Chapter 30 - Suka?

1.6K 94 34
                                    

Lio memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia berdiri tegak menghadap pintu lift. Lexa beberapa kali melirik Lio sambil menggosok-gosokkan tangannya yang dingin.

Lexa sengaja diam dan hanya memperhatikan Lio sejak tadi. Padahal dia tahu betul kalau Lio sedang cemburu gara-gara Jevin.

Pintu lift pun terbuka. Lio melangkah masuk, meninggalkan Lexa satu langkah di belakangnya. Keduanya berdiri di sudut belakang, sementara beberapa orang mulai memenuhi bagian depan lift.

Tidak tahan lagi dengan sikap Lio, gadis itu menatap Lio terang-terangan sambil menyilang kedua tangannya di dada. Ternyata Lio tetap mengabaikan Lexa.

Lexa menyikut lengan Lio. "Kenapa kamu?"

Tebak apa yang Lio lakukan yang membuat tanduk kecil Lexa muncul? Lio hanya melirik Lexa tanpa mengucapkan apapun.

Bersamaan dengan itu, pintu lift terbuka dan Lio meninggalkan Lexa, lagi.

Baiklah, Lexa merasa Lio mulai sedikit keterlaluan.

Dengan langkah hulk, gadis itu menghentakkan mendahului Lio dan berhenti tepat di depan laki-laki itu sambil berkacak pinggang.

"Ditanya itu jawab. Lo-ke-na-pa?" katanya sambil menunjuk-nunjuk dada Lio. "Aneh tahu nggak?"

Keduanya saling menatap satu sama lain cukup lama, hingga akhirnya Lio menghela napas.

"Kenapa sih lo nggak bisa baca pikiran gue?" katanya, menatap Lexa dengan tatapan seolah terluka.

Mulut Lexa terbuka lebar. Ia tertawa hambar. "Bapak sehat?"

"Entah," gumam Lio mengedikkan bahu.

"Entah?" Lexa mengulang ucapan Lio.

Lio diam beberapa saat dan berkata, "Ngomong sama gue kalau udah bisa baca pikiran gue."

Lio berjalan melewati Lexa, meninggalkan hembusan angin yang menyapu pelan rambut Lexa.

Gadis itu sama sekali tidak menduga Lio akan meninggalkannya begitu saja. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Lio benar-benar tidak menghentikan langkahnya.

Really?

Lexa terdiam sesaat ketika tiba-tiba beberapa peristiwa yang terjadi sejak kemarin malam hingga pagi ini di halte berputar di benaknya. Setelah apa yang sudah terjadi pada dirinya, Lexa bahkan masih bisa bersikap baik-baik saja di depan Lio. Tapi lihat apa yang laki-laki itu lakukan padanya hanya karena cemburu. Cemburu pada sesuatu yang Lexa sendiri tidak mengerti.

Semakin Lexa memikirkannya semakin cepat napasnya bergerak naik turun.

Dengan itu, Lexa membalikkan badan dan teriakannya terdengar cukup keras hingga ujung koridor. "Pergi aja sana!"

Sepuluh meter jauhnya, Lio berhenti berjalan dan menoleh. Tanpa memikirkan apapun lagi, dia berbalik dan menghampiri Lexa.

"Kenapa balik?" sinis Lexa saat Lio kembali berdiri di hadapannya.

Lio memandang Lexa lekat-lekat. Memindai tiap inci ekspresi wajah Lexa. "Kok jadi marah sih?" tanyanya.

Lexa menatap Lio setajam ia mampu. Menahan desakan air mata yang pada akhirnya tidak bisa ditahan. Dia itu sedang marah, bukan sedih! Kenapa kelenjar air matanya bekerja tidak pada waktunya sih, omel Lexa pada dirinya sendiri.

Lio gelagapan. "Eh, eh, kok nangis sih?"

"Gue nggak nangis!" geram Lexa dengan rahang terkatup. "Udah gue bilang, sana pergi! Ngapain balik?"

"Ya," Lio menggaruk alisnya. "lo jangan nangis dong." Lio tampak menyesal.

"Gue enggak nangis!" desis Lexa persis sebelum setetes air mata bergulir turun di pipinya. "Lo lihat ini," Lexa menunjuk air mata di pipinya. "ini adalah air mata kemarahan, paham?!"

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang