Chapter 29 - Bebas?

1.6K 104 26
                                        

Pagi, gerimis, dan dingin. Rasanya Lexa mau tetap berada di dalam selimut sampai nanti siang.

Seandainya saja hari ini sekolah libur, pikir Lexa.

Masih dengan mata terpejam, Lexa meregangkan tubuhnya sampai tangan dan kakinya menjuntai ke lantai. Namun sedetik kemudian dia meringkuk kembali dan membalut tubuhnya ke dalam selimut seperti kepompong.

Namun Lexa merasa berbaring di tempat yang berbeda dari semalam. Ia membuka matanya dan menyadari dia tidak lagi berada di sebelah Luna, melainkan di sofa. Pasti Papa yang memindahnya kesini. Lexa pun duduk sambil menggosok matanya.

"Luna udah bangun belom, Pa?" begitu katanya, dengan suara seperti kodok serak.

"Melek makanya."

Mendengar suara itu, Lexa langsung membuka matanya meski susah payah, lalu tersenyum sangat lebar.

"Eh, udah bangun kesayangan aku."

Lexa berdiri lalu berjalan mendekati Luna seperti zombie. Namun saat cahaya matahari menghantam wajahnya, dalam hitungan detik Lexa langsung membuka matanya lebar-lebar dan mulai menyadari sesuatu.

"Kok udah terang? Astaga sekolah! Sekarang jam berapa?! Kenapa nggak ada yang bangunin aku?!"

Lexa melihat Bi Rum keluar dari kamar mandi. "Bibi sejak kapan kesini?! Kenapa nggak bangunin aku juga sih?!"

Lexa panik. Sambil menggerutu, dia berjalan kesana kemari tanpa tujuan jelas. Sementara Papa, Luna, dan Bi Rum diam saja memperhatikan Lexa.

"Kenapa pada diem semua?!" Lexa tampak frustrasi setelah melihat jam dinding menunjukkan pukul 6 lebih 50 menit.

"Papa seragam aku dimana?"

Tama tidak bisa lagi menahan kekehannya. "Memang kalau hari minggu biasanya pakai seragam apa?"

"Ya kemarin juga aku lipat seragamnya disana, Pa. Handuk mana handuk?" Lexa panik, dan itu tidak main-main.

Papa, Luna, dan Bi Rum tertawa.

"Kamu mau kemana sih, heh!" Luna sendiri tidak bisa menahan kegeliannya melihat tingkah bodoh Lexa.

"Berisik ah, males banget nggak ada yang bangunin!" Cemberut, Lexa setengah berlari menuju kamar mandi setelah meraih handuk dari dalam koper.

Pintu berdebum tertutup, kran menyala, dan ketiga orang selain Lexa masih tertawa geli.

Hingga tiba-tiba kran air mati dan beberapa detik kemudian dari dalam kamar mandi Lexa terbahak-bahak sendiri dan berseru, "Eh iya hari minggu ya." Betapa Lexa merasa menjadi manusia paling bodoh di dunia.

Semua orang di dalam ruangan tertawa, tak terkecuali Bu Rum yang sampai berlinang air mata.

Langit masih abu-abu dan air hujan masih terjun bebas dengan derasnya. Lexa beberapa kali menggigil menekuk lututnya, mengerutkan jari kakinya, dan menyurukkan wajahnya di bahu Luna.

"Lexa, kamu kalau mau tiduran di sofa aja sana, kasihan Luna dipepet-pepet begitu."

Lexa mengangkat kepalanya, menatap Luna. "Kamu merasa terpepet-pepet gitu nggak Lun?"

Luna terkekeh tanpa suara mendengar kata aneh itu dan menggeleng.

Lalu Lexa memandang Tama yang duduk di sebelah ranjang Luna. "Tuh, Luna nggak merasa terpepet-pepet kok."

Tama hanya mendengus. Bi Rum yang baru saja meletakkan kopi panas di nakas ikut tertawa mendengar Lexa.

"Bibi, sini!" Lexa melambaikan tangannya, membuat Bi Rum berjalan mendekat.

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang