Chapter 8 - Pencuri

2.6K 160 2
                                    

"Udah tau di pinggir jalan malah bercanda, kayak anak kecil tau nggak sih!"

Lexa memarahi Lio. Mereka sedang duduk di bangku depan ruang UGD.

"Gue nggak bercanda, gue cuma minta Luna payungin gue kok. Luna nya aja yang aneh."

"Iya intinya juga kalo lo nggak ribut, pasti nggak ada kejadian kecelakaan kayak gini kan. Untung lo nggak papa."

"Iya iya gue yang salah." Lio memilih mengalah.

Melihat Lexa kini terdiam, Lio merasa iba.

"Aduh sakit nih." Lio mengusap telapak tangannya yang lecet.

"Mana, coba lihat." Lexa melongokkan kepalanya untuk melihat lebih dekat tangan Lio. Bukannya mendekatkan tangannya nya pada Lexa, Lio justru menariknya. Sehingga kepala Lexa semakin dekat dengan bibirnya. Dan dengan gerakan lembut Lio mencium kening Lexa.

"Senyum dong, jangan cemberut."

"Eh." Lexa menjauhkan kepalanya. Lalu menoyor pipi Lio. "Modus lo ya! Pasti nonton di IG kan. Ah, nggak kreatif banget sih! Aduh kena gue."

Lio tertawa saat melihat pipi Lexa mulai bersemu pink.

Namun tak lama hingga keduanya menoleh dan mendapati seseorang yang tadi menyelamatkan Lio dan Luna dari sambaran sepeda motor, keluar.

Laki-laki babak belur itu terlihat baik-baik saja. Padahal Lio melihat dengan matanya sendiri jika laki-laki itu tersungkur saat menarik Luna. Atau mungkin dia memang baik-baik saja. Lah, terus buat apa dia masuk ruang UGD?

Laki-laki itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya melirik Lio tak lebih dari dua detik dan menatap Lexa sedikit lebih lama, setelah itu pergi begitu saja.

"Aw, bad boy. Aw, rambutnya udah kayak patung dewa Yunani abis keramas. Keriting-keriting lepek gimana gitu. Aw, aw, aw..." gumam Lexa entah sadar atau tidak.

"Rambut gue juga bisa dibikin kayak gitu kali. Jaket kulit kayak gitu juga banyak yang jual, gue juga bisa beli."

Lexa melongo mendengar ucapan Lio, dan setelahnya dia mencubit pipi laki-laki itu dengan gemas.

"Aw, aw, Mas Jul-ku yang unyu-unyu cemburu."

Lio menepis tangan Lexa dari pipinya.

"Siapa yang cemburu."

Lexa tertawa, "Itu yang lagi cemberut kayak bebek."

Dan Lio semakin memajukan bibirnya, membuat tangan Lexa gatal untuk tidak mengacak-acak rambut Lio yang seharusnya segera dipotong itu.

Tepat pada saat itu, pintu UGD kembali terbuka. Dengan wajah kusut dan rambut kuncir yang tak lagi rapi serta seragam sekolah yang masih setengah basah, Luna berjalan keluar dengan langkah menghentak emosi, mengabaikan Lexa dan Lio yang keheranan menatapnya.

Lexa dan Lio bertemu tatap. Lio menatap Lexa bertanya dan Lexa hanya mengangkat bahunya.

"Lex, ayo pulang!"

Ternyata Luna belum pergi.

***

Sesampainya di rumah, Luna langsung melesat ke kamarnya. Setelah mengganti pakaiannya dengan celana pendek dan kaus oversize putih bertuliskan I love NY favoritnya, Luna membanting tubuhnya ke kasur. Mata lelahnya menerawang jauh menembus bintang-bintang di langit-langit kamarnya.

Hari ini sungguh hari yang berat. Luna tidak pernah menyangka dia akan melalui hari seperti ini.

Ini obat-obatan terakhir yang Tante kasih ke kamu. Dosis obat kamu naik, tante berharap kamu rajin meminumnya.

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang