K 163 8
                                    

Gadis itu menarik selimutnya hingga ke leher sambil menyedot ingusnya. Cuaca di luar begitu terik tapi Lexa merasa kedinginan hingga ia pikir ia harus memakai kaos kaki lapis ke tiga agar merasa lebih hangat. Kepalanya pusing dan ia tidak bisa berhenti bersin di tiap menitnya. Lidahnya terasa pahit dan saat ia bergerak sedikit saja keringat dingin langsung membanjir dimana-mana.

"Lun," Lexa berusaha memanggil Luna yang duduk di sebelahnya. Namun suaranya terlalu lirih untuk mengalihkan perhatian Luna dari acara talk show di TV.

Dengan sangat terpaksa Lexa mengeluarkan satu kakinya dari dalam selimut untuk menendang perut Luna.

Luna pun menoleh. "Kenapa?"

"Ambilin minum," gumam Lexa.

"Hah?" Luna tidak dengar.

Lexa menghela napas lelah, benar-benar lelah. "Ambilin," Lexa bersin. "Ambilin minum!" ulang Lexa dengan kesal.

Luna berdiri dengan enggan lalu berjalan menuju dapur.

Lexa hendak meraih remot TV saat Ponsel di sebelah kakinya bergetar. Sebuah nama muncul. Tanpa pikir panjang ia langsung menggeser layarnya dan mengaktifkan loudspeaker.

"Kenapa Li?" tanya Lexa tanpa berniat menyapa.

"Mau dibawain apa? Aku mau kesitu sekarang."

***

"Eh sama Vito juga." Lexa tersenyum pada Vito, bocah berambut mangkuk yang berdiri di sebelah Lio.

Tak menghiraukan kata-kata Lexa, Vito terlihat menarik-narik ujung kaos Lio. "Kakak, kenapa kita kesini, sih?" Bocah tujuh tahun itu terlihat protes pada Lio setelah tahu ia sudah dibohongi kakaknya.

"Ke mall nya nanti aja yah, sekalian jemput Vio pulang les," jawab Lio. "Sekarang kita jenguk Kak Lexa dulu. Kak Lexa kan lagi sakit, tuh liat mukanya udah kayak zombie."

Lexa melempar muka masamnya pada Lio, namun segera tersenyum lebar saat Vito menatapnya.

Vito hanya melirik Lexa, lalu menarik-narik kaos Lio lagi. "Let's get out of here," bisik Vito berharap Lexa tidak dengar tapi gagal.

"What? Why?" tanya Lio.

"I don't like her," jawab Vito seolah-olah jika dia menggunakan bahasa Inggris maka Lexa tidak akan mengerti. Meskipun begitu Lexa diam saja melihatnya. Kalau saja dia tidak selemas ini, sudah dipastikan bocah imut bin ajaib ini jadi adonan kue yang ia cubit sana sini.

"She is like a witch!" seru Vito tertahan.

Lexa dan Lio bersamaan nyaris menyemburkan tawa. Tapi tidak untuk sekarang. Wajah kecil itu terlalu serius untuk ditertawakan.

"She's not a witch," ucap Lio lalu ia berdiri diatas lututnya, menyamakan tingginya dengan Vito. "There's nothing witch has that beautiful face."

"But, she stole my iron man yesterday! She laugh like a witch!"

Oh, ternyata bocah itu menganggap serius candaan Lexa tempo hari.

Flashback

"Hey Vito, mainan sama Kak Lexa yuk!"

"Nggak mau." Vito memutar tubuhnya melindungi iPad nya dari tangan usil Lexa.

"Ayolah, Kak Lexa bosen nih, Kak Lio ke warungnya lama banget."

"Don't stab me!"

Lexa langsung tertawa begitu mendengar Vito salah ucap. "I'm not gonna stab you." Iya, Lexa tahu maksud Vito pasti "disturb" bukan "stab", tapi melihat wajah tanpa dosa itu Lexa malah semakin tertawa.

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang