CHAPTER 22 - Bingung

2K 139 3
                                        

Pak Joni, guru olahraga berperawakan tinggi kurus itu berdiri di tengah lapangan basket indoor sambil meniup peluit.

"Ayo anak-anak baris yang rapi!"

Dengan segera para siswa yang tadinya menyebar satu persatu mulai berkumpul dan membuat sebuah barisan.

"Julio?" panggil Pak Joni.

Lio yang berada di barisan paling belakang mendongak. "Iya, Pak?"

"Tolong ambilkan bola basket di gudang," perintah Pak Joni.

"Siap Pak!" Lio berlari keluar barisan menuju gudang alat-alat olahraga yang memang berada di dalam lapangan indoor.

Namun langkahnya berhenti kala ia melewati pintu masuk. Kedua alisnya terangkat begitu melihat Luna berjalan menuju barisan. Gadis itu mengenakan seragam olahraga, yang mana merupakan pemandangan yang jarang sekali Lio lihat.

"Luna, ngapain lo kesini?" tanya Lio heran.

Tanpa menghentikan langkah kakinya, Luna mengangkat bahunya acuh. "Hm, renang?" ujarnya dingin.

Lio menatap punggung Luna yang menjauh lalu menggeleng pelan sambil mendengus geli dan kembali berlari menuju gudang.

Beberapa saat kemudian Lio kembali, setelah meletakkan bola-bola basket itu ia kembali masuk ke barisan. Pak Joni mulai mengabsen para siswa dan di belakang barisan, Lio meminta Kemal si cowok gempal yang berdiri tepat di samping Luna untuk bertukar tempat dengannya.

"Lo keliatan kayak Lexa kalo pakai baju olahraga."

Luna berjengit kaget saat seseorang berbisik tepat di belakang telinganya.

Lio terkekeh pelan. "Ini juga." Lio menggoyangkan rambut Luna yang dikuncir tinggi. "Dari belakang mirip banget, jadi pengen meluk," celetuk Lio sambil melingkarkan tangannya di pundak Luna tanpa menyentuhnya, hanya melayang.

Sial, batin Luna. Bersikap tidak peduli di sekitar Lio kadang cukup menguras tenaga. Luna memalingkan wajah, jaga-jaga agar Lio tidak melihat kalau wajahnya memerah.

"Julio Barata?"

"Saya Pak!" Lio mengangkat tangannya dengan sigap sementara Luna diam-diam bernapas lega dan menggeser tubuhnya menjauh dari Lio.

"Aluna?" panggil Pak Joni yang tak sengaja melihat keberadaan Luna di samping Lio, suaranya pria itu terdengar bingung. Semua siswa menoleh ke arahnya, beberapa tampak terkejut beberapa lainnya tampak tidak peduli.

"Saya Pak." Luna mengangkat tangannya perlahan. Dia tahu Pak Joni tidak sedang mengabsennya.

"Bukan, maksud saya, kamu ikut pelajaran saya?"

Merasa jengah ditatap semua orang yang seolah memandangnya sebagai orang asing yang ikut olahraga, Luna menjawab dengan tegas, "Iya, Pak."

"Tapi, bukannya kamu--"

"Iya Pak, saya tahu." Luna memotong kalimat Pak Joni. Diantara semua penduduk sekolah, hanya empat orang yang tahu tentang penyakitnya. Kepala sekolah, Pak Joni, pembina UKS dan Lexa.

Luna menghela napas dalam. "Saya hanya ingin dapat nilai untuk semester ini di pelajaran Bapak."

Keduanya berpandangan cukup lama. Pak Joni tampak ragu, namun melihat Luna yang terlihat yakin, pria jangkung itu pun mengangguk. "Baiklah Aluna terserah kamu saja. Tapi kamu hanya boleh ikut penilaiannya saja, ya."

Luna mengangguk sambil tersenyum lega. Syukurlah, paling tidak dia masih diizinkan, tidak seperti dulu. Diusir begitu saja. Ah, Luna tidak suka mengingatnya.

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang