Setelah memastikan bahwa minyak goreng ada di dalam daftar belanja, Luna memasukkannya ke dalam troli. Ia kembali mendorong trolinya menuju blok dimana dijual buah-buahan. Ia sedang mengamati kertas kecil berisi daftar belanja titipan papanya ketika seseorang memanggilnya.
"Luna, stop!" Luna berhenti lalu mendongak.
BRAK!
Sebuah botol minuman melayang dan berakhir ke dalam troli yang di pegangnya. Seseorang yang berada 6 meter jauhnya itu langsung berselebrasi karena botol minuman yang ia lempar masuk dengan mulus.
Luna menggeram di ujung tenggorokan, "Bisa kan kalau nggak usah dilempar?" desisnya emosi.
Alih-alih merasa bersalah, Lexa malah sibuk memililih-milih snack.
Beberapa saat kemudian setelah yakin semua barang yang ada di catatan sudah berada di keranjang belanja, Luna segera menuju meja kasir. Namun sebelum sampai ke meja kasir, langkahnya terhenti.
Seperti ada yang kurang tapi apa ya...
Telunjuknya sedang mengetuk-ketuk dagu, ketika tiba-tiba Lexa datang dan memasukkan sebungkus cokelat batang favoritnya. Luna tersenyum cerah, namun kemudian ia memajukan bibirnya.
"Kok cuma satu," protesnya.
Lexa memutar bola matanya, "Masih untung ya gue ambilin."
Luna mendesah lirih, lalu membalik badannya.
"Mau kemana?"
"Ambil lagi," jawabnya tanpa menghentikan langkahnya, namun dengan sigap Lexa menarik topi hoddie abu-abunya hingga Luna nyaris terjungkal ke belakang.
"Apasih!" serunya jengkel.
Lexa menaikkan jari telunjukknya tepat di depan hidung Luna. "Lo ambil lagi atau gue aduin papa."
Luna melongo mendengar ancaman Lexa, kemudian menepis tangan Lexa, dan mengurungkan niatnya.
"Ngaduan banget sih."
Dan narasi Lexa pun dimulai. "Udah tau nggak boleh kebanyakan makan cokelat, masih aja bandel. Emang gue nggak tau kalo kemarin lo makan tiga bungkus. Kalau sampe papa tau, bisa-bisa cokelat di seluruh dunia dimusnahkan." ucap Lexa menggebu-gebu.
"Tante Irene juga udah kasih warning kan, kalo cokelat itu udah ter-blacklist dari daftar makanan lo. Harusnya lo tau kalau tante Irene bilang NO... ya NO... Jangan dilanggar!"
Luna kembali mendorong trolinya, mengacuhkan ocehan Lexa.
"Kalau masih ngeyel, yang tanggung siapa? Kan lo sendiri. Lo denger kan gue ngom--"
"Jam berapa?" potong Luna dengan santainya.
Dibilangin nggak pernah dengerin, bener-bener ya nih bocah! Geram Lexa dalam hati.
Merasa tak bersalah, Luna kembali bertanya dengan isyarat mengetuk pergelangan tangannya dengan jari telunjuk. Dan Lexa pun mengangkat tangan kirinya, menunjukkannya pada Luna.
Jam 3 sore.
Luna mengangguk semangat. "Oke! Masih ada satu jam. Habis ini gue mau ke book store, main ice skating, beli es kri--"
"Nggak, langsung pulang." Ucapan Luna dipotong Lexa dengan tegas.
"Kok langsung pulang? Kan Papa bilang paling telat jam 4. Emang kenapa, masa lo udah capek?"
"Bukan gue yang capek, tapi lo."
Luna mengerutkan alisnya. "Gue nggak capek," kilahnya.
Lexa memutar matanya malas, "Mau gue ambilin cermin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna & Alexa
Genç KurguCerita ini adalah tentang sepasang saudara kembar Aluna dan Alexa. Aluna dan Alexa tak pernah terpisahkan. Sebagai anak yang terlahir tanpa mengenal ibu, keduanya tumbuh dengan ikatan yang sangat kuat. Saling menyayangi dan melindungi. Namun selal...